Terjebak dengan sang CEO
Penulis:RICHA SEHGAL
GenreMiliarder
Terjebak dengan sang CEO
Heri tidak menjawab pertanyaan Johan, sesekali ia mengetuk sandaran tangan kursi dengan jari-jarinya yang ramping, saat akhirnya dia berkata, "Selidiki wanita itu." Heri menunjuk wanita yang ditampilkan di layar televisi, tak sadar bahwa perintahnya membuat Johan bertanya-tanya.
Seorang wanita? Putri Chairil? Apakah putri Chairil ada hubungannya dengan akuisisi Grup Setiawan?
Meskipun benaknya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan, Johan tidak mengatakan apa pun selain "Ya Tuan."
Dengan bantuan Zulfikar, Lala dan ayahnya akhirnya dapat menyingkirkan para wartawan dan pulang dengan menaiki sebuah Mercedes Benz.
Rumah keluarga Setiawan terletak di sebuah lingkungan elit di bagian timur kota, dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang indah. Hanya keluarga kaya di Kota Daka saja yang mampu memiliki rumah di lingkungan itu.
Di dalam rumah, Kamalia Najwa, nenek Lala, telah menunggu kedatangan Lala dan ayahnya untuk waktu yang cukup lama. Ia pun segera berdiri dengan bantuan tongkat ketika melihat kedatangan putra dan cucu kesayangannya.
"Apa yang terjadi, Chairil?" Tanya wanita tua dengan rambut memutih itu tergesa-gesa, membuat Lala dan ayahnya bingung harus memulai dari mana untuk menjelaskannya.
Chairil berusaha berbicara, namun dia tidak menemukan kata-kata, ia tak ingin menyakiti hati ibunya di usia yang sudah senja.
"Nenek, tidak usah khawatir ..." Lala memegang tangan neneknya, bingung bagaimana cara menenangkannya.
"Bagaimana mungkin aku tidak khawatir? Berita itu telah disiarkan oleh beberapa saluran televisi hari ini. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Ceritakan sekarang!" Meskipun kini Kamalia sudah tua, namun di masa lalunya ia adalah seorang wanita yang mendominasi dunia bisnis ketika muda. Dengan ekspresi wajah yang sangat serius, ia menghentak tanah dengan tongkatnya, membuat Lala dan ayahnya gugup karenanya.
"Ibu, jangan marah. Tolong jaga..." Kini wanita tua itu adalah seorang penderita penyakit jantung, ia harus menjaga emosinya. Namun Kamalia tidak membiarkan Chairil menyelesaikan kata-katanya.
"Omong kosong. Aku lebih tahu tentang kondisi tubuhku."
"Sebagaimana yang Ibu ketahui dari berita, saya telah kehilangan perusahaan kita." Chairil menghela nafas. Ibu dan istrinya telah berkontribusi sangat besar bagi perkembangan Grup Setiawan. Kejadian ini membuatnya merasa malu berhadapan dengan ibunya, dan bayangan istrinya yang telah meninggal.
Saat ini Chairil berada di usia paruh baya, dan ia menerima pengkhianatan dari sahabat karib yang sangat dipercayainya.
"Kenapa itu bisa terjadi? Apakah kamu benar-benar melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan? Atau kamu dijebak?" Kamalia yakin putranya tidak mungkin melakukan kejahatan sebagaimana dituduhkan di berita. Namun, ia belum bisa menemukan alasan kenapa hal ini bisa terjadi.
"Yakub dan putranya telah merencanakan ini semua sejak lama." Chairil merasa Yakub memiliki dendam terhadap dirinya, dendam yang sudah lama dipendamnya atas apa yang terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu.
Di masa itu Chairil dan Yakub adalah dua orang sahabat yang sangat akrab, bahkan mereka menganggap satu sama lain sebagai saudara. Akan tetapi, ternyata mereka mencintai wanita yang sama - Rania Soraya, ibu Lala yang meninggal sepuluh tahun yang lalu. Tergila-gila oleh keanggunan yang ditampilkannya, keduanya saling bersaing untuk mendapatkan cinta Rania.
Suatu malam ketika kencan dengan Rania, Chairil mabuk berat dan memperkosa Rania di dalam mobil. Akibat kejadian itu, Rania tidak memiliki pilihan lain kecuali menikah dengan Chairil. Mengetahui apa yang telah terjadi, Yakub berkelahi dengan Chairil dan kemudian menghilang. Tidak sampai satu tahun kemudian, Yakub kembali dan berusaha memperbaiki hubungan persahabatan mereka yang telah koyak. Saat itu, Yakub sudah menikah, dan ia menyatakan bahwa apa yang terjadi di masa lalu akan ia lupakan saja.
"Yakub dan putranya ..." Satu adalah sahabat putranya sedangkan yang lain adalah kekasih Lala, seorang pria yang tumbuh bersama cucunya itu. Tak dapat mengendalikan emosinya, Kamalia mengeluhkan napasnya yang terasa sesak, dan akhirnya wanita itu pingsan tak sadarkan diri.
"Ibu ..."
"Nenek ..."
Kamalia dibawa ke rumah sakit pada pukul 5 sore dan berusaha diselamatkan dari serangan jantung yang menimpanya. Operasi yang dilakukan gagal. Chairil dan Lala dapat berkumpul dengan Kamalia pada pukul 8 malam. Ia meninggal ditemani oleh putra dan cucunya yang berada di sisinya.
Kabar kematian Kamalia menyebar dengan cepat di penjuru Kota Daka, pada masanya, Kamalia memiliki pengaruh besar di dunia bisnis Kota Daka, dan ia juga menjadi kekasih impian bagi banyak pria di masa mudanya.
Banyak teman lama Kamalia yang berkabung dan menghadiri pemakamannya, sedangkan, banyak orang yang memiliki hubungan baik dengan Chairil namun tidak hadir dan hanya mengirimkan karangan bunga.
Yakub dan putranya juga datang ke pemakaman, dan hal ini membuat Chairil marah dan hilang kendali. Karenanya, Lala meminta penjaga keamanan untuk mengusir mereka berdua. Insiden ini pun diberitakan oleh media untuk waktu yang cukup lama. Banyak orang menyimpulkan nasib buruk telah menimpa Chairil karena bersahabat dengan Yakub, dan menyayangkan ketidakmampuannya melindungi perusahaan yang ia bangun.
Tak berapa lama setelah pemakaman Kamalia, pengadilan melelang barang-barang berharga milik Chairil untuk melunasi hutangnya yang cukup besar, bahkan rumahnya pun ikut disita. Kemudian Chairil menghilang entah ke mana, dengan meninggalkan sebuah catatan untuk Lala. Tak ada yang tahu ke mana Chairil pergi, di mana dia tinggal, bahkan apakah ia masih hidup atau sudah mati.
Menggenggam catatan yang ditinggalkan oleh Chairil, Lala berdiri di tengah hujan dengan sebuah koper disampingnya, wajahnya terlihat sangat kebingungan.
Apakah ini semua hanya mimpi? Semuanya baik-baik saja beberapa hari yang lalu, neneknya bahkan masih hidup dan sibuk memilih hadiah untuk ulang tahunnya dengan bahagia. Bagaimana bisa semuanya menjadi seperti ini?
Meskipun tulisan di catatan yang digenggamnya telah luntur oleh air hujan, namun pesan di dalamnya masih terbaca. Lala melihat pesan yang tertulis berulang kali, karena ia hampir tak percaya dengan apa yang ia baca.
"Lala, aku dan ibumu menemukanmu di tepi sebuah sungai 22 tahun yang lalu, kami kemudian membawamu pulang dan merawatmu sebagai anak kami sendiri. Kini aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Pergi dan carilah orang tua kandungmu. Selamat tinggal, putriku tersayang."
...
Nenek, ayah, dan ibu, aku membenci kalian! Kenapa kalian meninggalkan aku di sini sendirian? Aku sangat merindukan kalian!
Yakub, Mikael, dan Sarah, aku membenci kalian semua! Kenapa kalian mengkhianati aku?
Pria itu juga...
Ia membenci mereka semua!
...
Hujan turun semakin lebat. Lala tidak lagi dapat bertahan menghadapi derita fisik dan mental yang dialaminya. Ia pun jatuh pingsan.
Sebuah mobil Maybach hitam edisi terbatas berhenti di dekat Lala tak lama setelah ia jatuh pingsan. Asisten Johan keluar dari mobil, membuka payung dan juga pintu belakang mobil. Seorang pria dengan sepasang sepatu kulit barunya keluar dari mobil, mendekati Lala dan mengangkat tubuhnya yang lemas. Kemudian mobil itu pun melaju dengan cepat ke rumah sakit.
Dalam sebuah ruang perawatan VIP rumah sakit yang terlihat mewah, di Rumah Sakit Swasta Cemaka Puti.
Sebuah lampu gantung dengan cahaya redup, itulah yang dilihat Lala ketika pertama kali membuka matanya yang terasa sakit. Ia sedang mendapatkan infus. Cairan itu masuk ke tubuhnya secara perlahan melalui sebuah jarum infus di tangan kirinya. Ia ada di mana?
"Kamu sudah sadar?" Suara bernada dingin itu mengejutkannya. Siapa itu?
Ia berusaha untuk duduk, namun gagal. Tak lama ia pun menyerah, tubuhnya masih terasa sangat lemah.
Tiba-tiba, seorang pria dengan kemeja putih muncul dan menatapnya dari samping tempat tidur.
Lala mengedipkan mata dan mengagumi ketampanan pria itu. Alis yang gagah, mata yang tajam, hidung mancung dan bibir tipis yang seksi, menonjolkan kelaki-lakian yang ditampilkannya. Posturnya yang tinggi dan langsing membuat sosoknya terlihat semakin menarik. Namun, sikapnya yang dingin, arogan, dan agresif membuat Lala tersentak secara tidak sadar. Pria ini, sepertinya tidak asing...
"Kamu siapa?"
"Aku lelakimu."
"... Apakah kamu menderita delusi?" Lala menatapnya kurang senang dan berpikir bahwa pria ini tidak pantas mendapatkan karunia wajahnya yang tampan.
Heri menekan tombol panggil yang ada di samping tempat tidur. Dalam semenit, sekelompok orang telah masuk ke ruangan.
Ia pasti berada di rumah sakit saat ini. Seorang perawat yang mengenakan masker dengan lembut membantunya untuk duduk, kemudian dengan penuh perhatian meletakkan bantal di belakang punggungnya agar ia dapat bersandar.
Pria yang berada paling depan di kelompok itu mungkin masih berusia dua puluhan. Dengan alisnya yang tebal dan matanya yang jernih, ia melihat peralatan medis dengan penuh ketelitian.