Terjebak dengan sang CEO
Penulis:RICHA SEHGAL
GenreMiliarder
Terjebak dengan sang CEO
"Hei, anak ingusan! Apakah kalian tahu siapa aku?" Putra bungsu wakil walikota sangat ketakutan, sehingga ia berusaha mengintimidasi lawan-lawannya dengan memberitahu siapa orang tuanya.
Seakan tuli dan tak mendengar apa yang dikatakan putra wakil walikota itu, semua orang kemudian memilih lawannya masing-masing dan terlibat dalam perkelahian.
Hari mulai gelap.
Johan mengemudikan Maybach untuk mengantarkan pulang Bosnya, yang duduk di kursi penumpang belakang. Ketika mobil yang dikemudikannya melewati Bar MOX, Johan sedikit menoleh memperhatikan, karena bar itu adalah milik perusahaan Bosnya.
"Eh? Bos, ada yang punya Maserati seperti milik Anda. Tunggu. Bahkan nomor platnya juga sama... Bos, apakah mobil Anda dicuri?" Johan memperlambat kecepatannya agar dapat melihat mobil itu dengan lebih jelas.
"Tidak, aku memberikannya kepada istriku." Heri menjawab dengan datar dan tanpa emosi, membuat Johan kaget dan mengira pedal gas sebagai rem. Mobil itu melaju semakin cepat. Untungnya, hal itu tidak mengakibatkan tabrakan, karena mereka berada di jalan yang lurus dan sedikit lengang.
"Bos, Anda sudah menikah?" Johan bisa merasakan bahwa dirinya bertanya dengan suara yang sangat lirih. Bagaimana bisa ia melewatkan hal yang begitu penting?
"Ya." Heri mengakuinya secara langsung. Johan tanpa sadar menatap ke langit, memeriksa apakah telah terjadi hujan darah. Bukankah Bosnya selalu membenci tunangannya. Lalu kenapa ia diam-diam menikahinya?
"Di mana kamu melihat mobil Maserati itu?" Ada yang tidak beres. Ini sudah larut malam dan wanita itu masih berada di luar rumah?
"Mobil itu saya lihat terparkir di luar bar Anda, Bar MOX."
Mobil Maybach yang awalnya berjalan lurus itu kemudian putar balik saat menemukan persimpangan, dan melaju menuju Bar MOX.
Johan memarkir mobil tepat di samping Maserati. Heri kemudian turun dari mobil, ia bersandar di pintunya dan menyalakan sebatang rokok. Ia kemudian menginstruksikan Johan untuk memperhatikan foto di surat nikah, dan mencari wanita di dalam bar itu.
Tidak lama kemudian, Johan berlari keluar, "Bos, ada sekelompok orang yang sedang berkelahi di dekat toilet. Saya melihat istri Anda ada di sana. Sepertinya ia akan... membunuh seorang pria."
"Tunjukkan tempatnya!" Heri berjalan masuk ke bar dengan sebatang rokok terjepit di bibirnya.
"Berhenti!" Suara dingin dari pria itu mengagetkan semua orang dan membuat mereka berhenti berkelahi tanpa sadar.
Mereka melihat seorang laki-laki dengan kemeja putih berdiri dengan satu tangan di saku celana, dan tangan lainnya memegang rokoknya yang tinggal setengah, cahaya remang-remang di tempat itu membuat wajahnya tidak terlihat jelas.
Ia seakan utusan malam yang gelap, misterius dan berdarah dingin, membuat orang ketakutan meskipun hanya melihatnya dari kejauhan. Semua orang yang berkerumun dan menonton perkelahian yang terjadi pun membubarkan diri, tak ada seorang pun yang berani berkomentar. Hanya musik DJ saja yang masih terdengar.
"Siapa kamu? Beraninya kamu ikut campur?" Teriak putra bungsu wakil walikota, setelah beberapa saat berusaha mengumpulkan cukup keberanian, yang akhirnya terdengar kurang mengintimidasi dibandingkan dengan yang ia lakukan sebelumnya.
"Lala, datanglah kemari." Hanya kata-kata ini yang terasa sedikit hangat di telinga semua orang.
Lala lebih merasakan ketakutan dengan hadirnya Heri di sini daripada merasa terkejut. Ia merasa mabuk, ketika ia pergi ke toilet tadi. Pertemuannya dengan Mikael membuatnya sedikit sadar, akan tetapi melihat pria ini membuat Lala sepenuhnya sadar, karena ia tahu betul pria ini membenci masalah, dan secara kebetulan ia telah mendapatkan beberapa saat ini...
Mendengar permintaan Heri, Lala pun menghampirinya secara alami. Semakin ia mendekati Heri, semakin ia merasa aman. Lala dengan patuh berdiri di samping Heri sambil memainkan jari-jari pada dua tangannya yang bertautan. Mikael dan Zulfikar tercengang melihat kejadian itu, ternganga karena tidak percaya, hingga seakan lupa dengan rasa sakit yang mereka rasakan.
Mereka belum pernah melihat Lala begitu penurut dengan perkataan seseorang.
"Bos, saya telah menghubungi Nasir Omar." Johan berkata kepada Heri dengan suara pelan, namun semua orang yang ada di situ dapat mendengar apa yang ia katakan. Nasir Omar? Sang bos mafia yang terkenal di Kota Daka? Pria ini bahkan bisa memanggil Nasir Omar kapan pun ia inginkan. Siapa ia sebenarnya?
Tak ada yang berani berbicara.
Tiga menit.
Hanya dalam tiga menit, Nasir yang saat itu mengenakan piyama, tiba di bar dengan diikuti oleh sekelompok pria yang merupakan anak buahnya.
"Bos, apa yang membuatmu datang ke sini?" Nasir berusaha merapikan piyamanya, setelah ia merasa sedikit tenang. Kemudian ia tersadar bahwa dirinya terbalik dalam mengenakan sandal.
Nasir tidak akan berani menyinggung Bosnya ini. Karena, jika bukan karena Heri, tak mungkin ia bisa menduduki posisi bos mafia di Kota Daka.
Orang-orang yang sebelumnya berkelahi masih berdiri terpaku, dan semakin merasa ketakutan dengan kehadiran Nasir di tempat itu. Siapa orang ini? Bahkan Nasir Omar memanggilnya dengan sebutan bos dan sangat menghormatinya.
Mata Heri nampak suram karena ketidaksenangan, saat mencium bau wiski dari napas Lala, kemudian ia menatap Zulfikar yang jelas terlihat dalam keadaan mabuk.
"Biarkan teman-teman Zulfikar pergi. Tapi sebelumnya, patahkan salah satu lengan mereka, dan paksa mereka keluar dari Kota Daka, kecuali Zulfikar dan Mikael. Dan untuk Zulfikar..."
"Tidak!" Semua orang mendengarkan kalimat Heri, seakan-akan itu merupakan putusan dari Raja Neraka. Ketika Heri menyebut nama Zulfikar, Lala memotongnya dan melangkah maju seakan ia berusaha melindungi anak kandungnya. Lala paham bahwa Heri marah karena ia minum dengan Zulfikar, namun ia tetap harus melindungi sahabatnya itu.
Nasir dan Johan menjadi gugup. Berani-beraninya wanita ini memotong perkataan Heri, bahkan menentangnya demi melindungi seorang pria lain. Mereka menanti untuk melihat apa yang akan diputuskan Heri terhadapnya.
Heri melirik Lala dengan tajam. Lala tersentak, "Emmm, aku yang memaksa Zulfikar untuk menemaniku ke sini. Jangan menyakitinya, atau..."
Atau apa? Mencoba tawar-menawar dengannya? Mengancamnya? Ia benar-benar cari masalah! Johan menggosok matanya, dan menatap istri Heri yang menurutnya sangat berani.
"Atau apa? Hm?" Heri mencubit dagu Lala dan menatapnya, mengirimkan peringatan melalui matanya.
"Kita pulang, oke?" Lala mencoba mengganti strategi stiknya dan menggantinya dengan wortel.
Eh. Strateginya berhasil. Melihat Heri berjalan keluar, Lala mengikutinya dengan penuh semangat.
Nasir hendak mengatakan sesuatu kepada Johan, namun ia tersedak air liurnya karena rasa terkejutnya. Oh Tuhan. Apa ia sedang bermimpi? Ia tak menyangka Heri akan menurut kepada seseorang, apalagi seorang wanita.
Johan yang terdiam segera mengatasi rasa kagetnya, dan kemudian melangkah cepat untuk mengejar Heri dan Lala yang sudah berjalan keluar dari bar.
Setelah Heri pergi, suhu ruangan itu naik dengan cepat. Nasir tersadar, ia kemudian memberikan isyarat kepada anak buahnya tentang apa yang harus mereka lakukan, dan pergi meninggalkan tempat itu. Rengekan dan tangisan minta tolong terdengar setelah itu.
Zulfikar dan Mikael hanya mampu terdiam melihat teman-temannya dipukuli, otak mereka gagal mencerna apa yang baru saja terjadi. Mereka tidak tahu sama sekali tentang pria itu, yang muncul dengan tiba-tiba dan bertingkah laku seperti iblis. Apakah ia suami Lala? Keduanya menyadari hal itu pada saat yang sama, kemudian saling memandang dengan ekspresi gugup.
Mikael paham alasan pria itu membiarkannya dan Zulfikar pergi - Zulfikar dilepaskan karena permohonan Lala, sedangkan... Dirinya, pria itu akan menyelesaikan urusan dengannya secara pribadi.
Tak lagi peduli dengan rengekan dan tangisan teman-temannya di belakang, Mikael pulang dengan tergesa-gesa untuk mencari tahu tentang pria itu.
Di Graha Kapuk.
Lala pulang bersama Heri dengan Maybach yang dikemudikan Johan. Maserati-nya, ditinggalkan di parkiran bar. Heri memejamkan mata dan beristirahat, ia tak mengucapkan sepatah kata pun dalam perjalanan pulang. Sementara Lala merasa malu untuk berbicara dengan Heri, menyadari keberadaan Johan di dalam mobil.
Sesampainya di rumah, Lala mengganti sepatunya, dan dengan tergesa-gesa pergi ke kamarnya di lantai dua, ia berlari ke kamar mandi dan muntah di toilet.