Terjebak dengan sang CEO
Penulis:RICHA SEHGAL
GenreMiliarder
Terjebak dengan sang CEO
Lala telah berusaha sangat keras untuk menghilangkan tanda-tanda hubungan seks yang tersisa di tubuhnya, namun tanda-tanda itu masih saja ada. Matanya menjadi merah karena amarah. Keperawanan yang paling berharga baginya, yang bahkan ia sembunyikan dari Mikael, telah hilang tanpa ia mengerti bagaimana hal itu bisa terjadi! Dan yang lebih buruk lagi, bisa jadi pria itu tidak menggunakan perlindungan apa pun ketika bercinta dengannya.
"Lala, kamu bukan anak berusia dua tahun lagi. Umurmu sekarang sudah 22 tahun. Lihat apa yang telah kamu lakukan! Sungguh kacau."
Bagaimana cara menjelaskan kepada Mikael nantinya? Bagaimana cara memberi tahu ayahnya bahwa ia menghabiskan sepanjang malam di luar? Ia tidak dapat menghubungi siapa pun, karena tas tangannya entah di mana, mungkin pelayan telah mengambilnya. Sungguh gadis yang malang! Saat ini yang ia inginkan hanyalah menyelesaikan mandinya dengan cepat dan pergi dari sini sesegera mungkin.
Lala merasa jauh lebih baik setelah mandi, dengan tubuhnya yang terbalut handuk, ia keluar dari kamar mandi lalu mengeringkan rambutnya dengan cepat, ia kemudian pergi meninggalkan hotel mengenakan gaun yang telah dipersiapkan oleh pria itu.
Pria itu kembali beberapa menit setelah Lala pergi, dan ia hanya menemukan kamar kosong yang sedang menantinya.
Kotak yang terbuka di atas meja samping tempat tidur menunjukkan bahwa wanita itu telah pergi. Ia melihat sekeliling dan menemukan secarik kertas di meja samping tempat tidur, bertuliskan, "Halo, Tuan Pendamping. Apa yang terjadi tadi malam adalah sebuah kesalahan. Aku harap kamu dapat mematuhi etika profesimu, dan berpura-pura tidak saling mengenal jika suatu saat kita bertemu lagi. Bahkan sebenarnya, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi! Satu hal lagi, aku berutang 3, 5 juta rupiah padamu untuk layanan tadi malam. Ingatkan aku lain kali! Sampai jumpa!"
Pendamping? 3, 5 juta rupiah? Gigolo? Ini adalah pertama kalinya Heri menjadi sangat marah dan merasa kewalahan dengan informasi yang diterimanya. Sambil meremas kertas yang dipegangnya, ia menatap sofa. Noda darah di sofa berwarna putih menunjukkan bahwa ini adalah pertama kalinya bagi wanita itu.
Namun, ia pergi dengan begitu cepat. Apakah ia mempunyai rencana yang lain di masa depan?
Terik cahaya matahari membuat Lala merasa tidak nyaman. Ia memanggil sebuah taksi di jalan, dan menghubungi Zulfikar Aziz di mobil dengan menggunakan ponsel yang dipinjamnya dari sang sopir taksi.
Zulfikar adalah sahabatnya, seorang juara balap mobil internasional berusia 24 tahun. Mereka saling mengenal satu sama lain juga lantaran memiliki kesamaan dalam hal yang disukai, yaitu balap mobil.
Dia berniat untuk kembali pada Mikael. Namun kini ketika keperawanannya telah hilang, ia tak tahu lagi harus bagaimana menghadapinya.
"Halo." Zulfikar menjawab telepon, terdengar kaku tidak seperti biasanya.
"Ini aku! Kakak perempuanmu! Ada apa denganmu?" Meski dirinya lebih muda, Lala meminta Zulfikar untuk memanggilnya dengan sebutan kakak perempuan. Zulfikar sedikit bingung ketika mendengar suara di telepon, ia memeriksa nomor yang menghubunginya dan bertanya, "Lala?"
"Ya, ini aku Lala! Aku dalam kondisi darurat. Aku kehilangan tas tanganku. Sekarang aku sedang dalam perjalanan menuju tempatmu. Tolong kamu bayar ongkosnya nanti."
"Ongkos? Sekarang kamu di mana?" Sepertinya Lala belum tahu apa yang telah terjadi hari ini.
"Kamu terdengar aneh hari ini. Aku akan sampai di tempatmu dalam sepuluh menit. Tunggu aku di tepi jalan. Kita akan membicarakannya nanti."
Setelah selesai, Lala mengembalikan ponsel yang dipinjamnya serta tak lupa menyampaikan terima kasihnya kepada sang sopir taksi, kemudian ia memberi tahu alamat tujuannya dan bersandar di kursi untuk beristirahat.
Sang sopir menyalakan radio. "... presiden telah diberhentikan. Semua saham kepemilikannya telah dialihkan kepada orang lain sejak dua bulan yang lalu. Hal ini dapat diartikan bahwa kariernya yang gemilang telah berakhir. Saat ini wartawan sedang dalam perjalanan. Ikuti terus. Terima kasih."
Saat ini Lala masih sibuk memikirkan apa yang telah terjadi tadi malam. Karenanya ia sama sekali tidak mendengar apa yang sedang disiarkan di radio.
Setelah beberapa menit taksi pun menepi. Mengetahui bahwa Lala telah sampai, Zulfikar dengan rambut pendeknya yang berwarna merah segera menutup telepon dari pacarnya dan turun untuk menemui Lala. Ia membayar ongkos taksi yang ditumpangi Lala kemudian dengan teliti mengamati ekspresi temannya itu, ia tidak menemukan hal yang ganjil selain wajah Lala yang tampak kelelahan.
Jelas sekali, Lala belum tahu tentang berita itu. "Apa kamu tidak pulang tadi malam?"
"Bagaimana kamu bisa tahu?" Reaksi Lala yang berlebihan atas pertanyaan sepele itu membuat Zulfikar khawatir bahwa Lala mungkin telah mengetahui sesuatu.
"Kamu tidak pulang, kan?" Zulfikar memegang tangan Lala dan menariknya untuk bergegas ke arah lift dengan tergesa-gesa. Lala pun mengikutinya dengan kebingungan, karena menurutnya Zulfikar bertingkah sangat aneh hari ini.
"Ada satu hal yang perlu kuberitahukan padamu.. Te... Tetap tenang, oke?" Cepat atau lambat ia akan tahu tentang berita itu. Saat ini yang terpenting adalah untuk membuatnya tetap tenang.
"Lala, aku akan menunjukkan sebuah video kepadamu. Aku minta kamu tetap tenang, oke?" Zulfikar kembali mengulangi permintaannya itu dengan lebih serius ketika mereka sudah memasuki apartemen.
"Zulfikar, video apa yang ingin kamu tunjukkan kepadaku, kenapa kamu jadi begitu serius? Zulfikar biasanya bersikap santai. Sangat jarang ia bersikap serius seperti sekarang ini.
Apakah pria itu memposting video kejadian tadi malam secara online? Apa-apaan! Betapa menyedihkan!
"Aku sama sekali tidak mengetahui apa yang telah terjadi tadi malam. Bagaimana bisa..." Lala menatap Zulfikar dengan wajah sedih. Hilangnya keperawanannya mungkin kini sedang menjadi topik hangat di seluruh penjuru kota. Ini sangat memalukan! Berbagai imajinasi dan bayangan buruk membanjiri benak Lala.
Zulfikar menggandengnya ke arah komputer dan kemudian memutarkan video yang telah ditontonnya berulang kali. Video itu menampakkan kerumunan wartawan dengan mikrofon di tangan mereka.
Berdasarkan latar belakang yang ditampilkan, video itu tidak diambil di hotel, hal ini membuyarkan imajinasinya dan membuatnya merasa sedikit lega. Oke, rupanya... Ini adalah alarm palsu. Tidak. Tunggu! Video itu menampilkan perusahaan ayahnya. Apa para wartawan mengganggu ayahnya dengan kejadian tadi malam?
"Halo, para pemirsa. Saya Adila Lutfi dari kantor berita Kota Daka. Saya mendapatkan informasi bahwa Chairil Setiawan, sang presiden dari Grup Setiawan telah melakukan penyuapan, penggelapan dana publik, penjualan saham, dan pencucian uang. Sekarang mari ikuti saya untuk memeriksa kebenarannya."
Ayah? Penyuapan? Penggelapan dana publik? Penjualan saham? Pencucian uang? "Tidak masuk akal. Itu jelas tidak mungkin." "Ayah adalah orang yang jujur, lurus, transparan dan terus terang. Tidak mungkin ayah melakukan itu semua!" pikir Lala.
"Tenanglah. Video ini belum selesai." ucap Zulfikar berusaha menenangkannya. Akan tetapi lanjutan video itu bahkan lebih buruk.
"Pemirsa! Saat ini manajemen senior sedang mengadakan pertemuan. Kami dapat mendengar perdebatan sengit yang terjadi di ruang pertemuan dari waktu ke waktu. Jelas sekali bahwa pertemuan ini tidak berjalan dengan baik."
Kemudian video menampakkan pintu ruang pertemuan yang dibuka dari dalam dan beberapa manajemen senior yang Lala kenal, serta beberapa pemegang saham utama yang belum pernah Lala temui sebelumnya keluar dari ruangan, diikuti oleh Mikael, manajer umum Grup Setiawan, dan Yakub Gabian, wakil presiden Grup Setiawan. Lala tidak melihat Chairil di antara mereka.
"Sangat disayangkan, dengan ini kami mengumumkan pengunduran diri Tuan Setiawan. Mulai detik ini saya yang akan mengambil alih tugas-tugasnya. Saya sangat berterima kasih atas dukungan yang Anda berikan. Terima kasih!" Yakub, wakil presiden Grup Setiawan, mengumumkan kepada media dengan wajah kemerahan.
Video kemudian menampilkan tanya jawab antara media dengan perwakilan Grup Setiawan. Lala tiba-tiba merasa kosong. Ayahnya telah mencurahkan seluruh energinya untuk membangun Grup Setiawan selama beberapa dekade. Lalu tiba-tiba Grup Setiawan beralih menjadi milik Om Gabian? Om gabian merupakan sahabat baik ayah, Mikael dan Lala tumbuh besar bersama dan keduanya menjadi sepasang kekasih. Pada saat itu, Lala tidak dapat menahan diri untuk tidak curiga terhadap keduanya.
"Antar aku ke Grup Setiawan." ucap Lala dengan lembut setelah beberapa saat.
Zulfikar kemudian mematikan komputernya tanpa komentar sedikit pun, ia pergi ke garasi parkir bawah tanah dengan kunci motornya lalu mengantar Lala pergi ke Grup Setiawan.
Saat itu adalah pertengahan musim panas. Ketika mereka sampai di Grup Setiawan, Lala merasa sangat gerah karena teriknya matahari. Cuaca yang panas membuatnya sangat mudah emosi.
Setelah memasuki aula Grup Setiawan, ia merasa lebih baik karena dikelilingi oleh udara yang sejuk.