icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 8
Mal Pulau Biru
Jumlah Kata:1286    |    Dirilis Pada: 13/10/2021

Suhu ruangan seakan memanas, dan suasana romantis menyebar di sekeliling Heri dan Lala.

Tunggu! Apa ia benar-benar serius? Lala merasa takut dan tersadar, tak seharusnya ia menentang Heri...

Ia tak mampu membantah maupun menolak ketika Heri mencium bibirnya. Kedua tangannya ditahan oleh tangan Heri dengan kuat di atas kepalanya. Ia hanya mampu menggelengkan kepala dengan cemas sebagai tanda protesnya.

Tetapi apa pun yang dilakukannya tak dihiraukan oleh Heri. Lala begitu ketakutan hingga ia bersumpah dalam hatinya, bahwa ia akan bersikap lebih baik di masa depan.

Apa sudah terlambat?

Lala berada dalam pengaruh obat ketika pertama kali berhubungan seks dengan Heri, sehingga dirinya sama sekali tidak mengetahui ataupun mengingat apa yang terjadi. Namun saat ini ia dalam kondisi sadar, meskipun baru saja minum dua gelas anggur. Apa yang bisa ia lakukan? Apa yang seharusnya ia lakukan? Sementara Lala sibuk memikirkan apa yang harus dilakukannya, pria itu mulai membelainya dengan lembut.

Ia merasa nyeri, dan tanpa sadar menggigit bibir Heri hingga berdarah. Bau darah menyebar di antara mulut mereka yang sedang berciuman.

"Kamu telah membuatku marah. Saat di hotel, kamulah yang lebih dulu menggodaku. Dan kamu menyebutku Tuan Pendamping? Dan 3, 5 juta rupiah? Dan kamu juga berani memukul kepalaku? Lala, kamu berhutang banyak padaku! Sekarang waktunya kamu membayarnya kembali."

Heri berbisik dengan suara serak di telinga Lala, tanpa memperdulikan darah yang mengalir di bibirnya.

Wanita ini tak hanya memaksanya untuk menghadapi sikapnya yang keras kepala dan arogan, tapi juga sikapnya yang pemarah dan emosional.

Apakah wanita ini pikir dirinya akan diam begitu saja?

"Aku memang salah. Maafkan aku. Tolong lepaskan aku!" Terlambat! Setiap orang harus membayar atas perbuatannya, cepat atau lambat. Sesungguhnya ini semua bukanlah kesalahan Lala semata, ini semua berawal dari kesalahpahaman belaka, panggilan itu, bahkan pukulan itu.

"Sudah terlambat!"

Yang terdengar dari peristiwa di kamar mandi hanyalah suara terengah-engah dan permohonan belas kasihan dari Lala pada akhirnya.

"Binatang!" maki Lala kepadanya sesaat sebelum mereka terlelap menjelang fajar. Heri akan selalu mengingat makian itu.

-----

Awalnya mereka berencana untuk mengurus surat nikah pagi ini. Namun sepertinya rencana itu mengalami perubahan, karena Lala baru bangun pada jam 2 siang, dan menemukan pria itu tak di sisinya.

Meskipun tubuhnya terasa lelah, ia bangun dan mandi. Tanda bekas memar hubungan seksual yang tersisa di tubuhnya membuatnya berpikir, apakah pria yang akan dinikahinya adalah seekor binatang buas.

Keragu-raguan akan pernikahan menyelinap di hatinya. Akan tetapi akal sehatnya membantah, mempertimbangkan bahwa mereka telah tidur bersama sebanyak dua kali, sudah sepatutnya ia menikahi pria itu. Setidaknya pernikahan itu akan menjadi dasar hukum bagi hubungan yang sedang mereka jalani. Bukan masalah besar baginya untuk patuh terhadap pria itu. Karena jika tidak, dirinya seakan hanyalah seorang wanita simpanan yang dipenuhi segala kebutuhannya, tanpa hubungan resmi yang sah.

Wanita simpanan? Neneknya akan mengulitinya hidup-hidup jika ia tahu cucunya menjadi seorang wanita simpanan. "Nenek, ayah, ibu, aku sangat merindukan kalian."

Telah membulatkan keputusannya, Lala menyelesaikan mandinya dengan segera, berpakaian, dan dengan tergesa-gesa menghabiskan makanan yang telah dipanaskan kembali oleh Bibi Jana. Ia kemudian menarik Heri, yang tengah sibuk menangani urusan bisnisnya, dan mengajaknya ke Biro Catatan Sipil.

"Kenapa kamu begitu terburu-buru?" Heri terkejut dan bertanya-tanya, apa yang telah mengubah pikirannya.

"Aku terburu-buru karena... Bagaimana jika Biro Catatan Sipil keburu tutup?" Ia mengarang alasan.

Heri melirik tanda yang ia tinggalkan di lehernya tadi malam, dan menggodanya, membuat Lala benar-benar ingin mencekiknya, memotongnya dan melemparkannya ke laut agar dimakan hiu.

"Apakah kamu begitu puas dengan apa yang kita lakukan tadi malam, sehingga kamu menginginkannya lagi setiap harinya di masa depan?"

Berhubungan seks denganmu? Pergilah ke neraka!

Lala mencoba untuk tetap tenang dan elegan, ia duduk tegak di dalam mobil dan mengeraskan kepalan tangannya, berusaha mengabaikan apa pun yang dikatakan oleh pria di sampingnya.

"Jika kamu diam saja, maka aku akan menganggapnya sebagai iya."

Heri tersenyum, ia dapat melihat kerasnya kepalan tangan Lala.

Sebelum pergi ke Biro, Heri membawa Lala mampir ke rumah Keluarga Setiawan dengan Maybach hitamnya. Lala tercengang ketika ia melihat Heri merobek selembar kertas yang menjadi tanda bahwa rumah itu disegel, membuka gerbang dan berjalan menuju rumah.

"Kenapa... kenapa... bagaimana bisa kamu memiliki kunci rumah ini?" Rumah ini seharusnya telah dijual melalui lelang. Untuk memperoleh kuncinya tentu bukan hal yang mudah. Bagaimana ia bisa membuka gerbang dan memasukinya?

"Pergi dan ambillah lembar kartu keluarga milikmu. Jangan lama-lama." Tragedi yang menimpa Lala terjadi dengan begitu cepat, banyak barangnya yang masih tertinggal di rumah ini.

Lala memasuki rumahnya dengan perlahan. Dulu rumah ini sangat ceria dan hangat, namun kini terasa sepi dan dingin. Berusaha menahan kenangan yang muncul dan tangis di matanya, Lala naik ke lantai dua dan pergi ke ruang kerja ayahnya, ia menemukan lembar kartu keluarganya di laci meja ayahnya. Sebelum meninggalkan rumah itu, Lala sempat pergi ke kamarnya, kamar ayahnya dan kamar neneknya, sekedar ingin bernostalgia dengan kenangan di dalamnya. Segala sesuatunya masih sama, tak ada yang berubah. Satu-satunya perubahan yang terjadi adalah, orang-orang yang dulu menempatinya tak lagi ada di sana.

Lala menyeka air matanya, dan turun ke lantai bawah. Ia merasa sangat berterima kasih kepada pria yang saat ini sedang berdiri di depan pintu rumah itu. Berkat pria itu, saat ini ia dapat melihat lagi rumahnya yang dulu.

"Aku akan membeli rumah ini setelah aku memiliki cukup uang!" janji Lala pada dirinya sendiri.

Biro hampir mendekati jam tutup layanannya ketika mereka sampai di sana. Hampir tak ada satu pun dari petugas Biro yang mengenal Heri, karena ia baru saja kembali dari luar negeri dan belum secara resmi mengambil alih grup perusahaan yang dipimpinnya. Mereka berdua mendapatkan surat pernikahan dengan lancar, dan segera pergi dari Biro dengan tenang.

Setelahnya, mereka berdua pun makan malam di restoran, Heri membelikan sebuah ponsel baru untuk Lala, lalu mengajaknya untuk pergi ke Mal Pulau Biru untuk sedikit berbelanja. Mereka turun dari mobil, dan langsung naik lift ke area penjualan berlian yang terletak di lantai 8.

Mal Pulau Biru ditata dengan baik dan rapi, dengan puluhan merek menempati ratusan meter persegi di setiap lantainya - supermarket berada di lantai bawah tanah, perhiasan di lantai satu, produk perawatan kulit dan kosmetik di lantai dua, pakaian dan tas wanita di lantai tiga, pakaian pria di lantai empat, perlengkapan rumah tangga di lantai lima, perlengkapan outdoor di lantai enam, minuman beralkohol di lantai tujuh, dan berlian di lantai delapan.

Setiap pramuniaga yang ada mengenakan seragam dan bersikap sopan, tampak rapi dan berpendidikan. Mal ini merupakan salah satu tempat favorit Lala untuk belanja dan cuci mata.

Ia sempat membeli beberapa perhiasan berlian sebagai hadiah untuk temannya dan juga dirinya sendiri di Mal ini.

Hadirnya Heri di lantai delapan membuat para pramuniaga toko-toko berlian menjadi sangat bersemangat. Ia terlihat sangat tampan! Penampilannya menunjukkan bahwa uang bukanlah masalah baginya. Oleh sebab itu para pramuniaga berebut melayani keduanya.

Lala masih belum paham alasan Heri membawanya ke tempat ini. Apakah Heri akan membelikannya cincin pernikahan? Sepertinya tidak mungkin. Karena meskipun sekarang mereka adalah suami istri, namun keduanya tahu ini semua bukan berdasarkan perasaan cinta. Mereka berdua menginginkan sesuatu dari pernikahan ini, akan tetapi, ia masih belum dapat memahami apa yang diinginkan oleh Heri.

Apa ini semua karena malam pertama yang mereka habiskan bersama di hotel, seperti yang Heri katakan sebelumnya? Lala tidak bodoh. Jika Heri tidak memberitahukan keinginannya, ia tidak akan menanyakannya. Ia tak punya apa pun untuk dirugikan saat ini. Satu-satunya cara Lala dapat membalas kebaikan Heri adalah dengan tubuhnya...

Namun ini tidak dapat dijadikan alasan kuat bagi semua kebaikan yang telah Heri lakukan, dengan kemampuannya, ia bisa mendapatkan wanita mana pun yang ia inginkan. Lala sadar dirinya cantik. Namun, di luar sana masih banyak wanita yang lebih cantik, lebih anggun, lebih kaya dan lebih lembut dari dirinya.

"Datanglah kemari. Apa kamu menyukai ini?" pertanyaan Heri menyela benaknya yang mengembara ke sana kemari. Lala menata pikirannya dan berjalan menghampiri Heri yang sedang berdiri di depan sebuah toko.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Tolong Selamatkan Aku2 Bab 2 Hal Yang Paling Berharga3 Bab 3 Gabian Tiga Detik4 Bab 4 Aku Suamimu5 Bab 5 Aku Bisa Membantumu Balas Dendam6 Bab 6 Memiliki Aku Sudah Cukup Bagimu7 Bab 7 Tak Ada Lagi Tangisan di Masa Depan8 Bab 8 Mal Pulau Biru9 Bab 9 Berlian Merah10 Bab 10 Kamu Harus Mengalah Padaku11 Bab 11 Menikahi Seorang Pria Tua12 Bab 12 Menjadi Wanita Simpananmu13 Bab 13 Suami Lala14 Bab 14 Hari Pertama Bekerja15 Bab 15 Kakak Sepupu Perempuan Sarah16 Bab 16 Pria di Kursi Belakang17 Bab 17 Kamu Habis Minum18 Bab 18 Berhasil Diceraikan19 Bab 19 Malam Yang Sepi20 Bab 20 Menerobos Lampu Merah21 Bab 21 Tiga Pria22 Bab 22 Aku Sudah Menoleransimu Selama Dua Hari23 Bab 23 Sang CEO Juga Memiliki Idola24 Bab 24 Nyonya Nasution Melarikan Diri Dengan Mobil25 Bab 25 Empat Mobil Polisi Rusak Berat26 Bab 26 Aku Pasti Akan Menuntut Wanita Itu27 Bab 27 Melecehkan Gadis Cantik28 Bab 28 Pria yang Sangat Tampan29 Bab 29 Pria di Puncak Kekuasaan30 Bab 30 Bos Nasution, Anda Luar Biasa31 Bab 31 Senyum Kekanakan32 Bab 32 Tidak Tahu33 Bab 33 Wanita Jalang34 Bab 34 Mengandalkan Suaminya35 Bab 35 Tidak Akan Melepaskannya Begitu Saja36 Bab 36 Mengatur Pekerjaan Untukmu37 Bab 37 Bertemu Ibu Heri untuk Pertama Kalinya38 Bab 38 Seorang Gelandangan39 Bab 39 Aku Bukan Ibumu40 Bab 40 Tunggu dan Lihat41 Bab 41 Ibu Mertua Membuat Keributan di Perusahaan42 Bab 42 Sayang, Maafkan Aku43 Bab 43 Tamara Menolaknya44 Bab 44 Kejutan Berubah Menjadi Ketakutan45 Bab 45 Kartika Maharani46 Bab 46 Aku Kartika Maharani, Tunangan Heri47 Bab 47 Tak Pulang48 Bab 48 Kamu Mendapatkan Izinku49 Bab 49 Aku Akan Mengantarmu Pulang Sekarang50 Bab 50 Tolong Jangan Salah Paham51 Bab 51 Suara Keras Sebuah Tamparan52 Bab 52 Istriku yang Sah53 Bab 53 Pergi Denganku54 Bab 54 Beraninya Kamu Memukulku55 Bab 55 Nakula56 Bab 56 Dompet Berwarna Coklat57 Bab 57 Kucingmu Mati58 Bab 58 Meja Laboratorium Berantakan59 Bab 59 Keluar dari Rumahku60 Bab 60 Kehancuran di setiap Kamar yang Ditempati Kartika.61 Bab 61 Tuan Presiden62 Bab 62 Postingan Lala Menjadi Viral di Opini Publik.63 Bab 63 Virus N7d964 Bab 64 Kamu Membunuhnya65 Bab 65 Operasi Aborsi66 Bab 66 Berkati Diriku dengan Kebahagiaan67 Bab 67 Yosep Andino68 Bab 68 Apa Kamu Sudah Gila69 Bab 69 Kamu Kotor70 Bab 70 Berhubungan dengan Tuan Presiden71 Bab 71 Pertarungan Dimulai72 Bab 72 Aku Merestui Kalian73 Bab 73 Menjadikannya Terkenal dengan Cara Apa Pun74 Bab 74 Melempar Uang ke Wajah Heri75 Bab 75 Menjadi Hit76 Bab 76 Pria yang Diam-diam Dirindukannya77 Bab 77 Bukan Aku78 Bab 78 Aku Akan Pergi ke Neraka79 Bab 79 Semua yang Ia Butuhkan untuk Mengakhiri Segalanya80 Bab 80 Tidak Menginginkan Apa-Apa81 Bab 81 Cantik Tiada Tara82 Bab 82 Memamerkan Cinta di Depan Umum83 Bab 83 Menanggap Satu Sama Lain Sebagai Orang Asing.84 Bab 84 Dapatkah Saya Membantu Anda 85 Bab 85 Keluar86 Bab 86 Menebus Dosamu87 Bab 87 Keluar dari Kamarku88 Bab 88 Pesta Penutupan89 Bab 89 Melarang Lala Setiawan Di Dunia Hiburan90 Bab 90 Membatalkan Kontrak91 Bab 91 Harus Ada Penjelasan92 Bab 92 Mendidih Dengan Amarah93 Bab 93 Seseorang yang Bertekad untuk Pergi94 Bab 94 Masa Lalu Biarlah Berlalu95 Bab 95 Ini Rahasia96 Bab 96 Kilat di Wajan97 Bab 97 Maaf, Aku Tidak Bisa Minum98 Bab 98 Selamat Datang Bos Nasution99 Bab 99 Bos Nasution, Tolong Berperilaku yang Sopan100 Bab 100 Nona Andino, Tolong Perhatikan Sikapmu!