Terjebak dengan sang CEO
Penulis:RICHA SEHGAL
GenreMiliarder
Terjebak dengan sang CEO
Suhu ruangan seakan memanas, dan suasana romantis menyebar di sekeliling Heri dan Lala.
Tunggu! Apa ia benar-benar serius? Lala merasa takut dan tersadar, tak seharusnya ia menentang Heri...
Ia tak mampu membantah maupun menolak ketika Heri mencium bibirnya. Kedua tangannya ditahan oleh tangan Heri dengan kuat di atas kepalanya. Ia hanya mampu menggelengkan kepala dengan cemas sebagai tanda protesnya.
Tetapi apa pun yang dilakukannya tak dihiraukan oleh Heri. Lala begitu ketakutan hingga ia bersumpah dalam hatinya, bahwa ia akan bersikap lebih baik di masa depan.
Apa sudah terlambat?
Lala berada dalam pengaruh obat ketika pertama kali berhubungan seks dengan Heri, sehingga dirinya sama sekali tidak mengetahui ataupun mengingat apa yang terjadi. Namun saat ini ia dalam kondisi sadar, meskipun baru saja minum dua gelas anggur. Apa yang bisa ia lakukan? Apa yang seharusnya ia lakukan? Sementara Lala sibuk memikirkan apa yang harus dilakukannya, pria itu mulai membelainya dengan lembut.
Ia merasa nyeri, dan tanpa sadar menggigit bibir Heri hingga berdarah. Bau darah menyebar di antara mulut mereka yang sedang berciuman.
"Kamu telah membuatku marah. Saat di hotel, kamulah yang lebih dulu menggodaku. Dan kamu menyebutku Tuan Pendamping? Dan 3, 5 juta rupiah? Dan kamu juga berani memukul kepalaku? Lala, kamu berhutang banyak padaku! Sekarang waktunya kamu membayarnya kembali."
Heri berbisik dengan suara serak di telinga Lala, tanpa memperdulikan darah yang mengalir di bibirnya.
Wanita ini tak hanya memaksanya untuk menghadapi sikapnya yang keras kepala dan arogan, tapi juga sikapnya yang pemarah dan emosional.
Apakah wanita ini pikir dirinya akan diam begitu saja?
"Aku memang salah. Maafkan aku. Tolong lepaskan aku!" Terlambat! Setiap orang harus membayar atas perbuatannya, cepat atau lambat. Sesungguhnya ini semua bukanlah kesalahan Lala semata, ini semua berawal dari kesalahpahaman belaka, panggilan itu, bahkan pukulan itu.
"Sudah terlambat!"
Yang terdengar dari peristiwa di kamar mandi hanyalah suara terengah-engah dan permohonan belas kasihan dari Lala pada akhirnya.
"Binatang!" maki Lala kepadanya sesaat sebelum mereka terlelap menjelang fajar. Heri akan selalu mengingat makian itu.
-----
Awalnya mereka berencana untuk mengurus surat nikah pagi ini. Namun sepertinya rencana itu mengalami perubahan, karena Lala baru bangun pada jam 2 siang, dan menemukan pria itu tak di sisinya.
Meskipun tubuhnya terasa lelah, ia bangun dan mandi. Tanda bekas memar hubungan seksual yang tersisa di tubuhnya membuatnya berpikir, apakah pria yang akan dinikahinya adalah seekor binatang buas.
Keragu-raguan akan pernikahan menyelinap di hatinya. Akan tetapi akal sehatnya membantah, mempertimbangkan bahwa mereka telah tidur bersama sebanyak dua kali, sudah sepatutnya ia menikahi pria itu. Setidaknya pernikahan itu akan menjadi dasar hukum bagi hubungan yang sedang mereka jalani. Bukan masalah besar baginya untuk patuh terhadap pria itu. Karena jika tidak, dirinya seakan hanyalah seorang wanita simpanan yang dipenuhi segala kebutuhannya, tanpa hubungan resmi yang sah.
Wanita simpanan? Neneknya akan mengulitinya hidup-hidup jika ia tahu cucunya menjadi seorang wanita simpanan. "Nenek, ayah, ibu, aku sangat merindukan kalian."
Telah membulatkan keputusannya, Lala menyelesaikan mandinya dengan segera, berpakaian, dan dengan tergesa-gesa menghabiskan makanan yang telah dipanaskan kembali oleh Bibi Jana. Ia kemudian menarik Heri, yang tengah sibuk menangani urusan bisnisnya, dan mengajaknya ke Biro Catatan Sipil.
"Kenapa kamu begitu terburu-buru?" Heri terkejut dan bertanya-tanya, apa yang telah mengubah pikirannya.
"Aku terburu-buru karena... Bagaimana jika Biro Catatan Sipil keburu tutup?" Ia mengarang alasan.
Heri melirik tanda yang ia tinggalkan di lehernya tadi malam, dan menggodanya, membuat Lala benar-benar ingin mencekiknya, memotongnya dan melemparkannya ke laut agar dimakan hiu.
"Apakah kamu begitu puas dengan apa yang kita lakukan tadi malam, sehingga kamu menginginkannya lagi setiap harinya di masa depan?"
Berhubungan seks denganmu? Pergilah ke neraka!
Lala mencoba untuk tetap tenang dan elegan, ia duduk tegak di dalam mobil dan mengeraskan kepalan tangannya, berusaha mengabaikan apa pun yang dikatakan oleh pria di sampingnya.
"Jika kamu diam saja, maka aku akan menganggapnya sebagai iya."
Heri tersenyum, ia dapat melihat kerasnya kepalan tangan Lala.
Sebelum pergi ke Biro, Heri membawa Lala mampir ke rumah Keluarga Setiawan dengan Maybach hitamnya. Lala tercengang ketika ia melihat Heri merobek selembar kertas yang menjadi tanda bahwa rumah itu disegel, membuka gerbang dan berjalan menuju rumah.
"Kenapa... kenapa... bagaimana bisa kamu memiliki kunci rumah ini?" Rumah ini seharusnya telah dijual melalui lelang. Untuk memperoleh kuncinya tentu bukan hal yang mudah. Bagaimana ia bisa membuka gerbang dan memasukinya?
"Pergi dan ambillah lembar kartu keluarga milikmu. Jangan lama-lama." Tragedi yang menimpa Lala terjadi dengan begitu cepat, banyak barangnya yang masih tertinggal di rumah ini.
Lala memasuki rumahnya dengan perlahan. Dulu rumah ini sangat ceria dan hangat, namun kini terasa sepi dan dingin. Berusaha menahan kenangan yang muncul dan tangis di matanya, Lala naik ke lantai dua dan pergi ke ruang kerja ayahnya, ia menemukan lembar kartu keluarganya di laci meja ayahnya. Sebelum meninggalkan rumah itu, Lala sempat pergi ke kamarnya, kamar ayahnya dan kamar neneknya, sekedar ingin bernostalgia dengan kenangan di dalamnya. Segala sesuatunya masih sama, tak ada yang berubah. Satu-satunya perubahan yang terjadi adalah, orang-orang yang dulu menempatinya tak lagi ada di sana.
Lala menyeka air matanya, dan turun ke lantai bawah. Ia merasa sangat berterima kasih kepada pria yang saat ini sedang berdiri di depan pintu rumah itu. Berkat pria itu, saat ini ia dapat melihat lagi rumahnya yang dulu.
"Aku akan membeli rumah ini setelah aku memiliki cukup uang!" janji Lala pada dirinya sendiri.
Biro hampir mendekati jam tutup layanannya ketika mereka sampai di sana. Hampir tak ada satu pun dari petugas Biro yang mengenal Heri, karena ia baru saja kembali dari luar negeri dan belum secara resmi mengambil alih grup perusahaan yang dipimpinnya. Mereka berdua mendapatkan surat pernikahan dengan lancar, dan segera pergi dari Biro dengan tenang.
Setelahnya, mereka berdua pun makan malam di restoran, Heri membelikan sebuah ponsel baru untuk Lala, lalu mengajaknya untuk pergi ke Mal Pulau Biru untuk sedikit berbelanja. Mereka turun dari mobil, dan langsung naik lift ke area penjualan berlian yang terletak di lantai 8.
Mal Pulau Biru ditata dengan baik dan rapi, dengan puluhan merek menempati ratusan meter persegi di setiap lantainya - supermarket berada di lantai bawah tanah, perhiasan di lantai satu, produk perawatan kulit dan kosmetik di lantai dua, pakaian dan tas wanita di lantai tiga, pakaian pria di lantai empat, perlengkapan rumah tangga di lantai lima, perlengkapan outdoor di lantai enam, minuman beralkohol di lantai tujuh, dan berlian di lantai delapan.
Setiap pramuniaga yang ada mengenakan seragam dan bersikap sopan, tampak rapi dan berpendidikan. Mal ini merupakan salah satu tempat favorit Lala untuk belanja dan cuci mata.
Ia sempat membeli beberapa perhiasan berlian sebagai hadiah untuk temannya dan juga dirinya sendiri di Mal ini.
Hadirnya Heri di lantai delapan membuat para pramuniaga toko-toko berlian menjadi sangat bersemangat. Ia terlihat sangat tampan! Penampilannya menunjukkan bahwa uang bukanlah masalah baginya. Oleh sebab itu para pramuniaga berebut melayani keduanya.
Lala masih belum paham alasan Heri membawanya ke tempat ini. Apakah Heri akan membelikannya cincin pernikahan? Sepertinya tidak mungkin. Karena meskipun sekarang mereka adalah suami istri, namun keduanya tahu ini semua bukan berdasarkan perasaan cinta. Mereka berdua menginginkan sesuatu dari pernikahan ini, akan tetapi, ia masih belum dapat memahami apa yang diinginkan oleh Heri.
Apa ini semua karena malam pertama yang mereka habiskan bersama di hotel, seperti yang Heri katakan sebelumnya? Lala tidak bodoh. Jika Heri tidak memberitahukan keinginannya, ia tidak akan menanyakannya. Ia tak punya apa pun untuk dirugikan saat ini. Satu-satunya cara Lala dapat membalas kebaikan Heri adalah dengan tubuhnya...
Namun ini tidak dapat dijadikan alasan kuat bagi semua kebaikan yang telah Heri lakukan, dengan kemampuannya, ia bisa mendapatkan wanita mana pun yang ia inginkan. Lala sadar dirinya cantik. Namun, di luar sana masih banyak wanita yang lebih cantik, lebih anggun, lebih kaya dan lebih lembut dari dirinya.
"Datanglah kemari. Apa kamu menyukai ini?" pertanyaan Heri menyela benaknya yang mengembara ke sana kemari. Lala menata pikirannya dan berjalan menghampiri Heri yang sedang berdiri di depan sebuah toko.