Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Birahi Anak Tiri

Birahi Anak Tiri

Fajar Merona

5.0
Komentar
1.2M
Penayangan
405
Bab

Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.

Bab 1 Birahi 1

POV SAM

Aku masih ingat benar, setahun setelah Ibuku meninggal, Papa menikah lagi dengan seorang janda muda beranak dua. Jadi keadaannya seimbang, karena saat itu Papa pun punya anak dua, aku dan adiku, Fardan. Gilanya lagi, Papa membawa dua anak cowok, sementara Ibu tiriku membawa dua anak cewek.

Waktu Papa menikah itu, usianya baru 43 tahun. Sementara ibu tiriku berusia 32 tahun. Tapi anehnya, saudara-saudara tiriku itu usianya lebih tua dariku. Pada saat Papa menikah lagi, usiaku baru 10 tahun, sedangkan Fardan baru berusia 9 tahun.

Tapi saudara-saudara tiriku lebih tua, dua dan tiga tahun dariku. Mbak Ayu berusia 12 tahun dan Mbak Ita berusia 11 tahun. Karena itu aku dan Fardan memanggil mereka Mbak.

Belakangan aku tahu bahwa Papa menikah dengan almarhumah ibuku waktu usianya sudah 32 tahun. Kemudian aku lahir pada saat usia Papa sudah 33 tahun. Setahun kemudian Fardan pun lahir.

Sedangkan ibu tiriku yang biasa kusebut Mama itu menikah waktu usianya baru 19 tahun. Lalu waktu Mama berusia 20 tahun lahirlah Mbak Ayu. Setahun kemudian lahir pula Mbak Ita.

Suasana di rumah kami jadi hangat setelah aku punya ibu tiri yang ternyata sangat baik. Beliau memperlakukan aku dan Fardan seperti anak kandungnya sendiri. Begitu pun Papa, memperlakukan Mbak Ayu dan Mbak Ita seperti anak kandungnya sendiri.

Sehingga orang yang belum tahu seluk beluk keluarga kami, pastilah menganggap aku dan Fardan itu anak kandung Mama. Mereka juga pasti mengira Mbak Ayu dan Mbak Ita itu anak kandung Papa.

Mungkin di antara Papa dengan Mama dahulu sudah sepakat, bahwa mereka akan saling menitipkan anak-anak yang akan diperlakukan secara adil dan penuh kasih sayang.

Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun berganti tahun berjalan terus dengan cepatnya. Kami semua hidup dalam suasana damai. Tak pernah ada keributan yang berarti, karena aku, Fardan dan kedua kakak tiri ku suka saling mengalah.

Tanpa terasa waktu berlalu, kami berempat sudah jadi mahasiswa-mahasiswi. Mbak Ayu sudah semester akhir, tinggal menunggu skripsi. Mbak Ita sudah semester lima, Fardan baru semester pertama, sementara aku sudah semester tiga.

Rumah kami pun sudah diperbesar. Kamarnya jadi ada 4. Anak-anak Papa dan Mama mendapat kamar masing-masing.

Sementara itu, Papa membangun pavilyun yang terpisah dari rumah utama. Di pavilyun itulah tempat Papa dan Mama.

Mungkin Papa dan Mama sengaja ingin menempati pavilyun itu agar tidak terasa berisik oleh suara kami berempat, yang terkadang memang mengeluarkan suara keras. Selain daripada itu, mungkin juga Papa ingin melatih kemandirian kami berempat dengan memberikan kebebasan menempati rumah utama.

Di rumah utama, kamar paling depan dipakai oleh Fardan, agar rumah kami ada perisai di setiap bagian krusial. Jadi Fardan ditempatkan di kamar paling depan, hitung-hitung ada penjaga keamanan di rumah kami. Di samping kamar Fardan adalah kamar Mbak Ita.

Aku dan Mbak Ayu ditempatkan di lantai dua. Kamarku yang paling depan, sementara kamar Mbak Ayu di bagian dalam, terhalang oleh ruang belajar. Di ruang belajar itu aku dan Mbak Ayu sering belajar bareng. Tapi tentu saja kami menekuni jenis ilmu yang berbeda, karena kami berlainan fakultas.

Yang menyenangkan belajar dengan Mbak Ayu itu, adalah seringnya dia membuatkan minuman dan makanan ringan untukku. Minumannya terkadang teh manis atau kopi susu, terkadang black coffee saja. Makanan ringannya, terkadang bawan, pisang goreng atau french fries.

Setelah selesai belajar, kami suka ngobrol ke barat ke timur. Bahkan sering juga Mbak Ayu nonton bokep koleksiku yang selalu tersimpan di flashdisk, lalu diputar di laptopnya. Namun aku hanya berani menyimpan 1-2 film bokep di flasdisk itu, lalu didelete kalau sudah bosan menontonnya.

Tapi yang satu itu tentunya secara rahasia. Bahkan sering Mbak Ayu meminjam flashdisk berisi bokep itu, untuk ditonton di dalam kamarnya. Dengan suara yang didengarnya lewat earphone.

Bukan cuma menontonnya, Mbak Ayu juga sering mengajak aku berdiskusi tentang segala yang pernah ditontonnya itu.

Bahkan pada suatu malam, setelah menonton bokep di ruang belajar, Mbak Ayu berkata,

"Kata teman yang udah pengalaman sih dioral sama cowok itu nikmat sekali."

Aku tersenyum dan menyahut,"Iya Mbak. Terutama kalau yang oralnya fokus ke cltoris. Kan cltoris itu paling peka di tubuh cewek."

"Wow... kamu udah banyak tahu ya. Emangnya udah punya pengalaman sama cewek?" tanya Mbak Ayu sambil menepuk bahu ku.

"Pengalaman sih belum ada Mbak. Cuma sering dengar ceritanya saja dari teman yang udah punya pengalaman. Juga sering baca buku pengetahuannya. Mbak sendiri udah punya pengalaman?"

"Hiiiih Pengalaman dari mana? Pacaran aja baru satu kali waktu masih di SMA dahulu. Sampai sekqarang belum pacaran lagi."

"Terus... sama pacarnya diapain aja?"

"Ciuman bibir aja belum pernah. Paling cuma cipika-cipiki."

Aku mengangguk-angguk dan percaya pada pengakuan kakak tiri ku itu.

Tapi Mbak Ayu seperti sedang berpikir. Entah apa yang dipikirkannya.

Sesaat kemudian dia malah bangkit dari sofa ruang belajar.

"Mau tidur duluan ah... udah malam sekali tuh," katanya sambil menunjuk ke jam dinding digital yang sudah menunjukkan pukul 23.05 WIB.

"Iya Mbak. Sleep tight and have a nice dream," sahut ku sambil berdiri juga.

"You too... " sahut Mbak Ayu sambil melangkah keluar ruang belajar dan masuk ke dalam kamarnya.

Aku pun melangkah ke arah kamar ku. Dan melupakan percakapan dengan Mbak Ayu tadi.

Keesokan malamnya Mbak Ayu tidak muncul di ruang belajar. Sejak jam 7 malam dia sudah masuk ke dalam kamarnya. Lalu tidak keluar lagi.

Begitu pula pada malam-malam berikutnya. Mbak Ayu tidak muncul lagi di ruang belajar. Sementara aku tetap menyibukkan diri untuk menghafal di ruang belajar. Karena fakultas ku adalah fakultas yang banyak hafalannya.

Sebenarnya di lantai bawah pun ada ruang belajar yang biasa dipakai oleh Fardan dan Mbak Ita. Tapi aku tak pernah nyelonong ke ruang belajar mereka. Begitu juga Fardan dan Mbak Ita, tak pernah nyelonong ke ruang belajar di lantai dua.

Beberapa malam kemudian, Mbak Ayu muncul lagi di ruang belajar. Aku yang sedang duduk di belakang meja tulis ku menyambutnya dengan sikap ceria.

"Mbak lama juga gak muncul di ruang belajar kita ini."

"Biasa... ada langganan datang," sahutnya sambil tersenyum.

"Langganan? Langganan apa?"

"Langganan perempuan. Datang bulan."

"Owh... kirain apa. Suka berapa hari datang bulannya Mbak?"

"Sepuluh harian. Aku kalau datang bulan suka sakit kepala. Makanya gak mau mikir yang berat-berat."

"Tapi sekarang sudah bersih?"

"Sejak dua hari yang lalu juga sudah bersih. Sekarang sih mau begadang sampai pagi juga gak apa-apa."

"Owh, iya... sekarang kan malam Minggu, ya."

"Iya. Malam Minggu yang sepi... karena Papa, Mama, Ita dan Fardan pada ke Semarang."

"Iya... kita berdua kebagian jaga rumah sampai Senin pagi, ya Mbak."

Memang Papa, Mama, Mbak Ita dan Fardan pada ke Semarang. Mau menghadiri pernikahan keponakan Papa alias saudara sepupu ku. Dan rumah tidak boleh ditinggalkan tanpa ada yang menunggunya. Karena itu aku dan Mbak Ayu tidak diajak ke Semarang, agar rumah tetap aman. Maklum belakangan ini sering terjadi pencurian di daerah kami.

Mbak Ayu menghampiri kursi yang sedang aku duduki. Dan memegang kedua bahu ku dari belakang,"Justru sekarang kita punya kesempatan baik, Sam."

"Emangnya mau ngapain Mbak? Mau nonton bokep semalam suntuk?" tanya ku tanpa menoleh ke belakang.

Lalu terdengar suara Mbak Ayu di belakang kursi ku.

"Sam... aku ingin tahu kayak apa sih rasanya kalau punya ku dijilatin seperti dalam bokep-bokep itu... kamu mau kan melakukannya?"

Aku tersentak kaget. Permintaan kakak tiri ku itu benar-benar di luar dugaan. Tak pernah terpikirkan sedikit pun kalau Mbak Ayu mau meminta sesuatu yang belum pernah ku lakukan itu.

^^^

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Fajar Merona

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku