Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Satu Malam, Dua Anak

Satu Malam, Dua Anak

GIULIO WOODS

5.0
Komentar
531.7K
Penayangan
246
Bab

Lima tahun yang lalu, Keluarga Parasian bangkrut. Melita melahirkan anak laki-laki kembar. Dia meninggalkan satu anak kepada ayah anak itu dan membawa anak yang lain pergi. Tahun-tahun berlalu. Melita kembali sebagai ratu opini publik yang berkuasa di Internet. Selain warganet, juga ada orang lain yang mengetahui kembalinya Melita. Pria itu mencubit dagunya dan mencibir dengan dingin, "Karena kamu ingin sekali merekam sesuatu, bagaimana kalau kita merekam sesuatu bersama?" Mata Melita melebar dan tenggorokannya menjadi kering. Keesokan harinya, dia melihat seorang anak kecil yang tampak persis seperti anaknya di dalam rumah pria itu. Melita tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk anak itu. Dia bahkan mencium pipi montok anak itu. Anehnya, anak laki-laki itu sangat tidak senang. Dia memasang ekspresi serius dan memarahinya, "Jaga sikapmu!" Melita merasa kesal. Bagaimana bisa pria itu membuat putranya begitu tidak mengemaskan?

Bab 1 Aku Sudah Berusia Delapan Belas Tahun

"Apa kamu sudah dewasa?"

Di bawah pengaruh obat, Melita Parasian menjawab dengan akal sehat terakhir yang dimilikinya, "Tentu saja! Aku sudah berusia delapan belas tahun hari ini!"

"Lalu kamu memutuskan untuk menjual tubuhmu begitu kamu dewasa, ya? Apa kamu sebegitu kekurangan uang? Atau kamu hanya tidak sabar untuk bisa tidur dengan pria?"

Pria itu menyentuh dagu Melita dengan jari-jarinya yang panjang dan mengangkatnya seolah memeriksa kondisi sebuah barang yang baru diperoleh.

Jari-jarinya yang kasar membelai wajah Melita dengan lembut sampai dia tiba-tiba mencubit dagunya dengan keras dan memaksanya untuk menatap matanya. Pipinya sedikit memerah karena efek obat, yang menjadi undangan tanpa suara untuk sang pria. Wangi tubuhnya yang samar memasuki hidung pria itu, membuat bagian bawah tubuhnya mengeras dan berdenyut di antara kedua kakinya.

Namun, predator tingkat tinggi dikenal lebih sabar daripada bertindak terburu-buru. Itu sebabnya, jari-jari pria itu justru bergerak menembus gaun selipnya untuk menemui kewanitaannya yang sudah basah.

Melita berseru karena ada sesuatu yang memasuki tubuhnya dengan tiba-tiba. Sebelum dia bisa bergerak mundur, bibir pria itu sudah turun ke bibirnya, membuatnya tanpa sadar menjepit kedua pahanya.

"Santai saja." Pria itu melepaskannya sejenak.

"Cepat ...," desak Melita yang sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Air liur pria itu masih berkilau di sudut mulutnya.

Sang pria membungkuk dan menyeringai.

"Kamu hanya seorang gadis muda ...."

Dia berhenti sejenak sambil menatap Melita untuk sementara waktu. Tiba-tiba, dia melonggarkan cengkeramannya dan melangkah mundur dengan dingin.

"Kamu tidak memiliki apa yang kuinginkan dari seorang wanita. Keluar dari sini." Perkataan itu membuat pria itu terlihat kejam dan menjaga jarak.

Sekujur tubuh Melita gemetar. Akan tetapi, dia sudah datang ke tempat ini dan rela mempertaruhkan segalanya, jadi dia tidak akan menerima jawaban tidak. Sambil mencondongkan tubuh ke depan, dia menggodanya lagi.

"Bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu bahkan belum mencobanya?" Melita mulai melepas gaun terusan merahnya, lalu bra rendanya, memperlihatkan tubuh indahnya di bawah cahaya yang redup. Dia meraih segelas anggur merah di sampingnya dan menuangkan cairan itu ke tubuhnya. Rasa dingin membuatnya gemetar tak terkendali. Meskipun saat ini dia merasa sangat malu, tindakannya menunjukkan kesungguhannya.

"Aku basah kuyup sekarang. Aku tidak bisa pergi dalam keadaan seperti ini." Anggur merah itu mengalir dari leher ke tulang selangkanya, kemudian turun ke dadanya. Tubuh gadis muda itu terlihat sangat memikat saat ini dan membuat saraf kewarasan sang pria putus.

"Hmm ... dingin ...." Melita mendekatkan diri dengan erat padanya seperti seekor kucing jinak sambil sedikit memutar pinggangnya.

"Kamu yang meminta ini."

Pria itu tertegun selama beberapa detik, tetapi begitu akal sehatnya kembali, dia menarik Melita lagi.

Dia meraih gaun terusan berwarna merah yang masih menutupi paha Melita dan menariknya sampai kain tipisnya menutupi wajah wanita itu.

Dari awal, Melita sudah tidak bisa melihat wajah sang pria dengan jelas karena kamar itu hanya diterangi oleh lampu dinding. Sekarang, dia hanya bisa melihat garis samar sosok pria itu di atas tubuhnya.

Namun, sebaliknya, tubuh Melita benar-benar terlihat jelas bagi pria itu. Ketegangan di tubuhnya menunjukkan betapa gugupnya Melita ketika tangan besar sang pria perlahan meluncur ke tulang selangkanya, berhenti tepat di ujung dadanya yang berwarna merah muda.

Pada saat ini, karena efek obat dan gerakan tangan pria itu yang selang-seling, tubuh Melita pun mulai bergetar tak terkendali. Gairah yang muncul membuatnya menginginkan pria itu untuk masuk ke dalam tubuhnya sekarang juga.

Ketika pria itu menyaksikan betapa kuat reaksi Melita terhadap sentuhannya, tatapannya berubah dingin. Semua kelembutan yang hadir sebelumnya menghilang. Bagaimana dia bisa bersimpati dengan seorang wanita yang menggunakan obat sebelum menawarkan dirinya padanya?

Akhirnya, dia membentangkan kedua kaki Melita tanpa ragu dan segera menenggelamkan dirinya ke dalam wanita itu.

"Aduh ... sakit!"

Tangan lembut Melita menekan dada sang pria, berusaha mendorongnya menjauh, tetapi dia tidak memiliki cukup kekuatan untuk membuatnya bergerak.

Rasa sakit membuat tubuhnya menjadi sangat tegang, yang semakin menggairahkan pria itu.

Setiap kali sang pria mendorong dengan agresif ke dalam dirinya, dia mencapai tempat yang lebih dalam. Tubuh Melita pun mengikuti irama gerakan tubuhnya. Alisnya yang berkerut dengan erat tidak mampu membangkitkan belas kasihan pria itu.

Melita tidak tahu apakah dia akhirnya bisa beradaptasi dengan keganasannya atau apakah efek obat itu sudah sepenuhnya bekerja, tetapi begitu dia mengerang, wajahnya memerah seperti apel matang. Dia buru-buru menggigit lidahnya dengan keras, berusaha menahan erangan lain yang hendak keluar dari bibirnya.

Ekspresi wajahnya ini hanya semakin merangsang sang pria. Ketika gerakannya menjadi lebih cepat, dia mencium bibir halus Melita dengan kasar.

Suara bagian tubuhnya yang masuk dan keluar dari tubuh Melita serta benturan antar kulit membuat suhu seluruh kamar naik.

Keesokan paginya, Melita bangun dan mendapati dirinya sendirian di kamar itu. Pakaian dan tisu-tisu berserakan di lantai, menunjukkan betapa liarnya aksi tadi malam.

Setiap kali Melita bergerak, dia merasa tubuhnya seolah-olah terkoyak. Setelah berjuang dengan susah payah untuk bangun dari tempat tidur, dia mengambil pakaiannya dan mengenakannya.

Saat dia melihat sebuah notifikasi transfer uang di ponselnya, dia bergegas menuju rumah sakit kota dan bahkan tidak berpikir untuk mencari keberadaan pria itu.

Selama dia punya uang, ibunya bisa mendapatkan perawatan.

Tidak ada hal lain yang lebih penting baginya, bahkan kesuciannya sendiri.

Setelah membayar biaya pengobatan, Melita memegang tangan ibunya untuk terakhir kali sebelum para perawat membawanya ke ruang operasi.

Melita menunggu selama empat jam sampai dokter keluar dan mengabarkan bahwa kondisi ibunya stabil untuk saat ini. Ketika mendengar ini, dia bersandar ke dinding dan menghela napas lega.

Hanya saja, dia tidak pernah membayangkan bahwa akibat dari tindakannya tadi malam tidak berakhir begitu saja.

Setelah beberapa minggu, Melita menemukan bahwa dirinya hamil.

Meskipun dia hanya tidur dengan pria itu malam itu, dia sudah mengandung bayinya.

Untungnya, yang harus dia lakukan selama beberapa bulan ke depan hanyalah mengurus dirinya sendiri.

Orang yang mempekerjakannya sangat baik. Dia akan menerima uang setiap bulan, yang cukup untuk menutupi biaya pemulihan ibunya.

Seiring berjalannya waktu, perutnya mulai membesar dan kondisi ibunya terus stabil.

Tepat ketika Melita berpikir bahwa dia akhirnya bisa menjalani kehidupan yang damai, dia mendapat kabar dari rumah sakit bahwa kondisi ibunya memburuk.

Saat ini, kehamilannya sudah mencapai usia delapan bulan. Meskipun dia sudah bergegas sekuat tenaga ke rumah sakit, dia tidak bisa melihat ibunya untuk yang terakhir kali sebelum beliau meninggal.

Efek syok dari kematian ibunya memengaruhi kondisi fisiknya sehingga dia melahirkan secara prematur.

"Apa yang kalian lakukan? Tunggu sebentar! Biarkan aku melihat bayiku!"

Belum sempat Melita bangkit dari kesedihan karena kehilangan ibunya, sekelompok orang mendobrak masuk dan membawa pergi anaknya.

Dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menyentuh bayi itu.

"Oh! Masih ada satu lagi!"

Dalam keadaan linglung, Melita mendengar kata-kata perawat itu.

Dengan kekuatan terakhir yang dimilikinya, Melita memaksakan diri untuk membuka mata dan menyaksikan sang perawat menggendong bayi lain yang berlumuran darah.

"Kumohon ...."

Dia mengulurkan tangannya yang gemetar ke perawat itu, menghentikannya pergi dengan bayinya yang baru lahir.

"Biarkan aku melihatnya."

Hati perawat itu melunak ketika melihat air mata mengalir di wajah lelah Melita. Setelah membungkus bayi itu dengan selimut, dia menyerahkannya pada ibu yang malang itu.

Ketika perawat keluar, Melita turun dari tempat tidur dengan susah payah dan terhuyung-huyung keluar dari rumah sakit membawa anaknya dalam pelukannya. Dia tidak peduli dengan kondisinya yang masih terlalu lelah karena baru melahirkan sang kembar.

Bayi ini adalah keluarga terakhir yang dimilikinya.

Dia tidak bisa membiarkan orang-orang itu mengambil anak ini darinya juga.

Mereka tidak akan bisa menyentuhnya. Tidak akan!

Satu jam kemudian, ketika orang-orang itu mendapat kabar bahwa ada bayi kedua, mereka kembali ke rumah sakit. Seprai di ranjang rumah sakit masih berantakan, tetapi sudah tidak ada tanda-tanda keberadaan Melita.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Satu Malam, Dua Anak
1

Bab 1 Aku Sudah Berusia Delapan Belas Tahun

13/01/2023

2

Bab 2 Pertama Kali Bertemu Pria Sampah

13/01/2023

3

Bab 3 Berkencan denganku

13/01/2023

4

Bab 4 Pengawal dan Asistennya

13/01/2023

5

Bab 5 Sulit untuk Menjadi Wanitamu

13/01/2023

6

Bab 6 Apa Kamu akan Melakukannya atau Tidak

13/01/2023

7

Bab 7 Mereka Terlihat Sangat Mirip

13/01/2023

8

Bab 8 Bukan Terserah Kamu

13/01/2023

9

Bab 9 Tiga Hari untuk Memikirkannya

13/01/2023

10

Bab 10 Membalas Jordan

13/01/2023

11

Bab 11 Hasil yang Mengecewakan

13/01/2023

12

Bab 12 Membuat Kompromi

13/01/2023

13

Bab 13 Bertemu Lagi dengan Keluarga Parasian

13/01/2023

14

Bab 14 Jangan Berani-Berani Menyentuhnya

13/01/2023

15

Bab 15 Ciuman

13/01/2023

16

Bab 16 Permintaan Betran

13/01/2023

17

Bab 17 Mengancam

13/01/2023

18

Bab 18 Kamu Tidak Bisa Turun dengan Pakaian Seperti Ini

13/01/2023

19

Bab 19 Adik Jordan!

13/01/2023

20

Bab 20 Wanita Tak Tahu Malu

13/01/2023

21

Bab 21 Mencium Bocah Laki-laki Itu lagi

13/01/2023

22

Bab 22 Martabat Mulia

13/01/2023

23

Bab 23 Memperlakukan Orang dengan Setara

13/01/2023

24

Bab 24 Kamu Wanita Ambisius

13/01/2023

25

Bab 25 Dia Sering Pergi untuk Menyelamatkan Dunia

13/01/2023

26

Bab 26 Tinggallah Denganku

13/01/2023

27

Bab 27 Calon Istrinya

13/01/2023

28

Bab 28 Menemaninya Tidur Siang

13/01/2023

29

Bab 29 Bukan Wanita Biasa

13/01/2023

30

Bab 30 Wanita yang Sudah Menikah

13/01/2023

31

Bab 31 Brengsek

14/01/2023

32

Bab 32 Memberinya Kebebasan yang Cukup

15/01/2023

33

Bab 33 Aku akan Mendukungmu

16/01/2023

34

Bab 34 Konfrontasi dengan Seseorang dari Keluarga Parasian

17/01/2023

35

Bab 35 Siapa yang Menyuruhmu untuk Menyakitinya

18/01/2023

36

Bab 36 Memata-matainya

19/01/2023

37

Bab 37 Ikuti Wanita Itu

19/01/2023

38

Bab 38 Membalaskan Dendam untuknya

19/01/2023

39

Bab 39 Kamu akan Kehilangan Grup Parasian

19/01/2023

40

Bab 40 Benny akan Bersikap Patuh Kali Ini

19/01/2023