Terjebak dengan sang CEO
Penulis:RICHA SEHGAL
GenreMiliarder
Terjebak dengan sang CEO
"Tentu saja tidak, aku orang yang sangat pemilih."
Merasa lega, Zulfikar mengeluarkan botol wiski itu dengan enggan, dan menuangnya sedikit, hanya cukup untuk diminum satu tegukan saja.
"..." Lala menatap Zulfikar dengan termangu-mangu. Sejak kapan ia menjadi begitu pelit?
Lala menyambar botol wiski yang dipegang oleh Zulfikar dan kemudian menuangnya pada gelas mereka berdua.
"Zulfikar, ayo nikmati malam ini dengan minum sepuasnya. Oke?"
...
Minuman beralkohol membuat keduanya lebih lancar berbicara. Mereka seakan terbawa ke masa lalu, di mana Lala terkadang diam-diam pergi dari rumah tanpa memberi tahu ayahnya dan nongkrong minum dengan Zulfikar. Mereka pun mulai saling membual saat alkohol mulai bereaksi dan menguasai pikiran mereka.
"Lala, besok aku akan membuat Mikael menyesali perbuatannya." Meskipun Lala sudah dalam kondisi aman dan sehat saat ini, namun Zulfikar merasa berkewajiban untuk membalaskan sakit hati yang dirasakan sahabatnya itu.
"Apa kamu sudah gila? Bagaimana bisa kamu menikah dengan tiba-tiba begitu saja? Aku tak menyangka kamu akan sekonyol itu!" Zulfikar menenggak minuman di gelasnya. Semakin banyak ia minum, semakin terasa nikmat wiski ini. Ia bahkan enggan untuk meletakkan kembali gelasnya di meja.
"Baiklah, dan aku akan membuatmu menyesal jika lain kali kamu berani menggunakan kata "konyol" untuk menggambarkanku lagi." Lala bersendawa dan ingin pergi ke toilet. Ia pun berdiri dan berjalan dengan terhuyung-huyung.
"Awas! Jangan sampai salah masuk lagi!" Lala pernah salah masuk ke toilet pria ketika sedang mabuk berat, menakuti dua orang pria yang terpaksa segera menyelesaikan kencingnya dan keluar.
Lala melambaikan tangannya kepada Zulfikar, sebagai tanda bahwa hal semacam itu tidak akan terjadi lagi, wiski tak akan membuat dirinya semabuk waktu itu. Karena meskipun saat ini ia terhuyung-huyung, namun dirinya masih dapat berpikir dengan jernih dan melihat dengan jelas.
Lala merasa lebih baik setelah ia keluar dari toilet dan mencuci wajahnya.
Sambil terhuyung-huyung ia berusaha kembali ke mejanya, namun ia tersandung anak tangga dan hampir terjatuh.
"Ups!" Sialan! Ya Tuhan! Wajahku tidak boleh sampai terluka.
Tidak sakit rasanya. Oh, syukurlah. Ia dipegangi seseorang di sampingnya, sehingga tidak sampai jatuh ke lantai.
"Terima ka..." Belum selesai Lala menyampaikan rasa terima kasihnya, seketika ia berubah menunjukkan sebuah sikap permusuhan.
"Lala?" panggil Mikael. Ia terkejut melihat Lala yang sedang mabuk di tempat ini.
Lala segera sadar dari mabuknya, dan dengan keras menepiskan pegangan Mikael pada dirinya. "Jangan panggil aku Lala. Suaramu terdengar menjijikkan!" Lala berbalik untuk kembali ke mejanya, namun Mikael tak akan membiarkannya pergi begitu saja.
"Lala, tolong dengarkan. Aku bisa menjelaskan semuanya." Mikael berencana untuk membuat berbagai kebohongan untuk menipu dan membuat Lala kembali terpikat kepada dirinya.
Dengan kondisi mabuk yang sedang dialaminya saat ini, Lala benar-benar dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam menghadapi Mikael. Karena itu, meskipun ia berusaha keras menyingkirkannya, Mikael justru mencengkeram pergelangan tangannya dengan semakin erat.
"Lepaskan aku Mikael!" Lala mulai naik darah, ditambah dengan rasa tidak nyaman dan sakit kepala yang dirasakannya.
"Lala, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kamu mendengar penjelasanku. Pernikahanku dengan Sarah diatur oleh ayahku. Hanya kamu satu-satunya wanita yang aku cintai. Kembalilah padaku, oke? Aku bisa memberimu apa pun yang pernah kamu miliki di masa lalu, hanya satu yang tak mungkin dapat kulakukan, yaitu menikahimu." Mikael melihat berlian merah yang tersemat di jari Lala, tatapan jahat melintas di matanya.
"Mikael, aku tak mengira kamu sebrengsek itu! Kecuali menikahiku, katamu? Kamu minta aku menjadi wanita simpananmu?" Lala sangat ingin menampar wajah Mikael. Ia pun melakukannya.
"Lala, jangan kurang ajar! Aku menawarkan padamu sebuah jalan keluar dari semua masalahmu!" Menutupi wajahnya yang baru saja ditampar Lala, Mikael benar-benar merasa sangat marah. Ada begitu banyak orang berlalu-lalang di toilet. Ditampar oleh seorang wanita di depan banyak orang adalah hal yang sangat memalukan.
"Bah! Aku tidak peduli! Menjauhlah dariku!" Hendak melarikan diri, Lala mengerahkan semua kekuatannya yang tersisa untuk melepaskan diri dari cengkeraman Mikael.
Tetapi Mikael menjambak rambut Lala. Sehingga Lala kesakitan dan memutuskan untuk berhenti memberontak. Mikael mencengkeram pergelangan tangan Lala dan menyeretnya ke sebuah ruangan di sebelah toilet.
Zulfikar merasa bahwa sudah cukup lama Lala pergi ke toilet dan belum kembali juga. Mungkinkah ia salah masuk toilet lagi, dan mendapat masalah dari seorang pria bajingan di dalam sana? Membayangkan hal itu membuat Zulfikar menjadi cemas, dan ia pun berlari menuju toilet. Ia melihat Mikael yang sedang menyeret Lala ke sebuah ruangan di sudut koridor menuju toilet.
Zulfikar mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang, "Aku berada di luar toilet. Datanglah dan bantu aku." Ia dengan cepat menghampiri Mikael, mukanya memerah karena emosi.
Zulfikar meninju wajah Mikael hingga kacamata yang dikenakan Mikael terlempar.
Lala pun mengambil kesempatan ini untuk menjauh dari Mikael. Setelah sadar dan melihat siapa yang telah memukulnya, Mikael tersenyum meremehkan, ia menganggap Zulfikar tak lebih dari seorang berandalan. Mikael mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang, "Datanglah ke sini. Aku ada masalah di dekat toilet."
Zulfikar kembali berusaha memukul Mikael, membuat ponsel yang sedang dipegang Mikael terjatuh. Mereka berdua pun saling bertukar pukulan. Lala menghela nafas lega melihat Zulfikar lebih unggul dari Mikael dalam perkelahian itu.
Akan tetapi kemudian tujuh atau delapan pria muncul di samping toilet. Lala mengenal beberapa dari mereka, mereka semua adalah anak orang kaya, generasi kedua yang arogan.
Lala melihat sebuah vas bunga yang ada di sampingnya, ia membuang bunganya ke lantai dan dihantamkannya vas itu ke dinding.
Lala mengambil sebuah serpihan pecahan vas dan di arahkannya ke leher Mikael, yang ketika itu terbaring di lantai. "Jika ada dari kalian yang berani mendekat, Mikael tidak akan keluar dari bar ini hidup-hidup."
"Apa Lala sudah gila?"
"Ya, kurasa begitu. Ia mungkin terpukul sangat keras dengan semua kejadian yang menimpanya, hingga ia menjadi begitu gila sampai-sampai tak peduli jika ia harus membunuh."
...
Mikael terlihat kurang baik, namun ia juga tak berani bergerak melihat serpihan vas yang menempel di lehernya.
"Hei, teman-teman! Jika kamu semua bisa menjatuhkan mereka berdua, kita bisa bersenang-senang dengan wanita ini nanti." Zulfikar merasa sangat marah dan langsung memukul wajah Mikael dengan keras begitu mendengar apa yang dikatakannya.
Lala juga merasakannya, ia tak menyangka Mikael memandangnya begitu rendah, tanpa sadar ia menekan serpihan yang dipegangnya dan menggores leher Mikael. Untuk sejenak ia merasa benar-benar ingin membunuh pria brengsek itu.
Para anak orang kaya itu ragu dan saling berpandangan satu sama lain. Lala pernah menjadi salah satu wanita cantik di lingkaran pergaulan mereka, pergaulan para orang kaya. Banyak yang tertarik untuk dapat tidur dengannya.
Dengan tiba-tiba mereka melompat mendekat, beberapa dari mereka menyeret Zulfikar ke samping, sementara dua lainnya yang menguasai ilmu beladiri menggenggam erat tangan Lala yang memegang serpihan vas. Setelah mereka merampas serpihan itu, Lala terhuyung-huyung dan berjongkok.
Mikael kemudian berdiri dan dengan mengangkat dagu Lala yang lancip ia berkata: "Dasar wanita jalang! Kamu benar-benar tidak menghargai kesempatan yang kuberikan. Hei, teman-teman! Mari kita nikmati tubuh Lala malam ini."
"Kamu bajingan! Seorang pria sejati tidak akan mengancam dan menindas seorang wanita." Zulfikar berusaha memberontak dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, namun itu semua sia-sia.
"Kamu bangsat! Lepaskan Zulfikar! Jika kamu berani menyentuhku, aku akan membunuhmu!" Melihat Zulfikar yang sedang dipukuli oleh teman-teman Mikael, Lala merasa sangat ingin membunuh pria di hadapannya ini.
"Hei. Aku tidak mengira kau begitu peduli padanya. Atau jangan-jangan kau berselingkuh dengan berandalan ini ketika kita masih bersama?" Mikael melepas topeng kelembutan yang biasa dipakainya di hadapan publik, palsu dan cabul, itulah dirinya yang sesungguhnya.
"Kak Zulfi!"
Teman-teman Zulfikar yang baru saja datang bergegas mendekat, mereka berjumlah sekitar belasan orang. Menyadari bahwa perhatian semua orang sedang teralihkan, Zulfikar mendorong ketiga pria yang memukulinya, dan menunjuk pada para anak orang kaya yang sedang terkejut, "Beri mereka pelajaran!"