Terjebak dengan sang CEO
Penulis:RICHA SEHGAL
GenreMiliarder
Terjebak dengan sang CEO
Ia memiliki hidung yang mancung, bibir yang tipis, dan kulit yang putih, mungkin karena sepanjang tahun ia lebih sering berada dalam ruangan untuk belajar kedokteran.
Pria itu adalah Farhan Saharsa, berumur 26 tahun, di usianya yang masih muda ia dikenal sebagai jenius di dunia kedokteran, sebagian mungkin karena ia mewarisi keterampilan keluarganya di bidang medis. Tanpa meminta bantuan dari keluarganya, ia menginvestasikan uang yang berhasil ditabungnya dengan mendirikan Rumah Sakit Swasta VIP Cemaka Puti bersama Heri.
Namun, ia memiliki karakter yang dingin dan eksentrik. Jarang berteman dengan orang lain, kecuali dengan orang yang ia kagumi.
"Selesai." Farhan mengalihkan pandangannya dari peralatan medis, ia mengerutkan kening ketika menyadari bahwa Lala sedang menatap dirinya.
Dengan tangan berada di saku celana, Heri mengangguk padanya. Farhan kemudian pergi bersama asistennya tanpa mengucapkan sepatah kata.
Ruang perawatan pun terasa sepi. Heri kemudian kembali ke meja, memeriksa dokumen di laptopnya, melanjutkan apa yang ia lakukan sebelum Lala siuman.
"Hai ..., Halo." Lala berkata, setelah berpikir lama tentang apa yang harus dikatakannya.
Ia hendak melanjutkan namun memutuskan berhenti setelah berpikir ulang. Heri hanya menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Ada apa denganku? Apakah kamu yang telah membawaku ke sini?"
"Kamu sedang sakit, dan aku membawamu ke sini." Heri menjawab seperlunya dan kembali fokus pada laptopnya.
"Terima kasih. Kapan aku bisa meninggalkan rumah sakit ini?"
"Besok."
Yang menjadi pertanyaan adalah, akan ke mana ia pergi setelah meninggalkan rumah sakit? Rumah kakeknya? Tidak, rumah kakeknya ada di pedesaan, dan itu terlalu jauh. Bagaimana kalau ke rumah Tamara? Tidak mungkin, tempat tidur Tamara terlalu sempit untuk dua orang.
Dia hanya bisa berharap pada Zulfikar. Apartemen Zulfikar memiliki dua kamar tidur, cukup untuk Zulfikar dan dirinya. Dia bisa menumpang tinggal di sana untuk sementara, dan mencari pekerjaan untuk mencukupi kebutuhannya.
Lala akhirnya memutuskan untuk menghubungi Zulfikar. Akan tetapi ia baru ingat kalau teleponnya hilang di malam pesta ulang tahunnya.
"Permisi, bolehkah aku pinjam ponselmu?" "Meskipun dingin, bisa jadi ia adalah orang yang baik hati, bukankah pria ini juga yang menyelamatkanku." pikir Lala.
"Heri Nasution." ucap Heri. Baginya, Lala sangat berisik hingga ia tak bisa fokus pada pekerjaannya. Oleh sebab itu dia mematikan laptopnya dan memberitahukan namanya.
"Apa? Heli?" Tanya Lala yang tak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Heri, pikirannya mengembara tak tentu arah.
Wajah Heri membeku, keningnya berkerut sangat dalam, seolah-olah kerutan tersebut bahkan bisa menjepit nyamuk sampai mati.
Dia menghampiri Lala yang berada di atas ranjangnya hanya dalam dua atau tiga langkah.
"Hei wanita! Nama suamimu adalah Heri, ingat itu. Apakah aku perlu memberitahumu cara mengejanya?" Heri memberitahu dengan nada tegas dan menggertakkan giginya, sambil membungkukkan badannya dengan tangan bertumpu pada tempat tidur Lala.
"Tidak masuk akal. Apa kamu mengenalku? Berani-beraninya kamu menyebut dirimu sebagai suamiku. Kita bahkan tak saling kenal." Ucap Lala tersinggung dan sedikit marah dengan perkataan Heri. Ia akan berteriak "Suamiku adalah Mikael, bukan Heri" jika hal ini terjadi beberapa hari yang lalu.
Namun kemudian ia sadar, kini dirinya hanya seorang diri.
"Lala, Gemini, lulus dari Universitas Padja Mada bulan lalu, merayakan ulang tahunnya yang ke-22 beberapa hari yang lalu, dan tidur dengan suaminya di Kamar 888 lantai 8 Hotel Mandapa pada hari yang sama..."
"Berhenti, berhenti, berhenti!" Lala hampir berteriak. Siapa pria ini? Bagaimana ia bisa sampai tahu bahwa aku tidur dengan seseorang?
"Kamu seharusnya tidak menyela ketika aku sedang berbicara" Heri pun melanjutkan, "Ukuranmu B-cup, pinggang 70cm, dan kamu memiliki tanda hitam di tubuhmu ..." Sepertinya bukan tanda lahir, tapi buatan...
Lala menutup mulut Heri dengan tangannya, "Bisakah kamu berhenti? Bagaimana mungkin kamu bisa tahu? Katakan padaku! Apa kamu mengintipku saat aku mandi?" Lala melotot, yang membuatnya tampak sangat imut bagi Heri.
Lala dengan cepat menarik tangannya dari mulut Heri, dan berusaha menggosoknya ke selimut saat Heri menunjuk bibirnya yang tertutup oleh tangan Lala.
Dengan sinis Heri memandang Lala yang bersikap kekanak-kanakan dan keras kepala, ia pergi ke meja dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari arsipnya, kemudian diberikannya kepada Lala.
"Perjanjian pranikah?" Lala merasakan kebingungan ketika membaca tulisan yang ada di sampulnya, ia mengangkat kepalanya dan melihat Heri yang menunjukkan ekspresi wajah yang santai.
"Ya. Kamu yang telah merampas keperjakaanku. Maka kamu yang harus bertanggung jawab." Heri menyatakannya dengan lancar dan mudah, namun tidak bagi Lala yang mendengarnya, perkataan Heri bagaikan bom yang dilemparkan kepadanya, ia tersedak karena keterkejutannya.
Oh Tuhan! Ia adalah pria itu! Bertanggung jawab atas kejadian itu? "Kau juga mengambil keperawananku, oke? Akulah yang seharusnya mengucapkan kalimat-kalimat tadi!" Mata Lala melotot hampir tak percaya bahwa ini adalah pria yang tidur dengannya di malam itu! Ya, dia orangnya! Tuan Pendamping! Jika saja dirinya mampu, saat ini Lala sangat ingin bangun dari tempat tidur dan memukuli Heri sampai mati!
"Baiklah kalau begitu. Maka tandatanganilah perjanjiannya!" Ucap Heri memasukkan satu tangannya ke saku celana, dan menyodorkan sebuah pulpen mahal kepada Lala dengan tangan satunya, terlihat sebuah jam tangan mewah terpasang di pergelangannya.
"Tidak!" Pertama, meskipun mereka telah berhubungan seks, namun mereka berdua adalah orang asing satu sama lain. Kedua, saat ini dirinya sedang dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan, sama sekali tidak terpikir olehnya untuk segera menikah. Ketiga, bagaimana jika ternyata pria ini adalah orang jahat? Meskipun memang benar bahwa, tidak sepatutnya kita menilai orang lain dari penampilannya. Lala yakin, pria ini pasti sedang bercanda!
Heri menggosok keningnya sampai sakit, baru kali ini ia mendapat penolakan dari seorang wanita. Lebih parahnya, wanita itu menolak untuk menikah dengannya!
"Aku bisa membantumu balas dendam! Yakub? Mikael? Harun? Sarah? Aku mampu menjatuhkan mereka semua." Rasa percaya diri yang terpancar dari kata-katanya membuat Lala heran, dipandanginya Heri dari ujung kepala hingga ujung kaki tiga kali karena rasa penasaran.
"Dan aku bisa membantumu menemukan ayahmu maupun orang tua kandungmu, atau siapa pun yang kamu ingin temukan." Heri tak pernah merasakan penyesalan. Namun sepertinya kali ini dia tahu seperti apa rasanya menyesal, saat ini dia seperti sedang berjuang untuk bisnis yang sama sekali tidak menguntungkan!
'Sungguh wanita yang tak tahu diri! Kita lihat saja nanti. Aku akan menaklukkanmu dan membuatmu menelan harga dirimu,' pikir Heri.
"Siapa namamu?" Lala bertanya dengan serius kepada Heri.
"... Heri Nasution." Baiklah! Wanita ini telah membuatnya melakukan banyak hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya, termasuk memperkenalkan dirinya lebih dari satu kali pada orang yang sama. Sepertinya Heri harus memberinya pelajaran sesudah mereka menikah nanti.
Heri Nasution? Nama itu mengingatkan Lala akan sesuatu! Ia telah mendengar banyak hal tentang nama ini, - sosok legendaris di dunia bisnis, misterius, sangat tertutup perihal kehidupan pribadinya, sangat berkuasa, dan telah tinggal di luar negeri untuk waktu yang cukup lama. "Bagaimana kamu membuktikan kebenaran kata-katamu, bahwa kamu memang Heri Nasution. Aku tidak mau KTP, sangat mudah memalsukannya." Bagaimana cara membuktikannya?
Heri mengangkat alis, dan mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mencium bibir Lala. "Kalau kamu masih tidak percaya, aku bisa mengulang malam pertama kita di sini, bagaimana?"
Bibir Heri terasa dingin, aroma mulutnya yang menyenangkan membuat Lala tertegun.
"... Huh! Aku tidak mau menikah denganmu. Kamu sangat pandai merayu wanita. Kamu pasti seorang penggoda."
"Penggoda?" Heri mengangkat alisnya yang tebal. Kata-kata itu sepertinya pernah ia dengar.
"Kamu tidak punya pilihan lain, selain menikah denganku." Berdasarkan informasi yang diterima Heri, Lala hanya memiliki 2 sahabat yang dapat diandalkannya, - Tamara Dina yang telah menyelamatkan nyawa Lala, dan Zulfikar Aziz, seorang pembalap internasional. Hm..., dia harus berhati-hati terhadap Zulfikar di masa yang akan datang.
Persahabatan murni antara seorang pria dan wanita? Huh, Heri tak percaya dengan hal semacam itu.
"Baiklah, aku akan menandatangani perjanjian ini, namun hanya setelah kamu berjanji kepadaku." Lala mengertakkan gigi, meyakinkan dirinya dalam membuat keputusan yang akan menentukan nasibnya di masa depan.