icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 5
Aku Bisa Membantumu Balas Dendam
Jumlah Kata:1246    |    Dirilis Pada: 08/10/2021

Ia memiliki hidung yang mancung, bibir yang tipis, dan kulit yang putih, mungkin karena sepanjang tahun ia lebih sering berada dalam ruangan untuk belajar kedokteran.

Pria itu adalah Farhan Saharsa, berumur 26 tahun, di usianya yang masih muda ia dikenal sebagai jenius di dunia kedokteran, sebagian mungkin karena ia mewarisi keterampilan keluarganya di bidang medis. Tanpa meminta bantuan dari keluarganya, ia menginvestasikan uang yang berhasil ditabungnya dengan mendirikan Rumah Sakit Swasta VIP Cemaka Puti bersama Heri.

Namun, ia memiliki karakter yang dingin dan eksentrik. Jarang berteman dengan orang lain, kecuali dengan orang yang ia kagumi.

"Selesai." Farhan mengalihkan pandangannya dari peralatan medis, ia mengerutkan kening ketika menyadari bahwa Lala sedang menatap dirinya.

Dengan tangan berada di saku celana, Heri mengangguk padanya. Farhan kemudian pergi bersama asistennya tanpa mengucapkan sepatah kata.

Ruang perawatan pun terasa sepi. Heri kemudian kembali ke meja, memeriksa dokumen di laptopnya, melanjutkan apa yang ia lakukan sebelum Lala siuman.

"Hai ..., Halo." Lala berkata, setelah berpikir lama tentang apa yang harus dikatakannya.

Ia hendak melanjutkan namun memutuskan berhenti setelah berpikir ulang. Heri hanya menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Ada apa denganku? Apakah kamu yang telah membawaku ke sini?"

"Kamu sedang sakit, dan aku membawamu ke sini." Heri menjawab seperlunya dan kembali fokus pada laptopnya.

"Terima kasih. Kapan aku bisa meninggalkan rumah sakit ini?"

"Besok."

Yang menjadi pertanyaan adalah, akan ke mana ia pergi setelah meninggalkan rumah sakit? Rumah kakeknya? Tidak, rumah kakeknya ada di pedesaan, dan itu terlalu jauh. Bagaimana kalau ke rumah Tamara? Tidak mungkin, tempat tidur Tamara terlalu sempit untuk dua orang.

Dia hanya bisa berharap pada Zulfikar. Apartemen Zulfikar memiliki dua kamar tidur, cukup untuk Zulfikar dan dirinya. Dia bisa menumpang tinggal di sana untuk sementara, dan mencari pekerjaan untuk mencukupi kebutuhannya.

Lala akhirnya memutuskan untuk menghubungi Zulfikar. Akan tetapi ia baru ingat kalau teleponnya hilang di malam pesta ulang tahunnya.

"Permisi, bolehkah aku pinjam ponselmu?" "Meskipun dingin, bisa jadi ia adalah orang yang baik hati, bukankah pria ini juga yang menyelamatkanku." pikir Lala.

"Heri Nasution." ucap Heri. Baginya, Lala sangat berisik hingga ia tak bisa fokus pada pekerjaannya. Oleh sebab itu dia mematikan laptopnya dan memberitahukan namanya.

"Apa? Heli?" Tanya Lala yang tak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Heri, pikirannya mengembara tak tentu arah.

Wajah Heri membeku, keningnya berkerut sangat dalam, seolah-olah kerutan tersebut bahkan bisa menjepit nyamuk sampai mati.

Dia menghampiri Lala yang berada di atas ranjangnya hanya dalam dua atau tiga langkah.

"Hei wanita! Nama suamimu adalah Heri, ingat itu. Apakah aku perlu memberitahumu cara mengejanya?" Heri memberitahu dengan nada tegas dan menggertakkan giginya, sambil membungkukkan badannya dengan tangan bertumpu pada tempat tidur Lala.

"Tidak masuk akal. Apa kamu mengenalku? Berani-beraninya kamu menyebut dirimu sebagai suamiku. Kita bahkan tak saling kenal." Ucap Lala tersinggung dan sedikit marah dengan perkataan Heri. Ia akan berteriak "Suamiku adalah Mikael, bukan Heri" jika hal ini terjadi beberapa hari yang lalu.

Namun kemudian ia sadar, kini dirinya hanya seorang diri.

"Lala, Gemini, lulus dari Universitas Padja Mada bulan lalu, merayakan ulang tahunnya yang ke-22 beberapa hari yang lalu, dan tidur dengan suaminya di Kamar 888 lantai 8 Hotel Mandapa pada hari yang sama..."

"Berhenti, berhenti, berhenti!" Lala hampir berteriak. Siapa pria ini? Bagaimana ia bisa sampai tahu bahwa aku tidur dengan seseorang?

"Kamu seharusnya tidak menyela ketika aku sedang berbicara" Heri pun melanjutkan, "Ukuranmu B-cup, pinggang 70cm, dan kamu memiliki tanda hitam di tubuhmu ..." Sepertinya bukan tanda lahir, tapi buatan...

Lala menutup mulut Heri dengan tangannya, "Bisakah kamu berhenti? Bagaimana mungkin kamu bisa tahu? Katakan padaku! Apa kamu mengintipku saat aku mandi?" Lala melotot, yang membuatnya tampak sangat imut bagi Heri.

Lala dengan cepat menarik tangannya dari mulut Heri, dan berusaha menggosoknya ke selimut saat Heri menunjuk bibirnya yang tertutup oleh tangan Lala.

Dengan sinis Heri memandang Lala yang bersikap kekanak-kanakan dan keras kepala, ia pergi ke meja dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari arsipnya, kemudian diberikannya kepada Lala.

"Perjanjian pranikah?" Lala merasakan kebingungan ketika membaca tulisan yang ada di sampulnya, ia mengangkat kepalanya dan melihat Heri yang menunjukkan ekspresi wajah yang santai.

"Ya. Kamu yang telah merampas keperjakaanku. Maka kamu yang harus bertanggung jawab." Heri menyatakannya dengan lancar dan mudah, namun tidak bagi Lala yang mendengarnya, perkataan Heri bagaikan bom yang dilemparkan kepadanya, ia tersedak karena keterkejutannya.

Oh Tuhan! Ia adalah pria itu! Bertanggung jawab atas kejadian itu? "Kau juga mengambil keperawananku, oke? Akulah yang seharusnya mengucapkan kalimat-kalimat tadi!" Mata Lala melotot hampir tak percaya bahwa ini adalah pria yang tidur dengannya di malam itu! Ya, dia orangnya! Tuan Pendamping! Jika saja dirinya mampu, saat ini Lala sangat ingin bangun dari tempat tidur dan memukuli Heri sampai mati!

"Baiklah kalau begitu. Maka tandatanganilah perjanjiannya!" Ucap Heri memasukkan satu tangannya ke saku celana, dan menyodorkan sebuah pulpen mahal kepada Lala dengan tangan satunya, terlihat sebuah jam tangan mewah terpasang di pergelangannya.

"Tidak!" Pertama, meskipun mereka telah berhubungan seks, namun mereka berdua adalah orang asing satu sama lain. Kedua, saat ini dirinya sedang dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan, sama sekali tidak terpikir olehnya untuk segera menikah. Ketiga, bagaimana jika ternyata pria ini adalah orang jahat? Meskipun memang benar bahwa, tidak sepatutnya kita menilai orang lain dari penampilannya. Lala yakin, pria ini pasti sedang bercanda!

Heri menggosok keningnya sampai sakit, baru kali ini ia mendapat penolakan dari seorang wanita. Lebih parahnya, wanita itu menolak untuk menikah dengannya!

"Aku bisa membantumu balas dendam! Yakub? Mikael? Harun? Sarah? Aku mampu menjatuhkan mereka semua." Rasa percaya diri yang terpancar dari kata-katanya membuat Lala heran, dipandanginya Heri dari ujung kepala hingga ujung kaki tiga kali karena rasa penasaran.

"Dan aku bisa membantumu menemukan ayahmu maupun orang tua kandungmu, atau siapa pun yang kamu ingin temukan." Heri tak pernah merasakan penyesalan. Namun sepertinya kali ini dia tahu seperti apa rasanya menyesal, saat ini dia seperti sedang berjuang untuk bisnis yang sama sekali tidak menguntungkan!

'Sungguh wanita yang tak tahu diri! Kita lihat saja nanti. Aku akan menaklukkanmu dan membuatmu menelan harga dirimu,' pikir Heri.

"Siapa namamu?" Lala bertanya dengan serius kepada Heri.

"... Heri Nasution." Baiklah! Wanita ini telah membuatnya melakukan banyak hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya, termasuk memperkenalkan dirinya lebih dari satu kali pada orang yang sama. Sepertinya Heri harus memberinya pelajaran sesudah mereka menikah nanti.

Heri Nasution? Nama itu mengingatkan Lala akan sesuatu! Ia telah mendengar banyak hal tentang nama ini, - sosok legendaris di dunia bisnis, misterius, sangat tertutup perihal kehidupan pribadinya, sangat berkuasa, dan telah tinggal di luar negeri untuk waktu yang cukup lama. "Bagaimana kamu membuktikan kebenaran kata-katamu, bahwa kamu memang Heri Nasution. Aku tidak mau KTP, sangat mudah memalsukannya." Bagaimana cara membuktikannya?

Heri mengangkat alis, dan mencondongkan tubuhnya ke depan untuk mencium bibir Lala. "Kalau kamu masih tidak percaya, aku bisa mengulang malam pertama kita di sini, bagaimana?"

Bibir Heri terasa dingin, aroma mulutnya yang menyenangkan membuat Lala tertegun.

"... Huh! Aku tidak mau menikah denganmu. Kamu sangat pandai merayu wanita. Kamu pasti seorang penggoda."

"Penggoda?" Heri mengangkat alisnya yang tebal. Kata-kata itu sepertinya pernah ia dengar.

"Kamu tidak punya pilihan lain, selain menikah denganku." Berdasarkan informasi yang diterima Heri, Lala hanya memiliki 2 sahabat yang dapat diandalkannya, - Tamara Dina yang telah menyelamatkan nyawa Lala, dan Zulfikar Aziz, seorang pembalap internasional. Hm..., dia harus berhati-hati terhadap Zulfikar di masa yang akan datang.

Persahabatan murni antara seorang pria dan wanita? Huh, Heri tak percaya dengan hal semacam itu.

"Baiklah, aku akan menandatangani perjanjian ini, namun hanya setelah kamu berjanji kepadaku." Lala mengertakkan gigi, meyakinkan dirinya dalam membuat keputusan yang akan menentukan nasibnya di masa depan.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Tolong Selamatkan Aku2 Bab 2 Hal Yang Paling Berharga3 Bab 3 Gabian Tiga Detik4 Bab 4 Aku Suamimu5 Bab 5 Aku Bisa Membantumu Balas Dendam6 Bab 6 Memiliki Aku Sudah Cukup Bagimu7 Bab 7 Tak Ada Lagi Tangisan di Masa Depan8 Bab 8 Mal Pulau Biru9 Bab 9 Berlian Merah10 Bab 10 Kamu Harus Mengalah Padaku11 Bab 11 Menikahi Seorang Pria Tua12 Bab 12 Menjadi Wanita Simpananmu13 Bab 13 Suami Lala14 Bab 14 Hari Pertama Bekerja15 Bab 15 Kakak Sepupu Perempuan Sarah16 Bab 16 Pria di Kursi Belakang17 Bab 17 Kamu Habis Minum18 Bab 18 Berhasil Diceraikan19 Bab 19 Malam Yang Sepi20 Bab 20 Menerobos Lampu Merah21 Bab 21 Tiga Pria22 Bab 22 Aku Sudah Menoleransimu Selama Dua Hari23 Bab 23 Sang CEO Juga Memiliki Idola24 Bab 24 Nyonya Nasution Melarikan Diri Dengan Mobil25 Bab 25 Empat Mobil Polisi Rusak Berat26 Bab 26 Aku Pasti Akan Menuntut Wanita Itu27 Bab 27 Melecehkan Gadis Cantik28 Bab 28 Pria yang Sangat Tampan29 Bab 29 Pria di Puncak Kekuasaan30 Bab 30 Bos Nasution, Anda Luar Biasa31 Bab 31 Senyum Kekanakan32 Bab 32 Tidak Tahu33 Bab 33 Wanita Jalang34 Bab 34 Mengandalkan Suaminya35 Bab 35 Tidak Akan Melepaskannya Begitu Saja36 Bab 36 Mengatur Pekerjaan Untukmu37 Bab 37 Bertemu Ibu Heri untuk Pertama Kalinya38 Bab 38 Seorang Gelandangan39 Bab 39 Aku Bukan Ibumu40 Bab 40 Tunggu dan Lihat41 Bab 41 Ibu Mertua Membuat Keributan di Perusahaan42 Bab 42 Sayang, Maafkan Aku43 Bab 43 Tamara Menolaknya44 Bab 44 Kejutan Berubah Menjadi Ketakutan45 Bab 45 Kartika Maharani46 Bab 46 Aku Kartika Maharani, Tunangan Heri47 Bab 47 Tak Pulang48 Bab 48 Kamu Mendapatkan Izinku49 Bab 49 Aku Akan Mengantarmu Pulang Sekarang50 Bab 50 Tolong Jangan Salah Paham51 Bab 51 Suara Keras Sebuah Tamparan52 Bab 52 Istriku yang Sah53 Bab 53 Pergi Denganku54 Bab 54 Beraninya Kamu Memukulku55 Bab 55 Nakula56 Bab 56 Dompet Berwarna Coklat57 Bab 57 Kucingmu Mati58 Bab 58 Meja Laboratorium Berantakan59 Bab 59 Keluar dari Rumahku60 Bab 60 Kehancuran di setiap Kamar yang Ditempati Kartika.61 Bab 61 Tuan Presiden62 Bab 62 Postingan Lala Menjadi Viral di Opini Publik.63 Bab 63 Virus N7d964 Bab 64 Kamu Membunuhnya65 Bab 65 Operasi Aborsi66 Bab 66 Berkati Diriku dengan Kebahagiaan67 Bab 67 Yosep Andino68 Bab 68 Apa Kamu Sudah Gila69 Bab 69 Kamu Kotor70 Bab 70 Berhubungan dengan Tuan Presiden71 Bab 71 Pertarungan Dimulai72 Bab 72 Aku Merestui Kalian73 Bab 73 Menjadikannya Terkenal dengan Cara Apa Pun74 Bab 74 Melempar Uang ke Wajah Heri75 Bab 75 Menjadi Hit76 Bab 76 Pria yang Diam-diam Dirindukannya77 Bab 77 Bukan Aku78 Bab 78 Aku Akan Pergi ke Neraka79 Bab 79 Semua yang Ia Butuhkan untuk Mengakhiri Segalanya80 Bab 80 Tidak Menginginkan Apa-Apa81 Bab 81 Cantik Tiada Tara82 Bab 82 Memamerkan Cinta di Depan Umum83 Bab 83 Menanggap Satu Sama Lain Sebagai Orang Asing.84 Bab 84 Dapatkah Saya Membantu Anda 85 Bab 85 Keluar86 Bab 86 Menebus Dosamu87 Bab 87 Keluar dari Kamarku88 Bab 88 Pesta Penutupan89 Bab 89 Melarang Lala Setiawan Di Dunia Hiburan90 Bab 90 Membatalkan Kontrak91 Bab 91 Harus Ada Penjelasan92 Bab 92 Mendidih Dengan Amarah93 Bab 93 Seseorang yang Bertekad untuk Pergi94 Bab 94 Masa Lalu Biarlah Berlalu95 Bab 95 Ini Rahasia96 Bab 96 Kilat di Wajan97 Bab 97 Maaf, Aku Tidak Bisa Minum98 Bab 98 Selamat Datang Bos Nasution99 Bab 99 Bos Nasution, Tolong Berperilaku yang Sopan100 Bab 100 Nona Andino, Tolong Perhatikan Sikapmu!