Terjebak dengan sang CEO
Penulis:RICHA SEHGAL
GenreMiliarder
Terjebak dengan sang CEO
Lala terus muntah-muntah sambil menyiram toilet. Tak lama kemudian, kamar mandi itu pun dipenuhi dengan aroma alkohol yang keras.
Lala berkumur dengan lesu untuk membersihkan mulutnya, kemudian ia memutuskan untuk membuka jendela kamar mandi lebar-lebar untuk menghirup udara segar.
Akan tetapi ia mendadak kembali merasa mual. Ia segera berlari kembali ke toilet untuk muntah lagi. Begitu selesai muntah dan perutnya tidak bisa mengeluarkan apa-apa lagi, Lala menyikat giginya dan langsung pergi tidur. Ia tidak merasa ingin mandi saat itu.
Dalam keadaan setengah sadar, ia merasa bahwa seseorang meminumkannya air. Lalu ia jatuh tertidur pulas.
Heri merasa marah saat ia melihat Lala jatuh tertidur seakan tidak terjadi apa-apa. Ia tidak melakukan apa-apa selain pergi ke ruang kerjanya sambil membawa ponsel Lala.
Tidak masalah. Seseorang bisa saja mencari pelarian sejenak, tetapi ia tidak akan bisa melarikan diri selamanya.
Di dalam ruang kerja.
Heri membuka kunci ponsel Lala, dan mengetik nomor ponsel pribadinya, kemudian menyimpan nomor tersebut dengan nama "Suami" di Kontak ponsel itu. Kemudian ia membuka aplikasi Whatsapp dan menambahkan akunnya ke kontak Lala. Ia lalu mengikuti satu sama lain di Twitter. Ia juga mengunduh aplikasi sosial lain yang dimiliki Lala, dan menambahkan Lala ke kontaknya.
Setelah itu, ia mengembalikan ponsel Lala, dan kembali ke kamarnya sendiri, karena ia tidak ingin tidur dengan wanita yang sedang mabuk.
Keesokan paginya.
Lala tidak bangun sampai jam menunjukkan pukul 10 pagi. Dengan sakit kepala yang parah, ia mencuci muka dan berkumur, lalu turun ke lantai bawah untuk mencari sesuatu yang dapat dimakan.
Selain Bibi Jana, ada dua orang wanita lagi di lantai pertama - seorang wanita paruh baya dan seorang wanita berusia tiga puluh tahunan.
Bibi Jana, yang sedang memberi pekerjaan pada dua wanita itu, berjalan ke arah Lala begitu melihatnya.
"Lala, mereka baru saja dikirim oleh agen pembantu rumah tangga. Ini adalah Bibi Lufti yang akan mengurus pekerjaan rumah tangga di lantai atas, dan ini adalah Dwi yang akan bekerja di lantai bawah. Bibi Lutfi, Dwi, ini nyonya kita."
"Selamat pagi, Nyonya!" Keduanya sudah dilatih khusus oleh agen pembantu rumah tangga dan memiliki kemampuan pelayanan yang terbaik. Mereka menyapa Lala tepat setelah Bibi Jana memperkenalkannya sebagai nyonya rumah.
"Halo. Kalian bisa memanggilku Lala." Lala mengangguk pada mereka.
"Baik. Terima kasih, Lala." Mereka menghela nafas lega secara diam-diam karena mereka melihat bahwa Lala adalah seseorang yang terbuka dan mudah bergaul.
Bibi Jana menginstruksikan mereka untuk mulai bekerja. Kemudian ia pergi ke dapur untuk menyajikan semangkuk sup kepada Lala.
"Apakah kamu terlalu banyak minum tadi malam? Alkohol tidak baik untukmu. Jangan minum terlalu banyak lagi di masa depan." Bibi Jana mau tidak mau menjadi cerewet ketika berhadapan dengan Lala, yang terlihat tidak sehat. Untungnya, Lala adalah orang yang sangat baik dan dia tidak keberatan dengan omelan Bibi Jana.
"Oke. Terima kasih, Bibi Jana." Tidak sampai satu menit setelah memakan supnya sampai habis, ia sudah merasa jauh lebih baik.
Setelahnya, Lala memuaskan rasa laparnya dengan berbagai makanan yang ada di atas meja. "Apakah dia sudah pergi bekerja?"
Bibi Jana tahu betul siapa yang dimaksud oleh Lala. "Ya, Tuan Muda sudah pergi bekerja sejak pagi-pagi sekali. Dan dia berkata bahwa kamu harus memberitahunya jika kamu pergi keluar."
...
Lala kehilangan kata-kata mendengar ucapan Bibi Jana. Bagaimanapun, itu bukanlah sebuah masalah. Ia berpikir dengan hati-hati dan menyimpulkan bahwa jika bukan karena fakta Heri yang muncul tiba-tiba tadi malam, sulit untuk membayangkan apa yang akan terjadi padanya.
Setelah makan, Lala kembali ke kamar di lantai atas. Ia mengeluarkan ponselnya untuk membuka Whatsapp dan Twitter, yang masing-masing menampilkan 99 dan 999 pesan baru di layar ponselnya. Ia melirik pada berbagai komentar panas, hanya untuk menemukan bahwa mereka yang ia anggap sebagai teman baik di kalangan atas telah menyampaikan kekhawatiran mereka dengan cara yang munafik. Ia menerima berbagai komentar dari netizen, termasuk mereka yang kagum melihat cincin berlian di tangannya. Sementara itu, orang yang mengirimkan ucapan selamat kepadanya jumlahnya sangat sedikit.
Hal yang sama terjadi pada Status Whatsapp miliknya. Kekhawatiran Sarah yang terlihat bermanis-manis padanya membuatnya jijik. Ia hanya membalas pesan dari Tamara dan Zulfikar. Kemudian ia mengirim pesan melalui Whatsapp ke Tamara, yang menggunakan nama Bakso Ikan sebagai akunnya, untuk memberi tahu bahwa ia akan pergi ke tempat kerja Tamara untuk melihat keadaan di sana.
Sebelum menutup aplikasi, ia sekilas melihat ada kontak baru yang bernama "Nasution" di daftar obrolan.
Heri? Lala memeriksa Status Whatsapp milik Heri, hanya untuk melihat berbagai informasi promosi yang terkait dengan bisnis Grup internasional SL. Ini pasti Heri. Ia ingat dengan jelas bahwa ia tidak pernah menambahkan Heri ke dalam daftar kontaknya. Kapan mereka saling berteman di situ?
Bagaimanapun juga, sebelum ia bersiap-siap, ia membuka kotak obrolan dan mulai menulis sebuah pesan:
"Bos, aku akan pergi untuk menemui seorang teman."
Lala mengenakan pakaian yang keren. Sebuah pesan baru muncul di layar ponselnya, yang dikirim oleh Heri.
"Di mana? Dengan siapa?"
Lala memutar bola matanya dan membalas: "Ke tempat yang dapat memberiku pekerjaan. Tamara."
"Kamu tidak perlu mencari pekerjaan." ucap Heri.
"Tidak setuju. Selamat tinggal." Lala memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan memutuskan untuk tidak membalas pesan Heri.
Ia memilih untuk tidak mengendarai mobilnya yang mewah untuk melamar pekerjaan. Lala memutuskan untuk berjalan, akan tetapi ternyata berjalan kaki membutuhkan waktu yang lumayan lama. Sebelum terkena serangan panas, Lala akhirnya memutuskan untuk naik taksi.
Mal Senaya.
Mal ini dulunya bernama Mal Sarina, dan dimiliki oleh Keluarga Setiawan. Setelah Yakub yang memegang kendali mal, secara resmi mal itu berganti nama menjadi Mal Senaya. Lala memandang sekeliling mal dengan perasaan campur aduk. Ia akan memenangkan kembali semua aset kekayaan milik Keluarga Setiawan suatu hari nanti, walaupun ia harus bergantung pada pria itu.
Tamara bekerja sebagai seorang pemandu belanja di Fesyen Wanita Rini. Sebelum Lala tiba, Tamara sudah memberi tahu atasannya bahwa ada seorang temannya yang ingin bekerja di sini.
Pengawas wanita itu memutuskan untuk mempekerjakan Lala, karena wajahnya yang cantik, pembawaannya yang anggun, dan kepribadiannya yang ramah, meskipun ia tidak memiliki pengalaman kerja sama sekali.
"Lala, kamu dulu belajar di jurusan Film dan Televisi di universitas. Apa ada yang salah sampai kamu berpikir untuk bekerja di sini?" Tamara benar-benar bingung.
Lala tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan itu. Ia terlalu malu untuk mengatakan keadaannya yang sebenarnya. Itu semua disebabkan oleh Sarah. Lala dulu memiliki banyak kesempatan magang di dunia film dan televisi selama ia masih belajar di universitas, tetapi Sarah menjebaknya untuk menolak berbagai kesempatan tersebut.
Banyak teman sekelasnya yang telah memulai karir mereka dengan berakting di berbagai iklan dan film sebelum kelulusan, sementara ia tidak melakukan hal itu sama sekali. Ia tidak memiliki cukup keberanian untuk melamar pekerjaan di perusahaan yang bergerak di dunia hiburan. Ia hanya bisa menunggu datangnya berbagai kesempatan untuk berganti pekerjaan.
Di malam hari, Lala berbaring di tempat tidur. Sudah selama kurang-lebih dua jam ia memikirkan apakah ia harus mengusir Heri keluar atau tidak apabila ia masuk ke dalam kamar.
Namun, Heri tidak pulang malam itu. Keesokan paginya, Bibi Jana memberitahunya bahwa Heri baru saja mengambil alih kepengurusan bisnis. Karenanya, ia menjadi sangat sibuk dan akan tinggal di kantor selama beberapa hari. Lala menghela nafas lega secara diam-diam, karena ia tidak perlu bertemu dengannya dalam beberapa hari ke depan.
Hari ini adalah hari pertama Lala pergi bekerja. Ia sudah membeli sepeda motor wanita agar tetap terlihat low-profile.
Merek pakaian tempat Lala bekerja adalah Rini - sebuah merk domestik kelas atas. Lala pernah membeli pakaian dari merek ini sebanyak dua kali. Tapi ia tidak mengetahui merek ini dimiliki oleh perusahaan mana.
Setelah Tamara memperkenalkan Lala pada lingkungan kerjanya yang baru, mereka mulai membersihkan toko.
Lala membersihkan semua gantungan pakaian seperti yang dilakukan Tamara, dan ia terengah-engah ketika menyelesaikan pekerjaan itu.
"Lala, apa kamu baik-baik saja?" Sembari memandang Lala yang dahinya berkeringat dengan prihatin, Tamara sedikit khawatir kalau Lala tidak bisa terbiasa dengan pekerjaan tangan yang begitu berat.
"Aku baik-baik saja. Aku bisa mengerjakan ini. Hanya saja hawanya sedikit panas." Lala meneruskan pekerjaannya. Saat itu mal belum dibuka, jadi AC di dalamnya belum menyala.
"Oke. Aku akan mengerjakan area sebelah sana lebih dulu." Setiap orang sudah diberikan area kerja masing-masing yang cukup jelas.
Ketika tiba waktunya mal buka, Lala mulai merasa sedikit tidak nyaman karena ia tidak tahu bagaimana cara menyapa pelanggan.
Pengawas menginstruksikan Tamara untuk mengajari Lala bagaimana cara melayani pelanggan.
Mereka yang akan membeli pakaian dari merek tempat Lala bekerja ini semuanya adalah orang kaya. Ada banyak orang kaya di dunia, namun terkadang kita tidak benar-benar memikirkannya. Adapun saat itu, Lala kebetulan bertemu dengan orang yang sama sekali tidak ia duga akan ditemuinya di hari pertamanya bekerja. Orang ini adalah musuh bebuyutannya, seorang wanita bernama Alina.