Sang Pengantin Pengganti: Membuat Kenangan Tentang Kita
Penulis:Paramita Palastri
GenreRomantis
Sang Pengantin Pengganti: Membuat Kenangan Tentang Kita
Brian memerhatikan makanan yang sedang disajikan di atas meja. Dia menyadari hidangan-hidangan itu berbeda dengan apa yang biasa dimasak oleh Maria.
Dia yakin bahwa semua hidangan itu tidak dimasak oleh Maria. Melihat Brian belum menyentuh makanannya dan hanya mengamati hidangan itu dengan seksama, Maria lekas memberi tahu Brian, "Tuan, makan siang hari ini dibuat oleh Nyonya Lesmana."
Mendengar itu, Brian menaikkan salah satu alisnya lalu mengalihkan pandangannya ke Ayla. "Kamu bisa memasak?"
"Hanya beberapa hidangan sederhana," Ayla menjawab jujur, dia bisa merasakan pipinya mulai merah merona ketika menyadari perhatian Brian kini tertuju padanya. Tapi Ayla menyadari betul ada nada tidak suka dalam suara Brian ketika melontarkan pertanyaan itu. Dirinya seketika sadar bahwa dia telah melakukan sesuatu yang tidak perlu.
Sementara itu Brian telah mengalihkan pandangannya dan mulai menyantap makanan yang dihidangkan. Laki-laki itu makan dengan perlahan, berusaha menikmati rasanya. Ayla, yang sedang berdiri di samping Brian, merasa gelisah. Dia takut Brian tidak menyukai rasa masakannya dan akan memarahinya lagi.
Brian menghabiskan makanannya dengan senyap. Setelah selesai, dia meletakkan sumpitnya di atas meja, lalu menoleh ke arah Ayla. "Karena kamu bisa memasak, aku akan menganggap kamu tidak keberatan memasak untukku. Mulai sekarang, aku ingin kamu menyiapkan semua makananku. Tetapi semua hidangan yang kamu buat harus berbeda-beda."
Brian melakukan itu dengan sengaja. Karena wanita itu telah secara sukarela memasak untuknya, Brian ingin melihat sejauh mana dia bisa bertahan dan berpura-pura menjadi wanita yang baik.
Ayla merasa agak terkejut saat melihat Brian tampak menikmati masakannya. Mendengar kata-kata Brian, Ayla menghela napas lega. Meskipun laki-laki itu memberinya tugas yang cukup sulit, dia sekarang merasa tenang karena setidaknya Brian tidak marah padanya.
Keesokan paginya, seperti yang telah dijanjikan, Brian menyiapkan sebuah mobil untuk mengantar Ayla pergi ke sekolahnya.
"Pak Lukman, kamu bisa menurunkanku di sini saja." ucap Ayla pada sopirnya. Dia meminta sang sopir untuk menurunkannya di pinggir jalan yang berjarak satu blok dari gerbang sekolahnya.
"Nyonya Lesmana, Tuan Lesmana dengan tegas telah memerintahkan saya untuk menurunkan Anda di depan gerbang kampus." Pak Lukman, sang sopir tidak menghiraukan permintaannya itu dan langsung mengemudi menuju sekolah.
Mendengar itu, Ayla tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tahu, dibandingkan dengan perintah Brian, kata-katanya jelas tidak akan didengar. Dia bisa mengerti mengapa Brian melakukan hal seperti itu, tapi dia tidak menyukainya.
Meskipun Ayla baru mulai sekolah dan belum mengenal banyak orang, dirinya benar-benar tidak ingin menjalani kehidupan seperti itu sepanjang hidupnya.
"Terima kasih, Pak Lukman." Begitu sampai di gerbang kampus, Ayla mengucapkan terima kasih kepada sopirnya lalu turun dari mobil.
Lukman menunggu sampai Ayla masuk ke dalam sekolah. Setelah memastikan Ayla telah berada di dalam gedung sekolah, dia mengeluarkan telepon genggamnya dan menghubungi Brian. "Tuan Lesmana, dia sudah masuk ke dalam gedung sekolah."
"Awasi dia," Brian memerintah dengan datar sambil berdiri di depan jendela. Matanya penuh dengan ketidakpercayaan dan memancarkan sinar dingin.
Dirinya masih curiga. Dia masih tidak bisa mengerti mengapa Arlini begitu bersemangat untuk pergi ke sekolah.
Beberapa saat kemudian, James masuk ke dalam ruangan. "Tuan Lesmana."
"James, kamu sudah datang, silakan duduk." Brian meminta orang kepercayaannya itu untuk duduk di sofa dan bergabung dengannya.
Setelah duduk dengan nyaman, James memerhatikan sekeliling tempat itu dan bertanya, "Di mana dia?"
Brian mengerti bahwa 'dia' yang James maksud adalah Arlini.
"Apakah kamu datang ke sini untuk melihat gadis itu?" Brian melirik laki-laki itu dari ekor matanya. James jarang datang ke sini menemuinya. Sekarang, saat akhirnya dia datang, laki-laki itu tanpa basa-basi menanyakan keberadaan Arlini.
Mendengar itu, James meringis. "Tentu saja tidak."
James tidak tertarik dengan wanita seperti itu. Penampilannya memang terlihat polos, tetapi dia tahu, wanita itu pasti menyembunyikan kepribadian yang nakal dalam dirinya.
"Kalau begitu, kenapa kamu datang ke sini?" tanya Brian sambil menyalakan sebatang rokok.
"Anton telah pergi ke luar kota." itulah alasan James menanyakan keberadaan Arlini.
"Pria itu ingin melarikan diri." Brian sudah menduga hal itu akan terjadi, jadi dia bahkan tidak merasa terkejut saat mendengarnya. Anton sepertinya telah memiliki rencana ini sejak awal. Dia mengirimkan putrinya pada Brian supaya bisa melarikan diri dengan mudah.
"Lalu, Tuan Lesmana, apakah menurut Anda Nyonya Lesmana juga akan melarikan diri?" James khawatir hal itu memiliki kemungkinan besar untuk terjadi. Anton adalah pria yang licik. Mungkin saja pria itu telah merencanakan segalanya dari awal.
Mendengar pertanyaan James, Brian menghisap cerutunya perlahan. Dia lalu tersenyum tipis dan berkata, "Dia tidak bisa melarikan diri. Begitu juga dengan Anton. Ke mana pun pria itu pergi, dia tidak akan bisa melarikan diri dariku."
Brian mengizinkan Arlini meninggalkan vila karena dia memiliki banyak mata-mata di mana-mana. Dia tahu, Arlini tidak mungkin bisa membodohi mereka begitu saja.
"Tuan Lesmana, kenapa Anda bisa begitu yakin? Wanita itu sangatlah licik." James khawatir kalau Brian sampai terpikat dengan kecantikan wanita ini, maka pastilah akan terjadi masalah besar.
"Kamu benar, dia memang wanita yang penuh dengan tipu muslihat," Brian mengiyakan. Dia sebenarnya merasa terkejut saat melihat Arlini bersikap sangat baik dan patuh padanya. Brian yakin wanita itu pasti sedang merencanakan sesuatu.
"Ayo pergi! Ikutlah denganku untuk memeriksa perkembangan pekerjaan di perusahaan cabang." Grup Lesmana adalah perusahaan yang besar. Industri properti, industri perhotelan, serta berbagai tempat hiburan dikelola oleh grup ini. Selain itu, Grup Lesmana juga memiliki banyak bisnis lain bersama dengan beberapa perusahaan kredit global.
"Tuan Lesmana, saya senang bahwa Anda baik-baik saja." James sempat merasa khawatir dengan Brian. Tapi ketika dia melihat atasannya itu masih terlihat tenang dan menguasai diri seperti biasanya, James seketika merasa lega.
Sementara itu, setelah kelasnya selesai, Ayla pergi menuju asramanya untuk mengemasi barang bawaannya. Dia tidak membawa banyak barang, hanya sebuah koper kecil.
Dia sangat sibuk di sekolah hari ini. Setelah menghadiri kelas yang begitu banyak, Ayla kemudian pergi ke perpustakaan untuk belajar dan membuat catatan. Beberapa temannya datang untuk berbicara dengannya saat dia sedang singgah di asrama. Ayla menyapa mereka dengan senyuman.
"Aku dengar pagi ini kamu datang ke sini diantarkan dengan mobil mewah. Apakah itu benar?" salah satu temannya bertanya penasaran.
Ayla agak terkejut ketika mendengar itu. Dia sama sekali tidak menduga akan mendapatkan pertanyaan seperti itu. Meskipun begitu, dirinya tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak mengakui atau pun menyangkalnya.
"Itu benar. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri," seseorang teman yang lain menjawab. "Ayla, apakah kamu telah mendapatkan seorang pria kaya? Tentu saja. Kamu sangat cantik. Pria kaya mana pun pasti akan tertarik padamu."
Semua temannya begitu yakin bahwa Ayla diam-diam telah mendapatkan seorang pria kaya tanpa memberitahu siapa pun. Mereka pikir itulah alasan dia meninggalkan asrama. Namun, tidak ada yang mengetahui kebenaran bahwa dirinya telah dijual, dan kemungkinan besar tidak akan pernah mendapatkan kebebasannya kembali sepanjang hidupnya.
"Wow! Berapa umur laki-laki itu? Apakah dia seorang laki-laki tua berkepala botak?" Teman-temannya merasa sangat penasaran. Mereka memang mengatakannya dengan bercanda, tapi sesungguhnya mereka ingin tahu yang sebenarnya. Tidak akan terbayangkan di benak siapa pun yang mengenalnya, bahwa Ayla sesungguhnya telah menikah dengan seorang pria muda yang kaya dan tampan. Namun lebih daripada itu, seorang pria yang tidak akan pernah mencintai dirinya.
Semua orang tahu bahwa Ayla bukanlah tipe gadis yang mengincar pria-pria kaya. Jadi bagaimana bisa mereka membayangkan kenyataan yang sebenarnya?