Sang Pengantin Pengganti: Membuat Kenangan Tentang Kita
Penulis:Paramita Palastri
GenreRomantis
Sang Pengantin Pengganti: Membuat Kenangan Tentang Kita
"Arlini, apakah kamu sedang berpura-pura lugu dan sok suci di depanku?" tanya Brian dengan posisi masih terduduk di sofa, matanya menatap tajam pada gadis itu tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali.
Ayla yang tidak kunjung menjawab, membuat salah seorang pria di sana merasa geram. Dia berteriak dengan keras pada gadis itu, "Apakah kamu tuli, tidak mendengar apa yang dikatakan Tuan Lesmana?"
Suaranya terdengar menggelegar di seluruh penjuru ruangan itu, membuat Ayla semakin ketakutan. Detik berikutnya, pria itu pun berdiri di hadapan Ayla dan kemudian dengan kasar mengangkat dagunya. Semua orang yang hadir di ruangan itu bisa melihat tampang Ayla dengan jelas sekarang.
Ayla juga memandang ke arah pria yang sedang duduk di tengah-tengah itu untuk pertama kalinya dia melihatnya. Brian Lesmana, laki-laki di hadapannya ini yang akan menjadi suaminya.
"Tuan Lesmana, aku tidak menyangka istrimu ini ternyata sangat cantik. Tidak heran kalau banyak pria yang suka menemaninya," ucap seseorang.
Gadis itu, Ayla memang seorang wanita yang sangat cantik. Dia adalah sosok gadis yang lembut dengan mata yang cantik seperti rusa betina dan bola mata seindah batu topas hitam. Namun, karena dia sangat panik, alisnya menyatu.
Dia memang memiliki daya tarik tersendiri yang sangat memikat hati lawan jenis. Pria mana pun bisa terpesona dengan mudah, hanya dengan sekilas tatapannya saja, dia sudah bisa membuat seorang pria langsung jatuh cinta padanya.
"Apakah kamu takut?" tanya Brian dengan nada mengancam seraya menatap sang gadis.
Takut? Ya, dia memang sangat takut sekarang.
"Katakanlah sesuatu! Jangan berdiam diri di sana seperti sebongkah patung saja!" Brian berteriak dengan keras padanya, nada suaranya terdengar marah dan memekik telinga.
"Aku... aku..." suara Ayla terdengar gagap, dia memang ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulutnya. Kata-kata itu seperti tertahan di tenggorokannya. Ayla tidak tahu apa yang bisa dia bicarakan dengan pria berbahaya di depannya ini.
"Melihat reputasimu sebelumnya, kamu sudah berkencan dengan banyak pria. Kenapa kamu masih berpura-pura ketakutan seperti itu?" tanya Brian.
Brian sangat membenci wanita munafik yang bisa berubah seperti bunglon, dan wanita seperti itu ada di hadapannya. Dia benci wanita ini. Jika saja dia belum mendengar gosip miring masa lalu gadis ini sebelumnya, mungkin dia sudah tertipu dengan penampilan gadis ini sekarang..
"Tuan Lesmana, beri dia pelajaran agar dia patuh padamu dan tidak akan mengkhianatimu di kemudian hari," ucap salah satu anak buah Brian dengan jijik.
"Aku tidak berpura-pura. Aku juga tidak akan mengkhianatimu," Ayla akhirnya bersuara.
"Aku harap sebaiknya begitu! Kalau tidak, jangan harap keluarga Ginanjar bisa hidup tenang!" Brian memperingatkan Ayla dengan suara yang keras.
"Baiklah, ayo kita pergi! Jangan mengganggu Tuan Lesmana." Meskipun itu hanya acara pernikahan tanpa upacara apa pun, Ayla tetap menandatanganinya dan menjual seluruh hidupnya pada iblis ini.
Semua orang yang ada di ruangan itu pun pergi meninggalkan ruangan setelah mereka melihat tatapan Brian. Ruangan yang awalnya ramai, langsung berubah menjadi sepi, hanya ada mereka berdua, Brian dan Ayla, dengan bau asap dan alkohol yang belum hilang.
"Bangun!" perintah Brian yang masih terduduk di sofa dengan menyilangkan salah satu kakinya yang panjang di atas yang lainnya.
Terlepas dari rasa sakit di sekujur tubuhnya, Ayla akhirnya berhasil bangun sendiri. Gaun pengantinnya itu sedikit menyusahkan, bagian ekor gaunnya agak panjang. Ayla menarik gaunnya itu dengan erat-erat, memperlihatkan sepatu hak tinggi putih yang dia kenakan di kakinya.
"Kemarilah, duduk di sampingku." Brian menatapnya dengan dingin, dia agak heran kenapa Arlini sok lugu malam ini. Dulu dia wanita yang berani dan tidak tahu malu.
Begitu Ayla duduk, Brian langsung menyodorkan sebatang rokok ke mulut Ayla.
"Aku tidak merokok," ucapnya dengan suara rendah.
'Tidak merokok?' Brian hanya mendengus. Gadis populer dari keluarga Ginanjar ini tidak merokok? Nona Ginanjar yang digosipkan orang-orang itu tidak selugu ini.
Belum sampai tiga detik, Brian kembali menyodorinya dengan segelas anggur yang tingkat alkoholnya tinggi. "Oke, kalau begitu minumlah ini!"
"Aku tidak minum." Ayla menolak untuk kedua kalinya. Dia takut kalau dia minum anggur itu, dia akan langsung mabuk dan pingsan.
Brian mengerutkan keningnya. Tapi, kali ini dia tidak tinggal diam dan membiarkannya mengelak begitu saja. Brian mencekokinya minum dengan menangkup wajah sang gadis itu dengan tangan besarnya, kemudian menuangkan segelas anggur tadi langsung ke mulutnya.
Ayla pun tersedak, karena dicekoki dengan anggur yang cukup keras itu. Dia terbatuk-batuk hingga matanya berair, karena tingkat alkohol anggur itu cukup tinggi dan rasanya menusuk tenggorokannya.
"Arlini, yang benar saja?" tanya Brian. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak.
"Mulai sekarang, kamu adalah Nyonya Lesmana. Status ini bukan siapapun bisa menyandangnya." Brian ingin membuat Ayla mengetahui semuanya dengan jelas sejak awal, bahwa dia tidak akan mentolerir kelakuan buruknya.
'Aku sama sekali tidak menginginkan status ini,' gumam Ayla, dia hampir saja mengatakannya. Dia ingin sekali meneriakkan kata-kata ini dengan keras, tapi walau bagaimanapun dia tetap harus menahan diri.
Nyonya Lesmana? Dia tidak memedulikan status ini sama sekali, hal yang paling dia inginkan hanyalah menjalani kehidupannya seperti biasa, dia bisa pergi ke sekolah dengan bebas. Dia ingin menunggu Toby, pria pujaan hatinya itu kembali. Tapi semua mimpi-mimpi yang dia rajut itu, telah hancur berantakan sekarang.
"Kenapa? Kamu tidak menyukainya?" tanya Brian.
Dia melihat secercah rasa ketidaksenangan yang muncul di mata Ayla, lalu kemudian berkata, "Oh ya. Kamu adalah Nona Ginanjar, kamu bisa memiliki pria mana pun yang kamu inginkan, kan?"
Ayla mengerucutkan bibirnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Bukannya dia tidak mau bicara, tapi perutnya terasa sakit sekarang. Dia membekam mulutnya sendiri dengan tangannya dan melihat segelas air di atas meja.
Dia mengulurkan tangannya untuk mengambil gelas itu, kemudian meminumnya untuk menenangkan rasa tidak nyaman di perutnya. Tetapi, dia tidak dapat menelannya, dia malah menyemburkannya. Ternyata itu bukan air putih, melainkan minuman keras yang bening.
"Oh, begitu! Jadi, kamu suka minum minuman keras yang bening," ucap Brian. Dia mulai percaya, mungkin Ayla memang mengatakan yang sebenarnya. Dia sama sekali tidak minum minuman keras. Tapi mungkin juga dia terlalu pintar bersandiwara.
"Tidak, aku hanya..." Belum selesai dia mengatakannya, tangannya tiba-tiba mencengkram sofa di sampingnya dan memuntahkan semua isi perutnya. Karena perutnya kosong, dia belum memakan makanan yang padat sama sekali, jadi semua yang dimuntahkan keluar hanyalah air asam.
Brian membantunya bangun setelah itu, mengangkatnya di bahunya. Membawa gadis itu ke kamar tidur dan melemparkannya ke kasur.
Kepala Ayla sudah terasa sangat berat dan tanpa sadar, kepalanya membentur meja di samping tempat tidur. Dahinya langsung membengkak karena benturan itu. Ia meringis kesakitan, kepalanya terasa lebih berat dan pusing.
Bagaimanapun Brian tidak menunjukkan rasa iba maupun belas kasihan terhadap wanita yang tergeletak tak berdaya di depannya itu sama sekali. Dia menatapnya dengan tatapan seperti hewan yang kelaparan sedang menatapi mangsanya.
Segala sesuatu akan segera dimulai sekarang.