Sang Pengantin Pengganti: Membuat Kenangan Tentang Kita
Penulis:Paramita Palastri
GenreRomantis
Sang Pengantin Pengganti: Membuat Kenangan Tentang Kita
Melihat Brian yang sedang berdiri di pinggir ranjang sambil menatapnya dengan tatapan beringas, penuh dengan ancaman yang menakutkan, Ayla refleks menarik selimut untuk menutupi badannya.
"Nona Ginanjar, kamu telah menandatangani kontrak pernikahan kita. Kenapa kamu menyembunyikan dirimu dari suamimu? Apakah kamu ingin mempertahankan badanmu itu untuk pria lain?" ucap laki-laki itu dengan nada mengejek saat melihat Ayla bersembunyi di bawah selimut.
Brian tidak mengerti mengapa dia bersembunyi dan menghindar. Ah, bagaimanapun juga, dirinya tidak akan melepaskan wanita ini dengan mudah malam ini.
Sementara itu, Ayla menatap pria yang ada di hadapannya ini dengan rasa takut. Dia memang ingin menjaga kesuciannya, tapi mungkinkah Brian akan membiarkannya begitu saja?
"Siapa pria itu? Mulai hari ini, kamu telah menjadi istriku, istri Brian Lesmana secara sah." tambah Brian dengan nada mencibir. Perlahan, laki-laki itu mendekat, menutup jarak di antara mereka berdua.
"Apakah kamu tidak tahu bagaimana cara menjalankan tugasmu sebagai seorang istri?" tatapan Brian berubah menjadi tajam melihat wanita yang baru saja disahkan sebagai istrinya itu meringkuk di hadapannya dengan terbungkus selimut.
"Tidak, aku tidak tahu!" teriak Ayla setelah dia menahannya sejak tadi. Meskipun dia merasa takut dengan laki-laki ini, dia masih memiliki cukup keberanian untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya. Ayla tahu kalau penolakannya itu tidak akan berarti, juga tidak akan merubah situasi apapun, tetapi untuk pertama kalinya dia merasa benar-benar perlu memberitahukan pria ini apa yang dia pikirkan.
"Kamu hanyalah seorang wanita yang aku beli dengan uang. Apakah kamu berpikir, kamu berhak memilih?" Brian menggertakkan giginya, 'Lancang sekali wanita ini!'
Ayla tampak gemetar saat mendengar nada suara Brian mengeras dan membentaknya.
Melihat itu, Brian mengerutkan alisnya. Bagaimana bisa wanita ini berpura-pura ketakutan dengan begitu meyakinkan? Semakin dia bersikap seperti ini, semakin Brian bertekad untuk menunjukkan pada wanita ini di mana posisinya yang sebenarnya.
Brian naik ke tempat tidur dan dengan cepat meraih Ayla, menarik tubuhnya lebih dekat dengannya. Lengannya yang berotot melingkari tubuh wanita itu, mencegahnya supaya tidak menjauh dari tubuhnya.
"Lepaskan aku!" Ayla meronta, berusaha keras untuk mendorong laki-laki itu menjauhinya. Namun, dibandingkan dengan Brian, Ayla tidaklah sekuat laki-laki itu. Meskipun begitu, Ayla tidak ingin menyerah begitu saja.
Brian menaikkan alisnya lalu mencibir, "Melepaskanmu? Apakah kamu lupa kalau hari ini adalah hari pernikahan kita? Malam ini kita akan sempurnakan pernikahan ini dengan menunaikan malam pertama kita."
"Tidak, aku mohon, jangan! Tuan Lesmana, tolong lepaskan aku!" Ayla merasa sangat terhina.
"Arlini, apa kamu bercanda? Kenapa kamu bersikap sok suci, seolah-olah kamu baru pertama kali melakukannya? Apakah kamu tidak merasa sikapmu ini sangat munafik?" Brian berpikir bahwa Arlini sebagai gadis keluarga Ginanjar yang populer dikalangan para pria itu, pasti akan melakukan apa saja demi uang. Brian tahu bahwa selama dirinya memiliki uang, wanita ini tidak akan menolaknya.
Namun, wanita di hadapannya ini tak henti-hentinya memberinya kejutan demi kejutan sejak mereka bertemu.
"Aduh, sakit... tolong...." Ayla memekik kesakitan ketika Brian memposisikan dirinya dengan beringas di antara kedua kakinya, sekarang tidak ada yang bisa dia rasakan selain kesakitan.
Semuanya sudah berakhir, tidak ada jalan lain lagi sekarang. Brian akan melakukan segala cara untuk membuatnya merasa tersiksa.
Seharusnya dirinya memikirkan segalanya secara matang-matang sebelum dia menyetujui pernikahan ini. Sekarang semuanya sudah terlambat. Dia tidak bisa melarikan diri lagi.
Mata Brian menangkap bercak-bercak noda darah di kasur. Melihat itu, dia lalu bertanya, "Berapa banyak uang yang telah kamu habiskan untuk memperbaiki selaput daramu?"
Ayla merasa sangat terhina saat mendengar kata-kata ini. Dirinya bahkan tidak mampu melawannya lagi karena tubuhnya terasa sangat lemah sekarang. Ayla tahu apapun jawaban yang dia berikan, Brian tidak akan memercayainya. Meskipun demikian, tujuan Ayla adalah untuk meyakinkan Brian bahwa dirinya adalah Arlini. Jadi, selama laki-laki itu memercayainya, maka semuanya akan berjalan sesuai rencana.
Bagaimana mungkin dia bisa menolak jika Brian ingin menagih kewajibannya sebagai seorang istri di malam pertama mereka? Bagaimanapun juga, mereka berdua sudah menikah secara sah sekarang. Ayla tidak mungkin mengakui identitasnya yang sebenarnya, bahwa dirinya bukanlah Arlini. Jadi dia memilih untuk diam dan tidak mengatakan apa-apa.
"Sialan! Keluar dari kamar ini!" teriak Brian tiba-tiba, setelah itu dia masuk ke kamar mandi. Brian memang sengaja menyiapkan dua kamar terpisah karena dia tidak ingin wanita itu tinggal sekamar dengannya. Brian hanya ingin mempermalukannya dan melecehkannya saja.
Mendengar teriakan Brian itu, Ayla seketika menjadi gemetar. Dirinya lekas menarik selimut untuk menutupi tubuhnya lalu segera berjalan keluar kamar.
Malam itu, Ayla tidak bisa tidur sama sekali. Dia menghabiskan malamnya dengan duduk di lantai dan memandang ke luar jendela. Pandangan matanya kosong, namun pikirannya melayang jauh, ada banyak hal yang dia pikirkan. Apakah dirinya benar-benar harus menghadapi kehidupan seperti ini untuk selamanya?
Ayla memikirkan bagaimana dia telah dipermalukan oleh seorang pria yang bahkan tidak mencintainya. Tidak hanya itu, dirinya juga telah kehilangan sesuatu yang paling berharga bagi seorang wanita. Dia menghela napas dengan berat.
Keesokan paginya, pintu kamar Ayla terbuka dengan keras. Brian berjalan ke dalam ruangan itu sambil menggenggam sebotol obat di tangannya. Dia lalu melemparkan botol itu pada Ayla, "Minum obatnya."
Brian belum ingin wanita ini hamil. Selain itu, Arlini adalah anggota keluarga Ginanjar. Brian tidak bisa membayangkan betapa dia akan membencinya kalau wanita ini sampai mengandung anaknya.
Meskipun Ayla tidak memiliki banyak pengalaman, dia tahu betul apa isi botol yang dilemparkan Brian padanya, 'Brian benar, dia memang membutuhkan obat ini sekarang. Dia masih harus pergi sekolah dan melanjutkan hidupnya.'
Brian kemudian berjongkok di hadapan Ayla. Matanya memerhatikan memar yang ditinggalkannya semalam di lengan wanita itu.
"Kamu tidak boleh hamil tanpa seizinku. Demi keselamatan keluarga Ginanjar, sebaiknya kamu menuruti kata-kataku dengan baik!" dia membuka tutup botol itu dan menuangkan sebutir pil berwarna putih di telapak tangannya. Tanpa memberi aba-aba, Brian kemudian memasukkan pil itu ke dalam mulut Ayla dengan paksa.
Ayla menelannya bulat-bulat, tanpa meneguk air. Matanya seketika dibanjiri air mata.
"Bersiaplah. Kita akan pergi ke suatu tempat." sembari mengatakannya, Brian berjalan dan duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan. Dia menyalakan sebatang rokok, lalu mulai menghisapnya dengan elegan.
Ayla bangkit dengan sedikit kesulitan. "Tapi, aku tidak punya pakaian yang bisa dikenakan."
Tidak seperti Arlini yang memiliki begitu banyak koleksi pakaian bermerek, Ayla hanya memiliki beberapa pakaian santai yang biasa dia kenakan di sekolah. Selain itu, dia juga tidak mungkin keluar dengan mengenakan gaun pengantinnya, kan!
"Nyonya Lesmana, kamu telah menikah denganku. Aku akan memberikanmu semua yang kamu butuhkan." Wanita itu memang benar-benar Arlini. Brian sekarang yakin akan hal itu. Tentu saja dia akan meminta pakaian pada hari kedua pernikahan mereka.
Arlini dan gaya hidupnya yang mewah.
Brian mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang. Sepuluh menit kemudian, pakaian-pakaian dengan merek terkenal pun dibawa masuk ke kamar Ayla.
Melihat segala jenis pakaian dan gaun yang terbuat dari bahan-bahan dengan kualitas yang tinggi itu, Ayla terperangah. Tangannya bergerak menyentuh tekstur pakaian itu. 'Lembut sekali,' pikirnya.
Ayla bukanlah orang yang serakah. Namun saat melihat pakaian-pakaian itu, dia tetap saja merasa tertarik. Dia mengambil sebuah gaun putih sederhana kemudian berjalan ke kamar mandi.
Brian duduk di sofa, memerhatikan itu semua. Alisnya sedikit mengernyit ketika melihat Ayla memilih gaun putih yang polos di antara pakaian-pakaian yang mewah itu. Terkadang, sulit baginya untuk memahami apa yang ada di dalam kepala wanita itu.