Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Penulis:Heir
GenreRomantis
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Sepertinya Dewi tahu apa yang akan Edi katakan selanjutnya, jadi dia mengedipkan mata pada pria itu untuk mengisyaratkan padanya agar tidak mengatakannya.
Apa yang dia tidak sadari adalah bahwa ketika Kusuma melihat apa yang dia lakukan, pria itu berpikir bahwa dia sedang mencoba untuk merayu Edi.
'Ternyata dia memiliki hubungan dengan Edi,' pikir Kusuma yang kemudian mencibir, "Edi, kamu tidak bisa menilai seseorang dari penampilan luarnya. Beberapa orang berpenampilan lugu dan polos di luar, tetapi mereka sebenarnya kotor di dalam."
Edi tercengang setelah mendengar ini.
Dia tidak mengerti mengapa Kusuma memulai keributan dengan seorang gadis di depan umum. Sejauh yang dia bisa ingat, hal yang paling dibenci oleh Kusuma adalah berurusan dengan wanita.
Di sisi lain, Dewi berpikir dalam hati dengan gigi terkatup erat, 'Apakah dia sedang mencoba mempermalukanku di depan umum?'
Dia pernah mengalami penindasan sebelumnya, tapi dia tidak pernah merasakan dirinya dirugikan seperti ini. Kehilangan kesabaran, dia membentak, "Kusuma, bukankah yang sebelumnya terjadi itu hanya sebuah ciuman yang tidak disengaja? Kenapa kamu bersikap begitu jahat padaku?"
Bukankah sudah jelas bahwa dialah yang dirugikan dalam semua ini? Bagaimanapun, dia telah memberikan ciuman pertamanya.
Kali ini, Kirani dan Jaya menarik lengan baju Dewi. "Dewi, berhentilah sekarang," Jaya mengingatkannya dengan suara rendah. "Ingat bahwa dia adalah Tuan Hadi. Kita tidak bisa menyinggung perasaannya."
Dewi mau tak mau mengangkat alisnya. Jadi, jika mereka memang tidak mampu menyinggung orang seperti Kusuma, apakah itu memberikan pria ini semua hak untuk mempermalukannya sesuka hati?
"Apakah kamu merasa jijik bahwa ada seorang wanita kotor telah menciummu? Kamu pasti merasa aku telah mengotorimu!"
Begitu Dewi mengatakan ini, semua orang yang ada di lantai lima terdiam.
Beberapa orang bertanya-tanya apakah Dewi telah kehilangan akal sehatnya. Beraninya dia mengatakan bahwa dia sudah mencium Kusuma!
Ketika Olga mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Dewi, dia menggertakkan giginya dan memelototi Dewi.
Sebenarnya, hari ini dia hanya mendapat kesempatan untuk bersama Kusuma karena kakeknya. Tapi butuh banyak keberanian baginya untuk bisa memeluk lengan Kusuma, apalagi menciumnya.
Tapi Dewi tidak berniat untuk berhenti. Dia melanjutkan lagi, "Apa? Apa kamu merasa bersalah sekarang? Tidak masalah bagiku kalau kamu sudah mengusirku sekali. Tapi sekarang, kamu ingin mengusirku keluar lagi? Betapa sombongnya dirimu itu! Apakah menurutmu seluruh Plaza Cahaya Internasional ini adalah milikmu?"
Pada saat ini, Edi tidak bisa menghentikan dirinya untuk menutupi wajahnya dengan tangannya. Mungkin tidak ada seorang pun di dunia ini yang lebih bodoh daripada Dewi. Tentu saja, Plaza Cahaya Internasional adalah milik Kusuma. Dan karena Dewi dan Kusuma masih belum bercerai, mal itu juga miliknya.
Kristina yang sejak awal tergila-gila dengan Kusuma merinding mendengar ucapan Dewi. Dia tidak bisa menahan diri untuk mengatakan dengan suaranya yang terdengar bergetar, "Yah... Dewi, Plaza Cahaya Internasional memang milik Tuan Hadi."
Dewi tercengang. Dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya bertanya untuk memastikan apa yang barusan dia dengar, "Apa... Apa yang baru saja kamu katakan padaku?"
Olga, yang berdiri di sebelah Kusuma, mencibir dan berkata dengan sinis, "Aku benar-benar malu menyaksikan kebodohanmu. Seluruh Plaza Cahaya Internasional adalah milik Kusuma, mengerti?"
Kirani tanpa daya menutup matanya dan mengangguk.
Dewi melihat ke sekeliling lantai lima yang mewah dan nampak berkelas tinggi dengan seringai di wajahnya.
Jika Plaza Cahaya Internasional milik Kusuma, maka itu juga miliknya.
Semua orang menatapnya sekarang. Dan melihat Dewi yang sedang cekikikan, mereka menyimpulkan bahwa gadis ini pasti gila.
Tapi tentu saja ini tidak berlaku pada Edi.
Dia bisa mengerti reaksi yang ditunjukkan Dewi ketika dia mengetahui bahwa dia juga merupakan pemilik Plaza Cahaya Internasional.
Berpikir bahwa Dewi pasti sakit jiwa hari ini, Jaya tidak ingin dia menyebabkan lebih banyak masalah, jadi dia dengan tiba-tiba membungkuk dan kemudian langsung menggendong temannya itu di bahunya.
Rasa pusing yang tiba-tiba dirasakan membuat Dewi tersadar. "Jaya, apa yang sedang kamu lakukan? Turunkan aku! Sial! Beraninya dia mengatakan kata-kata itu kepadaku!"
Kirani menoleh kepada Kusuma dan tersenyum penuh dengan rasa bersalah. "Tuan Hadi, saya sungguh meminta maaf. Hari ini sepertinya teman saya benar-benar kehilangan akal sehatnya. Saya meminta maaf. Kami akan pergi sekarang."
Kristina dan Dimas juga meminta maaf kepada Kusuma. "Tuan, Hadi, kami meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Kami akan pergi sekarang. Kami benar-benar meminta maaf!"
Ketika Dewi dan teman-temannya pergi dari sana, Edi menoleh ke Kusuma. Melihat wajah dingin Kusuma, dia berkata dengan ragu, "Tuan Hadi, ruangan pribadi ada di sana..."
"Berikan aku informasi tentang wanita itu," sela Kusuma.
Kemudian dia berbalik dan pergi dengan cuek.
Olga mengentakkan kakinya dengan marah dan buru-buru menyusul Kusuma.
Ketika Edi mendengar bahwa Kusuma memerintahnya untuk mencari tahu informasi tentang Dewi, dia merasa kakinya lemas. Jika dia memberi Kusuma semua informasi tentang Dewi, maka Kusuma pasti akan tahu bahwa Dewi adalah istrinya. Apakah dia akan kehilangan pekerjaannya pada saat itu?
Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa cemas. Tapi tunggu sebentar! Apakah Kusuma tadi benar-benar memintanya untuk menyelidiki Dewi? Kusuma yang dia kenal sama sekali tidak pernah tertarik pada wanita.
Apakah ini pesona Dewi? Apakah dia secara kebetulan berhasil merebut hati Kusuma?
Edi segera mengirimi Dewi sebuah pesan, meminta bantuan.
"Ah! Nyonya Hadi, ada berita buruk. Tuan Hadi meminta saya untuk menyelidiki Anda. Apa yang harus saya lakukan? Nyonya Hadi, saya baru saja mengajukan pinjaman untuk membeli rumah. Saya tidak bisa kehilangan pekerjaan."
Dewi tidak bisa menahan tawa ketika dia membaca pesan yang dikirimkan oleh Edi. Dia langsung menelepon pria itu, dan Edi langsung mengangkat panggilan darinya.
"Nyonya Hadi..." Melihat Dewi meneleponnya, Edi merasa sangat senang.
Untuk pertama kalinya, dia merasa pekerjaannya ini begitu sulit. Dia merasa bahwa menyerahkan informasi Dewi kepada Kusuma berarti dia harus pensiun lebih dini.
Dewi tahu bahwa Edi merasa cemas, jadi dia berusaha untuk menenangkannya, "Yah, itu bukan suatu masalah yang sulit. Itu sesuatu yang bisa diselesaikan. Hapus saja semua informasi tentang hubunganku dengan keluarga Hadi, dan semuanya akan baik-baik saja. Lagi pula, sebelum kemarin, dia belum pernah bertemu denganku. Dan aku juga akan segera menceraikannya."
"Bagaimana saya bisa melakukannya?"
Edi tidak bisa menahan dirinya yang mulai gemetar ketakutan ketika dia menyadari bahwa Dewi ingin dia berbohong kepada Kusuma.
Dewi mengangkat alisnya dan perlahan mulai mencuci otak Edi. "Kenapa tidak? Pikirkan baik-baik tentang itu. Aku akan segera menceraikannya, dan aku tidak akan menghubunginya lagi. Dia adalah orang yang sibuk, dan dia selalu pergi ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis. Apa menurutmu dengan seluruh kesibukannya itu dia masih bisa mengingat keberadaanku? Dia bahkan tidak akan mau membuang waktu untuk memikirkanku, kan?"
"Tapi..." Edi masih ragu-ragu.
Memang, selama tiga tahun terakhir ini Kusuma tidak pernah menanyakan Dewi. Seolah-olah dia telah melupakan semua tentang kehadiran istrinya ini.
Mendengar Edi masih ragu-ragu, Dewi berkata dengan lembut, "Jika kamu tidak melakukan apa yang aku katakan, maka aku tidak akan menceraikannya. Sebaliknya, setiap malam aku akan memberitahunya bahwa sebagai asistennya, kamu tidak melakukan pekerjaanmu dengan baik. Maka kamu akan segera kehilangan pekerjaanmu itu. Kamu harus tahu bahwa siapa pun yang dipecat oleh Grup Hadi akan mengalami kesulitan di masa depan."
Setelah mengatakan ini, Dewi menghela napas.
Edi hampir ketakutan setengah mati ketika mendengar ini. Dia tahu betul apa yang sedang terjadi, jadi dia menjawab, "Ya, Nyonya Hadi. Saya akan segera melakukannya."