Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kirani memutar bola matanya ke atas dan menepuk kepala Dewi. "Bukan pria yang itu, bodoh. Aku sedang berbicara tentang pria yang tadi kamu cium!"
"Tunggu, apa?! Kamu tadi mencium Tuan Hadi? Dewi, kamu ini benar-benar suka berbuat onar, ya?" Jaya berkomentar sambil tertawa. Dia adalah orang pertama yang bereaksi setelah mendengar ucapan Kirani. Dia sendiri sebenarnya sangat terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar sehingga dia menginjak pedal gas dengan keras.
Ayahnya bekerja sebagai manajer umum sebuah perusahaan keuangan di Kota Yoya. Selama bertahun-tahun, dia sudah tahu banyak mengenai Kusuma.
Ketika Kristina mendengar nama Kusuma dan mengingat siapa dia, kemudian dia berseru, "Ya ampun! Dewi, kamu baru saja mencium Tuan Hadi! Mendekatlah padaku. Biarkan aku menciummu untuk merasakan bibir Tuan Hadi dan mencium bagaimana aroma tubuhnya!"
Begitu dia mengucapkan kata-kata itu, dia menerkam Dewi.
"Hentikan." Dewi mendorong Kristina menjauh dengan kesal dan menyeka air yang ada di wajah Kirani menggunakan tisu. Dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar sehingga dia bahkan lupa untuk meminta maaf kepada Kirani.
"Kusuma jarang muncul di media. Bagaimana kamu bisa tahu itu dia?" tanyanya dengan nada serius.
"Dia bekerja sama dengan ayahku, dan aku pernah bertemu dengannya sekali," jawab Kirani dengan tidak sabar.
"Apakah kamu benar-benar yakin itu dia?" tanya Dewi lagi.
Sebenarnya, sekarang dia benar-benar merasa seperti di ujung tanduk.
"Aku seratus persen yakin dia adalah Kusuma Hadi!"
Meskipun berciuman dengan Kusuma merupakan suatu kehormatan besar, Kirani tidak pernah menyangka seorang Dewi yang tidak pernah tampak tertarik dengan pria, bersikap begitu bersemangat.
Di sisi lain, hati Dewi rasanya seperti mencelos. Dia benar-benar telah membuat suatu masalah besar.
Menyadari Dewi tenggelam dalam lamunannya sendiri, Kirani menepuk-nepuk tangan temannya dengan tujuan untuk menenangkan pikirannya. "Aku dengar bahwa banyak wanita ingin tidur dengan Tuan Hadi, tetapi mereka diusir keluar olehnya. Dewi, kamu sama sekali tidak punya kesempatan untuk bisa tidur dengannya. Tapi jika kita lihat dari sisi baiknya, tidak semua wanita memiliki kesempatan untuk bisa menciumnya."
Dewi menepis tangan Kirani dan dengan murung berkata, "Dia tidak pantas mendapatkannya."
"Terserahlah. Bagaimanapun, kita harus merayakannya. Ayo kita pergi belanja besok! Setelah itu, ayo minta Dewi untuk mentraktir kita makan malam!" teriak Kristina dengan penuh semangat.
Dewi memutar matanya ke atas pada Kristina dan bersandar di kursi belakang, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia tidak memerhatikan antusiasme yang diperlihatkan oleh teman-teman sekelasnya.
Tidak seperti mereka, dia sekarang merasa tertekan.
Tiga tahun lalu dia dan Kusuma menikah. Prosedur pernikahan mereka ditangani oleh asisten Kusuma.
Ketika pernikahan mereka telah sah secara hukum, Kusuma meminta Panji memberikan yang terbaik untuk Dewi tidak peduli apa pun yang dia butuhkan.
Selama tiga tahun itu, baru pada malam ini dia mendapatkan kesempatan untuk melihat seperti apa rupa suaminya.
Kusuma tidak menonjolkan diri dan tidak pernah menerima wawancara apa pun. Media bahkan tidak diizinkan untuk memposting fotonya di Internet.
Tapi suatu hari, media membuat kesalahan dan memposting foto Kusuma. Foto itu adalah foto di mana pria itu sedang memegang lengan seorang artis wanita pada sebuah konferensi pers. Namun, satu-satunya yang ditunjukkan dari Kusuma pada foto itu adalah punggungnya. Pantas saja Dewi merasa punggungnya tampak tidak asing bagi dirinya.
Dan malam ini, dia menciumnya di bar... Jika Kusuma sudah menandatangani surat perceraian mereka, pria itu akan menjadi mantan suaminya sekarang.
Dewi tiba di rumah sekitar satu jam kemudian. Yang membuatnya kecewa, Kusuma masih belum menandatangani surat perceraian itu. Dia menggila setelah mengetahui hal ini. Kegelisahannya tidak hilang bahkan ketika dia akan pergi tidur. Sepanjang malam, dia hanya terus berguling-guling di atas tempat tidur.
Keesokan harinya, Dewi berjalan beriringan dengan Kirani dan Kristina di Plaza Cahaya Internasional. Ada lingkaran hitam di bawah matanya karena semalam dia sama sekali tidak bisa tidur.
Dengan membawa tas belanja di tangan mereka, Jaya dan Dimas Subianto berjalan mengikuti gadis-gadis itu ke mana pun mereka pergi. Mereka telah berbelanja selama berjam-jam, dan para lelaki itu kelelahan.
Tidak tahan lagi, Jaya menepuk bahu ketiga gadis itu. "Hei, nona-nona. Aku belum pernah melihat kalian terlihat begitu bersemangat saat melakukan lari jarak jauh sebelumnya. Mengapa kalian tidak beristirahat sejenak saat berbelanja?"
"Untuk apa melakukan hal itu?" Kristina menunjuk ke toko di depan mereka dan menambahkan, "Kita sudah tiba. Ini perhentian terakhir kita."
Jaya mengenggam erat kedua tangannya dan menghela napas lega. "Terima kasih, nona!"
Dewi, Kristina, dan Kirani berjalan ke dalam toko dan saling berbisik satu sama lain. Ketika pramuniaga melihat kotak lipstik yang ada di tangan Dewi, dia tersenyum padanya dan berkata, "Halo, Nona. Lipstik itu cukup populer di sini. Jika Anda menginginkannya, ambillah. Anda beruntung kami masih memiliki satu barang yang tersisa untuk Anda."
Dewi kemudian melihat label harga pada lipstik itu. Lipstik itu seharga dua belas juta rupiah. 'Haruskah aku membeli ini atau tidak?' tanyanya pada dirinya sendiri.
"Dewi, apakah kamu lupa bahwa kamu kaya? Kamu mengendarai mobil senilai miliaran rupiah. Apa yang membuatmu begitu ragu untuk membeli itu? Lipstik ini harganya hanya lebih dari sepuluh juta rupiah. Kamu lebih dari mampu untuk membelinya. Jika kamu merasa ragu-ragu, aku yang akan memutuskannya untukmu. Belilah!" Jaya mendesak Dewi.
"Mobil yang aku pakai itu bukan milikku. Aku hanya memakainya saja untuk sementara," ucap Dewi.
Sebenarnya, mobil yang biasa dia pakai itu adalah mobil milik suaminya, bukan miliknya sendiri. Dewi tidak punya apa-apa yang bisa dipamerkan.
Saat itu, keributan terjadi tidak jauh di mana mereka berada.
Dewi mengangkat pandangan matanya untuk melihat apa yang terjadi. Tiba-tiba, matanya melebar, dan dia hampir menjatuhkan kotak lipstik yang dia pegang karena kaget.
Beberapa orang sedang menuju ke toko tempat Dewi dan teman-temannya berada. Pria yang berada paling depan mengenakan setelan jas gelap yang terlihat mahal. Pakaiannya sangat menegaskan sosoknya yang tinggi dan lurus. Matanya yang dalam terlihat tenang, namun auranya yang mengesankan membuat orang bergerak mundur dan memberi jalan untuknya.
'Pria ini... Oh, tidak! Dia adalah suamiku! Tapi siapa wanita yang ada di sebelahnya? Wanita itu memiliki kulit putih dan tubuh yang sempurna. Dia benar-benar memesona,' Dewi terkagum-kagum dalam hati.
Merupakan hal yang tidak biasa bagi Kusuma untuk punya pacar, apalagi pergi ke ruang publik bersamanya untuk berbelanja. 'Apakah dia begitu bersemangat untuk bisa memamerkan cinta mereka?' Dewi bertanya-tanya.