icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 8
Aku Tidak Ingin Menjadi Kotor
Jumlah Kata:1121    |    Dirilis Pada: 18/11/2021

Galila semakin marah melihat tanggapan Dewi. Lalu tiba-tiba, dia merasakan aliran panas dari cairan yang mengalir di hidungnya. Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh aliran itu hanya untuk menemukan bahwa hidungnya berdarah. Galila dalam keadaan sangat marah sehingga dia berteriak, "Pelacur, aku akan membunuhmu!"

Dia kemudian berlari mendekat dan menerkam Dewi. Tapi sebelum dia bisa menyentuh Dewi, dia ditarik kembali oleh teman-temannya.

"Galila, tenanglah. Jangan lakukan itu. Kita bukan tandingan mereka."

"Ya, itu benar. Kamu baru saja melakukan operasi hidung bulan lalu. Bagaimana jika ada tinju yang mendarat di hidungmu?"

Galila sangat ingin membalas Dewi. Tetapi setelah mendengar apa yang dikatakan oleh teman-temannya, dia membeku di tempat, dan wajahnya berubah menjadi pucat.

Dewi yang menyadari bahwa Galila dan teman-temannya tidak punya rencana untuk melawannya, jadi dia memberikan tawa mengejek dan pergi bersama Kirani.

Galila hanya bisa melihat mereka pergi dan mengentakkan kakinya dengan marah.

Dia sudah dipermalukan, dan dia mendapatkan kerugian yang begitu banyak, jadi dia tidak akan pernah melepaskan Dewi dengan begitu saja.

Kemarahan terlihat jelas di matanya. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan menelepon pacar barunya, Tengku Prayitno, putra dari dekan kampus.

Begitu panggilannya dijawab, Galila langsung menangis penuh dengan kesedihan.

Tengku tertegun sejenak ketika mendengar suara Galila yang terisak di ujung telepon. Dia dengan cepat menenangkan kekasihnya itu, "Hei, sayang! Ada masalah apa? Siapa yang sudah membuatmu menangis?"

"Pelakunya adalah Dewi," jawab Galila di antara isak tangisnya.

"Oke, berhentilah menangis sekarang. Air matamu itu menghancurkan hatiku. Tidak perlu khawatir. Apa pun yang terjadi, aku pasti akan membantumu melampiaskan amarahmu," ucap Tengku sambil membujuknya dengan sabar.

Mendengarnya langsung menangkap umpan yang dia berikan, Galila merasa senang. Tapi dia menyembunyikan itu dengan berpura-pura diam dan mendengus, "Bisakah kamu mencoba memberikan penalti di catatan akademisnya?"

Setiap kali dia memikirkan bagaimana Dewi bertindak begitu arogan, dia merasa kesal.

Di matanya, Dewi hanyalah seorang bajingan yang tidak memiliki hak untuk bersikap sombong.

Tengku terkekeh dan bertanya, "Aku sebenarnya bisa melakukan itu. Tapi... Bagaimana dengan permintaan yang kuajukan padamu sebelumnya? Bisakah kali ini kamu berjanji padaku?"

Mengetahui apa yang dia maksud, Galila merasa sangat jijik hingga dia merasa dirinya hampir muntah.

Jika bukan karena latar belakang keluarga Prayitno, dia tidak akan pernah memberikan perhatian pada orang aneh bernama Tengku ini, apalagi memutuskan untuk berpacaran dengannya.

"Apa kamu menyetujuinya?" Tengku bertanya lagi ketika dia tidak mendengar jawaban.

Dengan Dewi yang masih ada di dalam pikirannya, Galila menggertakkan giginya dan dengan enggan berkata, "Oke."

Sementara itu, sekarang Dewi dalam suasana hati yang baik setelah dia menyingkirkan Galila. Sepanjang perjalanan kembali ke asrama mereka, dia dan Kirani sibuk mengobrol dan tertawa.

Mereka baru saja sampai di gedung asrama ketika ponsel miliknya berdering.

Itu adalah panggilan masuk dari sebuah nomor yang tidak dikenal, tetapi dia masih menjawabnya dan berkata dengan sopan, "Halo! Ini siapa, ya?"

"Halo! Apakah ini Dewi Nayaka? Ini Paulus Harahap, asisten dekan."

"Oh, ya, Pak Harahap! Apa ada yang bisa saya bantu?" Dewi menjawab dan mengedipkan matanya pada Kirani, mengisyaratkan pada temannya itu untuk diam.

"Sebenarnya ini tentang laporan yang kami terima bahwa kamu sudah membuat masalah di sebuah bar. Apakah kamu tidak tahu bahwa yang kamu lakukan itu melanggar tata tertib kampus? Dewan kampus telah mendiskusikan masalah itu, dan kami mengambil suatu keputusan. Aku menyesal untuk memberitahumu bahwa kami harus memberikan penalti pada catatan akademismu."

"Penalti? Pak Harahap, apakah sudah terjadi semacam kesalahpahaman?"

Mendengar apa yang dikatakan Dewi, Kirani memasang ekspresi serius di wajahnya dan mencondongkan tubuh lebih dekat ke Dewi, mencoba mencari tahu apa yang mereka sedang bicarakan.

"Dewi, ini adalah suatu masalah besar. Pihak kampus tidak akan langsung mengambil kesimpulan terkait masalah ini tanpa mencari tahu terlebih dahulu. Kami telah memverifikasinya, dan pihak kami sudah mengonfirmasi bahwa itu benar terjadi. Apakah kamu ingin mengajukan keberatan untuk hal ini?"

"Karena kamu sudah mengonfirmasinya, apa gunanya bagiku untuk mengajukan keberatan?" Dewi menjawab dengan nada kesal.

Jelas, di sini dia adalah korbannya. Bagaimana dia bisa menjadi yang membuat onar?

"Dewi, perhatikan sopan santunmu. Karena kamu tidak keberatan, kami akan mengeluarkan pemberitahuan atas tindakan disiplin yang kami berikan dalam beberapa hari. Itu saja." Setelah mengatakan ini, Paulus langsung menutup telepon.

Dewi ingin melampiaskan amarahnya. Tapi sebelum dia bisa mengatakan sesuatu, ponselnya sudah berdering lagi. Itu adalah panggilan telepon dari nomor asing lainnya.

"Dewi, bagaimana rasanya mendapatkan penalti? Apakah kamu merasa kesal?" ucap sang penelepon dengan nada sarkasme begitu Dewi menjawab panggilan telepon itu.

Suara serak laki-laki itu terdengar tidak menyenangkan dan vulgar di telinganya. Siapa lagi pemilik suara ini? Kalau bukan Tengku, putra dekan yang biasa mengganggunya.

Dewi sekarang mengerti mengapa dia tiba-tiba mendapat penalti dalam catatan akademisnya tanpa ada alasan yang jelas. Jadi dia mencibir, "Jadi kamu pelakunya."

"Kamu sangat cerdas. Tapi kamu tidak bisa menyalahkanku. Kamu sudah menindas pacarku, kan?" ucap Tengku penuh dengan rasa bangga.

Dewi mengingat perselisihan yang terjadi antara dirinya dan Galila barusan dan akhirnya mengerti apa yang sedang terjadi. "Bagus. Kalian berdua benar-benar pasangan yang sangat cocok."

Tengku benar-benar orang bodoh. Dia tidak tahu maksud dari perkataan Dewi. Pria itu bahkan melanjutkan dengan nada puas, "Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah kamu menyesalinya? Tapi aku punya sebuah tawaran bagus untukmu. Jika kamu bersedia untuk tidur denganku, aku bisa memberikan bantuan padamu untuk menangani masalah ini."

Dewi mencibir dan berkata dengan santai, "Tidak, terima kasih. Aku tidak ingin menjadi kotor."

"Kamu..."

Tengku sangat marah sehingga dia ingin memaki Dewi. Tapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Dewi sudah terlebih dahulu mengakhiri panggilan.

Kemudian tanpa berlama-lama, dia langsung memblokir nomornya.

Kirani tidak bisa menahan rasa cemasnya lebih lama lagi. Jadi begitu Dewi menutup telepon, dia langsung bertanya, "Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu mendapatkan penalti?"

"Asisten dekan tadi mengatakan bahwa aku sudah membuat masalah di bar. Dia pasti mengacu pada apa yang terjadi di pesta ulang tahunku," jawab Dewi sambil mengangkat bahu.

Meskipun dia merasa dirinya diperlakukan tidak adil, dia masih menampilkan ekspresi tenang di wajahnya.

"Tidak, aku tidak bisa menerima itu begitu saja. Seseorang membuat masalah di belakangmu. Pasti pelakunya adalah Galila si Jalang itu," ucap Kirani dengan kesal, air liurnya hampir tersemprot ke wajah Dewi.

Melihat temannya merasa gusar, Dewi menepuk punggung Kirani dengan lembut dan berkata, "Tidak perlu dipermasalahkan. Aku sebenarnya tidak peduli tentang itu."

"Ayo kita pergi ke dekan untuk membuat masalah ini menjadi jelas."

Setelah mengatakan ini, Kirani menarik Dewi untuk pergi ke kantor dekan meskipun dia menolak.

Orang yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi akan mengira bahwa Kirani-lah yang dirugikan dari semua ini.

Sesampainya di depan pintu ruang kerja dekan, Kirani mengetuk pintu cukup lama, namun tidak ada yang menjawab.

"Dekan sepertinya tidak ada di sini. Ayo kembali lagi di lain hari," usul Dewi. Kemudian dia berbalik dan berjalan menuruni tangga ke bawah.

Dia benar-benar tidak peduli tentang apa yang baru saja terjadi. Dia bahkan merasa bahwa suatu hal yang baik sang dekan yang mereka cari tidak ada di kantornya.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Perjanjian Perceraian2 Bab 2 Tangkap Wanita Itu3 Bab 3 Memamerkan Cinta Mereka4 Bab 4 Kamu Tidak Mampu untuk Membelinya5 Bab 5 Tidak Pantas Untuk Memasuki Mal Ini6 Bab 6 Berikan Aku Informasi Tentang Wanita Itu7 Bab 7 Memberimu Pelajaran8 Bab 8 Aku Tidak Ingin Menjadi Kotor9 Bab 9 Menabrak Kusuma10 Bab 10 Keributan11 Bab 11 Permintaan Maaf12 Bab 12 Bicarakan Ini Secara Langsung13 Bab 13 Merasa Ragu Untuk Bercerai14 Bab 14 Peluncuran Produk15 Bab 15 Merayu Pria Kaya16 Bab 16 Terjatuh Bersama17 Bab 17 Satu Triliun Rupiah18 Bab 18 Video19 Bab 19 Ke New York20 Bab 20 Apakah Dia Bertemu Lawan Sepadan21 Bab 21 Kusuma Menggoda Dewi22 Bab 22 Kusuma Tahu Kebenarannya23 Bab 23 Pindah Rumah24 Bab 24 Diantar Ke Universitas25 Bab 25 Bukan Seorang Pria26 Bab 26 Kakak27 Bab 27 Markas Besar Grup Hadi28 Bab 28 Saya Ingin Anda Mencicipinya29 Bab 29 Hangus30 Bab 30 Kado untuk Kusuma31 Bab 31 Siapa yang Menindas Pacarku32 Bab 32 Tomboi Apa-apaan Ini 33 Bab 33 Aku Ingin Meminta Maaf Kepadamu34 Bab 34 Sebuah Pertarungan35 Bab 35 Dia Layak Mendapatkannya36 Bab 36 Jiwa Pemberontak37 Bab 37 Menjauh Dari Kusuma, Sang Dosen38 Bab 38 Sayangku39 Bab 39 Hukuman40 Bab 40 Di Kuburan41 Bab 41 Aku Pria yang Sudah Menikah42 Bab 42 Dia Sangat Tampan43 Bab 43 Aku adalah Suamimu44 Bab 44 Kelas Menari45 Bab 45 Kelas Bahasa Inggris46 Bab 46 Pelajaran Bahasa Inggris47 Bab 47 Kamu Menang48 Bab 48 Kembali Dari Singapura49 Bab 49 Sakit Kepala50 Bab 50 Kebenaran Telah Terungkap51 Bab 51 Tidak Tahu Malu52 Bab 52 Pencium yang Baik53 Bab 53 Mereka Bersama-sama Menipuku54 Bab 54 Sebuah Konfik55 Bab 55 Tidak Ada yang Boleh Keluar56 Bab 56 Berlutut Dan Minta Maaf57 Bab 57 Kamu Tidak Perlu Melakukan Apapun Selain Menghitung Uang58 Bab 58 Seorang Pria Yang Picik59 Bab 59 Apa Kamu Tinggal Dengan Seorang Pria 60 Bab 60 Sungguh Kejutan yang Hebat!61 Bab 61 Pengertian dan Kartu VIP62 Bab 62 Kamu Bernilai Sepuluh Triliun63 Bab 63 Lepaskan Sepatumu64 Bab 64 Aku Sudah Menikah65 Bab 65 Tertangkap Basah66 Bab 66 Tenangkan Suamimu67 Bab 67 Di Bioskop68 Bab 68 Hati yang Patah69 Bab 69 Datang Untuknya70 Bab 70 Hancurkan Toko Sialan Ini71 Bab 71 Pria yang Tidak Fleksibel72 Bab 72 Kamu Berani Menyebut Kusuma Hadi 73 Bab 73 Menikahi Galila74 Bab 74 Lebih Sering Mengenakan Gaun75 Bab 75 Ini Istriku76 Bab 76 Berhati-hatilah Dengan Megan77 Bab 77 Pertengkaran78 Bab 78 Hadiah79 Bab 79 Lakukan Apa Pun Untuk Kalian80 Bab 80 Tiga Syarat81 Bab 81 Berjalan Di Atas Landak Tanpa Alas Kaki82 Bab 82 Memberi Tamparan Di Wajahnya83 Bab 83 Tamparan84 Bab 84 Maafkan Aku85 Bab 85 Seorang Pria yang Tidak Bersalah86 Bab 86 Bersikap Baiklah Pada Dirimu Sendiri87 Bab 87 Terluka88 Bab 88 Jatuh Cinta89 Bab 89 Rayuan90 Bab 90 Di Rumah Sakit91 Bab 91 Hati-hati92 Bab 92 Kusuma, Aku Menyukaimu93 Bab 93 Aku Sudah Mendengar Apa yang Kamu Katakan94 Bab 94 Ayo Pulang95 Bab 95 Apa yang Hendak Kamu Beli96 Bab 96 Beraninya Kamu97 Bab 97 Kamu Tidak Membutuhkan Seorang Istri98 Bab 98 Apakah Kamu Sedang Mencoba untuk Meminta Maaf 99 Bab 99 Biarkan Aku Menghangatkanmu100 Bab 100 Istriku yang Keras Kepala