Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Penulis:Heir
GenreRomantis
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Dengan ekspresi jengkel di wajahnya, Kusuma menatap wanita cantik yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Pada awalnya, dia berpikir bahwa wanita ini adalah seorang artis atau model yang tidak terkenal, yang ingin menghabiskan malam dengannya.
Tapi entah kenapa, wajah wanita ini terlihat sangat tidak asing baginya.
Sementara dia tenggelam dalam pikirannya sendiri, Dewi mendorong tubuhnya agar bersandar di pintu dan berjinjit untuk menciumnya.
Sosok pria yang tinggi itu mengaburkan pandangan Dewi. Di mata orang lain, sepertinya pria itu yang memaksa Dewi untuk menciumnya, berlawanan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Kusuma sangat marah. Tidak ada yang pernah membuatnya marah seperti ini.
Tepat ketika dia hendak mendorong Dewi menjauh, wanita itu malah membuka kancing kemejanya dan dengan terang-terangan meraba dadanya.
Dewi menegang sesaat ketika tangannya bisa merasakan dada yang keras dan kencang. 'Wah. Benar-benar seorang pria yang berotot!' komentarnya dalam hati.
Para preman yang mengejar Dewi pergi begitu melihat adegan mesra itu. Mereka tidak berpikir bahwa salah satu dari pasangan mesra itu adalah target mereka.
Seolah ciuman yang dia berikan tidak cukup, Dewi menyandarkan diri ke dalam pelukan Kusuma. Begitu dia menyadari bahwa para preman yang mengejarnya itu sudah pergi, Dewi mendorongnya menjauh dan tersenyum manis padanya. "Ups. Maafkan aku. Aku sudah salah mengenalimu sebagai orang lain."
Dengan rasa jijik, Kusuma menyeka lipstik dari bibirnya. Dia bisa mencium bau anggur merah di napas wanita ini dan di mulutnya sendiri, jadi dia menduga wanita itu pasti sebelumnya sempat minum alkohol.
Pada saat ini, Dewi mengangkat kepalanya untuk melihat pria itu. Barulah pada saat itu dia benar-benar melihat wajah pria itu.
Matanya yang gelap dan dalam, alis tebal yang gagah, hidung mancung, dan bibir yang indah yang ada di wajahnya benar-benar menunjukkan keanggunan dan kebangsawanannya.
Namun, matanya sedingin es, dan ketidaksenangannya terlihat jelas di seluruh wajahnya.
Setelah menyadari bahwa pria itu tidak senang dengan apa yang terjadi, Dewi tersenyum padanya dan berkata dengan nada meminta maaf, "Sebagai kompensasi atas apa yang sudah aku lakukan, aku akan memberikan dua juta rupiah kepadamu!"
Di matanya, pria ini adalah pria paling tampan yang pernah dilihatnya. Dua juta rupiah cukup sepadan untuk membayar apa yang telah dia lakukan tadi.
Dewi segera membuka tasnya untuk mengambil uang. Yang mengejutkannya, dia hanya memiliki dua ratus ribu rupiah dan beberapa lembar uang kecil. Terpaku selama beberapa detik, dia berdeham dan menambahkan, "Uh... bisakah aku mendapatkan diskon?"
"Diskon?" Kusuma mengulangi ucapan gadis itu, merasa semakin marah. Semakin lama dia menatap wanita asing ini, semakin dia yakin sebelumnya dia pernah melihat wajahnya.
Tidak membutuhkan otak yang jenius untuk mengetahui bahwa pria yang ada di depan Dewi sedang kesal. Pria ini tampak seolah-olah berencana melemparkan Dewi ke laut untuk menjadi makanan hiu. Jika tatapan bisa membunuh, dia seharusnya sudah mati sekarang.
Tiba-tiba, wajah Dewi berubah menjadi riang. Dia mengeluarkan ponselnya dan mengusulkan, "Aku tahu! Aku bisa mengirimkan uangnya ke rekeningmu melalui ponsel."
Tangannya kemudian mengklik layar, tetapi ponselnya tidak menyala. Rasa panik mulai muncul di dalam hatinya saat dia melihat ponselnya dalam keadaan mati.
Malu, dia mengangkat kepalanya dan memberikan sebuah senyuman canggung pada pria itu. "Sepertinya ponselku tiba-tiba mati..."
Sementara itu, Kusuma sudah berada di puncak amarah. Dia merasa bahwa gadis di hadapannya ini sedang berusaha untuk mempermainkannya. Tepat di mana sedetik lagi Kusuma akan kehilangan kesabarannya, Dewi meletakkan semua uang yang dia miliki sekarang ke tangan Kusuma dan melarikan diri dari sana.
Kusuma tercengang menyaksikan ini terjadi. Dia menatap uang di tangannya dengan tatapan linglung dan kemudian melihat ke arah di mana Dewi baru saja pergi.
Edi Cataka, asisten Kusuma, baru saja pergi untuk memarkir mobil. Ketika dia berjalan menuju ke bar, dia melihat Kusuma sedang berdiri dalam diam dengan ekspresi kesal. Edi menelan ludah dan kemudian berlari ke arah bosnya berada.
Melihat Kusuma memegang beberapa ratus ribu rupiah di tangannya dan mengeluarkan aura yang menakutkan, dengan hati-hati Edi bertanya, "Tuan Hadi, apakah Anda... apakah Anda mau membeli sesuatu?"
Kusuma melirik asistennya dengan tajam dan melemparkan uang itu kepadanya. "Tangkap wanita itu!" perintahnya, dengan gigi terkatup erat.
"Ya, Tuan!" Edi dilanda kebingungan, tapi dia tetap bergerak mengikuti perintah yang diberikan oleh Kusuma.
Pada saat yang sama, Dewi mampu meninggalkan bar tanpa mendapatkan cedera sedikit pun. Tidak butuh waktu lama sebelum dia dapat bertemu kembali dengan teman-teman sekelasnya.
Wajahnya masih memerah saat dia duduk di mobil milik Jaya Handaru. Apa yang baru saja terjadi adalah suatu hal paling gila yang pernah dia lakukan di dalam hidupnya.
'Ya, Tuhan! Aku baru saja memberikan ciuman pertamaku pada seorang pria asing! Apakah yang aku lakukan tadi bisa dianggap sudah menodai pernikahanku? Apakah aku baru saja berselingkuh dari suamiku?'
Setelah berpikir lebih lanjut, Dewi merasa bahwa yang tadi dia lakukan itu bukan suatu masalah besar. Dia telah menandatangani perjanjian perceraian.
Tiba-tiba, temannya Kirani Jenar tersentak kaget dan berseru, "Ya, Tuhan!"
"Ada apa? Apakah para preman itu masih mengejar kita?" Kristina Latif bertanya dengan rasa cemas. Dia sangat ketakutan sehingga dia hampir melompat dari kursi ketika dia mendengar suara Kirani. Dalam keadaan panik, dia buru-buru melihat ke jendela belakang untuk melihat apa yang membuat temannya nampak kaget. .
Kirani mencondongkan tubuh lebih dekat ke Dewi yang masih melamun, dan mengguncang bahunya dengan penuh semangat. "Dewi, apa kamu tahu siapa pria itu?"
Saat itulah Dewi tersadar dalam lamunannya. Dia tahu betul bahwa Kirani adalah seseorang yang mudah terkejut. Namun, dia tidak merasa keberatan dengan itu, karena dia sudah terbiasa sekarang. "Siapa dia?" tanyanya balik pada Kirani dengan ekspresi datar.
"Pria itu adalah pria idaman dari para wanita. Dia adalah CEO terkenal dari grup multinasional di Kota Yoya! Itu Tuan Hadi!"
"Oh... Aku belum pernah mendengar tentang pria itu." Dewi mengambil sebotol air dan meminumnya dengan santai.
"Nama pria itu adalah Kusuma Hadi!" Kirani menekankan ucapannya lagi, berharap dia akan mendapatkan antusiasme yang sama dari temannya. Kusuma adalah sosok legendaris yang tidak bisa dia singgung.
Mendengar nama itu, Dewi menyemburkan minuman yang dia minum. Percikan air yang disemprotkan olehnya itu mengenai wajah Kirani. Dengan ekspresi tak berdaya di wajahnya, dia menatap Dewi, yang entah kenapa dilanda oleh kepanikan.
"Apa? Apakah kamu mengatakan bahwa pemabuk gemuk tadi adalah Kusuma Hadi?!" Dewi bertanya dengan mata terbuka lebar karena terkejut.