Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Garjita merasa sangat senang ketika mengetahui bahwa Dewi telah mendaftar ke Sekolah Ekonomi dan Manajemen. Ia tidak bisa menahan kegembiraannya. Hari-harinya menjadi jauh lebih menyenangkan ketika ia membayangkan dirinya akan belajar di kampus dan kelas yang sama dengan Dewi.
Selama tahun pertama dan tahun kedua mereka, mereka tidak berada di kelas yang sama. Untungnya, para Dewa berbaik hati mendengarkan dan mengabulkan permohonannya; mereka akhirnya menjadi teman sekelas lagi.
Tiba-tiba, sebuah ingatan terbersit di benaknya. Meskipun menjadi salah satu mahasiswa terburuk dengan nilai yang sangat rendah, Dewi tetap tampak sempurna di matanya. Ia mungkin mahasiswa yang buruk, tetapi baginya, Dewi benar-benar mengagumkan dalam semua hal lainnya. Karena hal itulah, ia selalu berpikir bahwa Dewi terlalu baik untuknya, dan ia tidak pernah cukup percaya diri untuk berbicara dengannya. Ia selalu berpikir dirinya tidak kompeten dan punya kekurangan dalam banyak hal.
Bahkan hingga saat ini pun, pikiran yang sama tidak pernah menghilang dari benaknya. Karena itulah, ia memutuskan untuk tetap menyimpan rasa kagumnya di dalam hati, sampai suatu hari nanti ia menjadi cukup sukses dan memiliki keberanian untuk menyatakan perasaannya kepada Dewi. Semua pikiran itu bermain-main di dalam benaknya ketika ia sesekali melirik wajah Dewi yang sedang tertidur.
Setengah jam kemudian, mereka akhirnya tiba di Vila Kota Timur. Taksi itu disambut oleh para penjaga keamanan di pintu masuk, dan Garjita tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Para penjaga itu tidak membiarkan mereka masuk sampai kemudian mereka melihat Dewi yang sedang tertidur di kursi belakang.
Dengan panik, ia membangunkan gadis itu, "Dewi, bangun. Kita harus ke arah mana?" Ia mengulurkan tangannya, mencoba membangunkan Dewi dengan mengguncang-guncang bahunya. "Dewi?" panggilnya sekali lagi.