Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sang Pemuas

Sang Pemuas

Juliana

4.7
Komentar
1.5M
Penayangan
341
Bab

Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.

Bab 1 Part 1

Aku merasa takdir yang tersurat untukku kurang bagus. Karena ibuku meninggal ketika usiaku baru 5 tahun. Sedangkan ayahku meninggalkan aku dan Ceu Imas, satu - satunya saudaraku. Untungnya Ceu Imas sudah punya suami. Sementara aku masih duduk di bangku SMP, sehingga untuk mengandalkan Ceu Imas untuk membiayai sekolah dan kebutuhan sehari - hariku.

Itu pun hanya sampai tamat SMP. Setelah aku lulus SMP, kakakku "angkat tangan". Aku malah disuruh cari kerja saja, supaya bisa menghidupi diriku sendiri.

Tapi apa yang bisa kuperbuat dengan ijazah SMP ? Lagipula saat itu umurku baru 14 tahun. Melamar ke mana - mana pun takkan diterima, karena masih di bawah umur.

Sementara Ceu Imas hanya bisa memberi uang seadanya tiap bulan. Uang yang jumlahnya tidak seberapa. Untuk makan sehari - hari pun tidak cukup.

Karena itu aku berusaha mencari duit sendiri dengan segala cara. Dengan membantu - bantu di pasar pun jadilah. Yang penting bisa makan tiap hari, tanpa harus menunggu kiriman dari kakakku.

Hal itu berlangsung selama bertahun - tahun.

Setelah usiaku 18 tahun, aku mulai berpikir untuk mencari kegiatan yang lebih bagus daripada sekadar menjadi kuli di pasar. Karena itu aku sengaja membuat SIM A dan C. Dengan tujuan, ingin menjadi sopir angkot. Mudah - mudahan nanti ada pemilik angkot yang bersedia menyerahkan mobilnya untuk kusopiri.

Tapi sebelum hal itu terjadi, aku berjumpa dengan teman karibku, Dadang, yang menghentikan sedannya persis di sampingku.

"Asep ! Apa kabar ?" tanyanya sambil memelukku.

"Dadang ?! " sahutku kaget, "Wah ... keren ... loe sudah punya mobil sendiri ?"

"Asal rajin nabung, beli mobil aja sih gak susah - susah amat Sep. "

"Gue juga senang nabung. Tapi kalau penghasilan gue pas - pasan, apa yang bisa gue tabung ?"

"Ayo deh ikut gue. Biar bisa ngobrol lebih panjang lebar. "

Aku pun masuk ke dalam sedan Dadang. Dengan perasaan kagum, karena teman karibku sudah punya sedan segala. Padahal dahulu dia senasib denganku. Sama - sama anak orang tak punya. Tapi sejak ia pindah ke kota, aku tak pernah berjumpa lagi dengannya. Sementara aku tetap tinggal di kota kecamatan yang jaraknya 30 kilometer dari kota besar.

"Kalau mau maju, loe harus mau tinggal di kota Sep, " kata Dadang sambil menjalankan sedannya ke arah timur, "Di pinggiran begini, mana bisa nyari duit ? Kecuali kalau loe mau bikin tempe atau dagang sayur, mungkin bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari. "

"Gue kan gak punya saudara di kota. Mau tinggal di mana ? Harus nyewa kamar ? Dari mana duitnya ?"

"Kalau loe punya niat untuk mencari duit di kota, loe bisa tinggal di rumah gue. "

"Loe udah punya rumah sendiri di kota ?"

"Udah, " Dadang mengangguk.

"Loe hebat Dang. Umur loe sebaya dengan gue, tapi sudah punya rumah dan mobil segala. "

"Gue setahun lebih tua dari loe. Sekarang gue udah sembilanbelas tahun Sep. Ohya, loe mau ikut ke kota sekarang ?"

"Mau. Tapi gue harus nitipin dulu kunci ke tetangga sebelah. Takut kakak gue pulang gak bisa masuk. "

"Ya udah, sekarang ke rumah loe dulu. Sekalian bawa baju untuk ganti. Siapa tau loe kerasan di rumah gue nanti. "

"Kalau dikasih kerjaan, pasti gue kerasan di rumah loe Dang. "

"Kerjaan sih ada. Asal mau aja loe ngerjainnya. "

"Kerjaan apa pun akan gue kerjakan, asal jangan maling aja. "

"Nggak. Kerjaan kita takkan merugikan orang lain. Percayalah. "

Setibanya di mulut gang menuju rumahku, Dadang menghentikan sedannya. "Gue nunggu di mobil aja ya, " kata Dadang.

"Iya, " sahutku, "tunggu sebentar ya Dang. "

Bergegas aku melangkah ke dalam gang menuju rumahku yang kecil dan nyaris roboh itu. Di dalam rumah, kukumpulkan semua pakaian yang sudah dicuci dan disetrika. Lalu kumasuklkan ke dalam ransel.

Sambil menggendong ransel, aku keluar dari rumahku. Lalu kukunci pintu depan. Anak kuncinya kutitipkan ke tetangga sebelah, agar kalau Ceu Imas datang, bisa masuk rumah.

Kemudian bergegas aku menuju jalan besar, di mana Dadang tengah menungguku di mobilnya.

Pada waktu aku masuk ke dalam mobil, Dadang memandang ke arah kakiku yang cuma mengenakan sandal jepit. "Kenapa gak pakai sepatu Sep ?"

"Sepatu gue udah jebol. Belum punya yang baru, " sahutku jujur.

"Nanti di rumah gue banyak sepatu yang udah gak dipake. Kelihatannya kaki loe seukuran dengan kaki gue, " kata Dadang.

"Gue biasa pakai sepatu ukuran empatpuluh. "

"Sama. Gue juga pakai nomor itu, " kata Dadang sambil menjalankan mobilnya.

"Gue memang sengsara Dang. Sejak ayah gue menghilang, gue mengandalkan belas kasihan Ceu Imas. Tapi dia kan punya suami, tidak bebas juga untuk ngeluarin duit. Makanya setelah tamat SMP, gue gak bisa lanjutin ke SMA. Karena kakak gue gak sanggup biayai sekolah gue lagi. "

Dadang terdiam. Mungkin sedang memikirkan kesengsaraanku ini.

Lalu Dadang berkata, "Kalau loe mau mengikuti langkah gue, pasti takkan kekurangan lagi. Asalkan loe mau aja. "

"Mau Dang. Gue takkan pilih - pilih kerjaan. Tugas apa pun akan gue jalanin, asalkan penghasilannya memadai. Memangnya apa pekerjaanmu ?"

"Loe harus merahasiakannya ya ? Jangan sampai orang kampung kita ada yang tau pekerjaan gue sekarang. "

"Gue pasti akan merahasiakannya Dang. Memangnya apa sih pekerjaan loe ?"

"Gue hanya bertugas menyenangkan kaum wanita yang rata - rata berusia di atas tigapuluh sampai limapuluh tahun. "

"Ohya ?! Bagaimana cara menyenangkannya ?"

"Ngentot memek mereka. Hahahaaa ... sambil menyelam minum air. Dapet duit banyak sambil menikmati enaknya ewean. Enak pekerjaanku kan ?"

"Enak banget. Gue juga pengen kerja seperti itu. Tapi duitnya gede Dang ?"

"Ya gedelah. Kalau gak gede gue juga gak mau. Buktinya dalam tempo setahun aja gue udah punya rumah dan mobil. Karena gue dianggap memuaskan birahi ibu - ibu itu. "

"Ibu - ibu itu pasti orang - orang tajir ya ? "

"Ya iyalah. Ada istri pengusaha, ada yang bisnis sendiri, ada juga yang istri pejabat. Dengan berbagai alasan mereka mencari kepuasan dengan mencari gigolo. "

"Gigolo ?"

"Iya. Profesi gue sekarang ini gigolo. Tapi gigolo kelas tinggi. Karena yang ngajak kencan sama gue selalu dari kalangan elit. "

"Terus cara beroperasinya gimana ?"

"Ada yang ngatur, seorang wanita yang biasa dipanggil Mamih, " sahut Dadang, "Dialah yang menentukan siapa yang harus hadir dan harus kencan dengan siapa, gitu. "

"Owh ... gitu ya. "

"Nanti loe udah siap, akan gue ajak ke rumah Mamih. Tapi sebelum itu loe harus berdandan serapi mungkin, supaya loe kelihatan ganteng di mata Mamih. Kalau Mamih menilai loe ganteng, pasti ganteng pula di mata ibu - ibu itu. "

"Pakaian gue udah lusuh - lusuh, gimana bisa dandan Dang ?"

"Nanti gue kasih pakaian yang gak kampungan. Pokoknya loe harus berdandan sebaik mungkin, supaya tidak kelihatan baru datang dari pedesaan. Soal itu nanti gue yang dandanin. "

"Iya terserah loe aja Dang. Gue akan ikut apa kata loe aja. "

"Ohya, nama loe harus diganti. Jangan pakai nama Asep. Kedengarannya seperti orang kampung. "

"Lalu mau diganti dengan nama apa ?"

"Yosef aja. Biar keren kedengarannya. Gue juga bisa tetap manggil Sep, tapi berasal dari nama Yosef, bukan Asep. Gue sendiri udah ganti nama jadi Danke. "

"Danke ? Tapi kalau manggil masih tetap Dang ya. "

"Iya. Mmmm ... loe udah ada pengalaman mengenai sex ?"

"Udah. "

"Sama siapa ? Sama pelacur ?"

"Iiih amit - amiiit. Gue sih gak pernah nyentuh pelacur. Lagian di kampung kita mana ada pelacur ?"

"Beneran gak pernah nyentuh pelacur ya. Soalnya nanti akan diperiksa oleh dokter mengenai kebersihan darahmu. Kalau ada benih - benih penyakit kotor, loe pasti ditolak oleh Mamih. "

Sejam kemudian, kami tiba di rumah Dadang alias Danke. Rumah yang lumayan besar dan keren bentuknya. Ada garasinya segala. Bahkan setelah masuk ke dalam, ternyata ada kolam renangnya segala. Hebat juga rumah teman karibku ini.

"Wah ... ada kolam renangnya segala Dang, " komentarku sambil mengamati kolam renang di dalam ruangan tertutup itu.

"Iya, " sahut Danke, "Renang itu salah satu olahraga terbaik. Untuk membangun body yang bagus, untuk melatih pernafasan dan sebagainya. Nanti kalau loe mau berenang, berenang sajalah. Jangan sungkan - sungkan. Anggap aja rumah ini rumah loe sendiri. "

"Iya. Makasih Dank. Gue seneng juga berenang, tapi di sungai. Karena di kampung kita gak ada kolam renang. "

Danke alias Dadang memang sangat baik padaku. Beberapa setel pakaian diberikannya padaku, Pakaian yang lazim dikenakan orang kota. 3 sepatu yang kelihatan masih baru pun diberikannya padaku. Supaya jangan kelihatan kampungan, katanya.

Aku pun ditempatkan di kamar yang berdampingan dengan kamar Danke.

"Mulai saat ini biasakanlah mandi dua kali sehari. Biasakan ganti pakaian tiap hari. Dan terutama harus selalu menjaga kebersihan. Supaya ibu - ibu dan tante - tante yang berkencan dengan loe merasa nyaman ketika sedang bersama loe, " kata Danke yang kuanggap sebagai nasihat baik.

Danke juga meminjamkan beberapa buah buku pengetahuan tentang cara - cara bergaul. Supaya aku jadi cowok yang sangat menyenangfkan.

Danke pun membuka lemari kecil obat - obatan di ruang keluarga, lalu menunjuk isinya, "Ini semua berisi supelmen, supaya kita senantiasa fits, terutama agar kontol kita selalu tangguh dalam menghadapi wanita serakus apa pun dalam melampiaskan afsu birahinya. Kalau mau pakai, pilih yang ini saja ... sehari cukup satu kaplet saja, " kata Danke.

Selama beberapa hari aku digembleng oleh Danke. Supaya aku lulus dalam test di rumah Mamih nanti, katanya.

Sampai pada suatu pagi, Danke mengajakku berangkat ke rumah Mamih.

Bersambung

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Juliana

Selebihnya
Gairah Pelarian Cinta

Gairah Pelarian Cinta

Adventure

5.0

Kepala ku mulai naik turun mengoral penis nya yang membuatku selalu terbayang. Sementara tangan kiri ku ikut mengocok naik turun. "Oooohhhh.... Cinta Stop...! Nanti keluaarrr! Aaaahhhh.....", lenguh Robi meminta ku berhenti mengoral penisnya. Aku berhenti dan kemudian berbalik badan, kami kembali saling pandang tanpa bicara satu kata pun. Lalu tiba-tiba tubuhku dipeluknya dan segera dibaliknya hingga kini posisi kami berganti menjadi Robi diatas tubuh ku dalam posisi missionary. Robi memandang tajam mata ku bebrapa saat seakan meminta ijin pada ku, aku hanya mengangguk dan berkata. "Pelan-pelan, ya!". Robi membelai pipi ku dan sesaat kemudian ia mencium kembali bibir ku agak lama dan setelah itu ia bicara dengan suara bergetar. "Jika sakit ngomong, ya. Ini juga yang pertama bagi ku, yang!". Aku hanya memejamkan mata saat kurasakan penisnya sudah berada di depan bibir vagina ku, di gesek-gesekannya sejenak supaya aku kembali bisa mengeluarkan cairan lubrikasi ku. Sambil terus menggesekkan penisnya di bibir vaginaku, Robi kemudian menggenggam penis nya dan mengarahkan serta menuntunnya ke bibir vagina ku. "Aawww....", pekik ku sambil meringis kesakitan saat kepala penis nya mulai membuka jalan, menuju vagina ku, 1/4 batangnya sudah memenuhi vagina ku yang kurasakan sesak dan penuh. "Sakit, Rob!", keluh ku. Robi yang melihatku meringis kesakitan kemudian ia mendiamkan sejenak sambil ia mengelus rambut dan mendaratkan ciumannya ke kening ku. Aku seperti merasa nyaman dengan perlakuannya barusan, sambil tersenyum aku berbisik pada nya. "Ambillah sayang, aku ikhlas menyerahkan untuk mu". Aku kembali memejamkan mata dan berusaha pasrah dan rileks, aku tahu ini bakalan sangat sakit dan merupakan kebanggan bagi kaum perempuan tapi rasa sayang ku menutup kesadaran ku saat itu, aku menanti dengan berdebar menyerahkan kehormatan ku pada lelaki yang sudah menaklukan hati ku. Melihat aku dengan pasrah di bawah membuat Robi mantap untuk memasukkan penis nya lebih dalam lagi hingga bisa merobek selaput darah ku. Lalu ia menghentakkan pinggulnya dengan keras sehingga membuat ku menjerit kembali. "Aaaaaawwwww..... Aduh.....! Aaaaaahhhhkkkk....".

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Romantis

5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

kodav
5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku