Kepala ku mulai naik turun mengoral penis nya yang membuatku selalu terbayang. Sementara tangan kiri ku ikut mengocok naik turun. "Oooohhhh.... Cinta Stop...! Nanti keluaarrr! Aaaahhhh.....", lenguh Robi meminta ku berhenti mengoral penisnya. Aku berhenti dan kemudian berbalik badan, kami kembali saling pandang tanpa bicara satu kata pun. Lalu tiba-tiba tubuhku dipeluknya dan segera dibaliknya hingga kini posisi kami berganti menjadi Robi diatas tubuh ku dalam posisi missionary. Robi memandang tajam mata ku bebrapa saat seakan meminta ijin pada ku, aku hanya mengangguk dan berkata. "Pelan-pelan, ya!". Robi membelai pipi ku dan sesaat kemudian ia mencium kembali bibir ku agak lama dan setelah itu ia bicara dengan suara bergetar. "Jika sakit ngomong, ya. Ini juga yang pertama bagi ku, yang!". Aku hanya memejamkan mata saat kurasakan penisnya sudah berada di depan bibir vagina ku, di gesek-gesekannya sejenak supaya aku kembali bisa mengeluarkan cairan lubrikasi ku. Sambil terus menggesekkan penisnya di bibir vaginaku, Robi kemudian menggenggam penis nya dan mengarahkan serta menuntunnya ke bibir vagina ku. "Aawww....", pekik ku sambil meringis kesakitan saat kepala penis nya mulai membuka jalan, menuju vagina ku, 1/4 batangnya sudah memenuhi vagina ku yang kurasakan sesak dan penuh. "Sakit, Rob!", keluh ku. Robi yang melihatku meringis kesakitan kemudian ia mendiamkan sejenak sambil ia mengelus rambut dan mendaratkan ciumannya ke kening ku. Aku seperti merasa nyaman dengan perlakuannya barusan, sambil tersenyum aku berbisik pada nya. "Ambillah sayang, aku ikhlas menyerahkan untuk mu". Aku kembali memejamkan mata dan berusaha pasrah dan rileks, aku tahu ini bakalan sangat sakit dan merupakan kebanggan bagi kaum perempuan tapi rasa sayang ku menutup kesadaran ku saat itu, aku menanti dengan berdebar menyerahkan kehormatan ku pada lelaki yang sudah menaklukan hati ku. Melihat aku dengan pasrah di bawah membuat Robi mantap untuk memasukkan penis nya lebih dalam lagi hingga bisa merobek selaput darah ku. Lalu ia menghentakkan pinggulnya dengan keras sehingga membuat ku menjerit kembali. "Aaaaaawwwww..... Aduh.....! Aaaaaahhhhkkkk....".
Cinta sebuah kata indah yang bermakna luas dan penuh makna.
Cinta adalah penggambaran rasa, bahagia dan derita.
Semua insan yang di ciptakan Sang Pencipta pasti memiliki cinta.
Jangan takut untuk mencintai dan juga untuk dicintai, sudah kodrat manusia untuk hidup berpasang-pasangan, manusia bisa hidup bahagia dengan cinta, tetapi tidak sedikit yang hidup menderita karena cinta.
Begitu pula yang saat ini dirasakan seorang gadis cantik berusia 21 tahun yang bernama Cinta Rahayu Pramudya biasa dipanggil Cinta.
Ia menjalin hubungan percintaan dengan seorang lelaki berusia 21 tahun bernama Robi Hermawan.
Mereka menjalin cinta tetapi tak mendapat restu orang tua Cinta. Dan percintaan mereka sudah terlalu jauh hingga akhirnya Cinta hamil.
Cinta pun hendak dinikahkan oleh orangtuanya, dengan lelaki yang tidak ia kenal apalagi mencintai lelaki yang akan menikahinya.
Sebelum ia melangsungkan akad nikah, dengan berpakaian gaun untuk acara akad nikah ia justru kabur dari pernikahannya.
Kabur dengan seorang pengemudi mobil limousin yang akan mengantarkannya ke tempat acara akad nikah.
Pelarian Cinta tentu membuat heboh keluarganya!!
Bagaimana kisah Cinta selanjutnya....?
Yuk kita ikuti kisahnya di bawah ini....! Cekidot....
/////
Sekali lagi Cinta memandangi pantulan bayangan dirinya. Cermin di hadapannya memang tidak bisa berbohong. Ia tampak demikian cantik dan anggun dalam balutan busana pengantin.
Penampilannya; anggun, memukau dan tanpa cela.
Kebaya berwarna putih mutiara itu melekat dengan indah di tubuhnya yang tinggi semampai, memamerkan lekuk-lekuk tubuhnya yang menawan.
Buah dadanya yang ranum disangga korset yang kencang. Punggungnya yang ramping semakin langsing karena dibelit stagen dan memperlihatkan liuk pinggulnya yang menggairahkan.
Cinta sendiri tak habis-habisnya mengagumi kebaya hasil karya perancang kenamaan yang dikenakannya itu. Brokat sutranya dikirim langsung dari Paris, sulamannya yang halus bermotif kelopak mawar, dihiasi tatahan kristal.
Begitu mewah dan gemerlapan.
Kain batik yang melilit bagian bawah tubuhnya pun dipesan khusus dari solo. Batik tulis dengan tekhnik melukis yang rapi dan halus. Warnanya senada dengan kebayanya, berpadu dengan motifnya yang berwarna kelabu kelam dan disepuh perada keemasan.
Riasan wajahnya tampak kemilau membuat raut wajah Cinta seperti bermandikan cahaya.
Penuh pesona, dan cantik memikat.
Seuntai ronce melati menjuntai dari sisi sanggulnya. Dilengkapi dengan kembang goyang yang disematkan di antara sasakan rambutnya, sempurna sudah penampilannya sebagai calon mempelai.
Seharusnya Cinta bahagia dan bersyukur, sesaat lagi ia akan melangkah ke pelaminan dan bersanding di mahligai. Tapi, di hari istimewa ini. Cinta justru terlihat murung, sedih dan kacau.
Ia berdiri tercenung di dalam kamar ini. Hatinya, gundah gulana.
Ia melirik ke jam yang tergantung di dinding dengan resah. Dua jam lagi akad nikah akan dilangsungkan di masjid agung.
Dan itu berarti dua jam lagi ia akan sah menjadi istri Fredy Mulyadi. Pria yang sama sekali tidak dicintainya.
Karena itu, Cinta merasa begitu benci pada kebaya yang dipakainya, sanggulnya, dan untaian melatinya. Semuannya. Semua yang melekat di dirinya saat ini.
Cinta harus segera mengambil keputusan. Sekarang, atau tidak selamanya. Ia harus kabur membebaskan diri atau terpasung seumur hidup dalam perkawinan yang diatur orangtuanya ini.
Ibunya baru saja meninggalkan Cinta. Para penata riasnya juga.
Setelah selesai mendandani Cinta, ibunya melarang siapa pun masuk ke kamar ini. Tidak seorang pun boleh mengusik Cinta, agar ia merasa nyaman dan tenteram. Ibunya ingin Cinta menyiapkan diri sebaik-baiknya sehingga ketika melangkah ke luar kamar nanti, ia akan tampil demikian mengagumkan bagai seorang ratu.
Tinggal Cinta sendiri di kamar yang luas ini. Kamar Cinta yang telah disulap dan didekor menjadi kamar pengantin yang indah. Rangkaian bunga segar dan juntaian kelambu menyulap kamar ini menjadi mahligai peraduan dalam istana.
Cinta melangkah mengitari kamarnya, perlahan-lahan ia membuka pintu, dan melongokkan wajahnya ke luar dengan hati-hati.
Keluarga dan sanak saudaranya tampak hilir mudik dengan kesibukan sendiri-sendiri dan keluar-masuk kamar masing-masing. Mereka repot mempersiapkan penampilan mereka dan segala urusan yang diperlukan untuk upacara pernikahan.
Rumah orangtua Cinta yang terdiri dari dua lantai memang besar dan megah, dengan banyak kamar dan ruangan.
Sejak beberapa hari lalu banyak kerabat yang menginap di sini, untuk membantu persiapan pernikahan Cinta.
Mereka terlihat lalu-lalang, tanpa memperdulikan sekitar, terburu-buru seperti berpacu dengan waktu. Perhatian mereka tersita pada urusan yang harus segera diselesaikan.
Tidak ada yang curiga, ketika Cinta melangkah ke luar kamar. Mereka hanya menoleh sekilas dan memandang terpesona.
Cinta berusaha berjalan dengan tenang melintasi ruang tengah, meskipun di dalam dadanya jantungnya berdebar-debar.
Ia berusaha untuk bersikap sewajar mungkin agar gerak-geriknya tidak menimbulkan kecurigaan orang-orang sekitarnya.
Cinta berhasil melewati ruang depan dan menyelinap ke luar rumahnya.
Sekali lagi ia menengok ke belakang, memastikan tidak ada seorang pun yang mengamati dirinya, lalu cepat-cepat menjinjing kainnya.
Sedikit susah payah ia berlari menuruni anak-anak tangga di beranda yang bersambungan langsung dengan pelataran halaman.
Di halaman terparkir sebuah limousin sewaan yang berwarna hitam mengkilat.
Karangan bunga tampak dipasang di bagian depan kap mesin dengan untaian pita melambai-lambai.
Mobil pengantin yang siap mengantarkan calon mempelai.
Seorang supir sedang terlihat menunggu dengan sabar di sisi luar mobil.
Pemuda berusia 27 tahun, berwajah bersih dan segar.
Ia mengenakan setelan jas dan dasi kupu-kupu, sekilas tidak tampak seperti supir.
Postur tubuhnya yang tinggi dan atletis sangat mengesankan. Tampan bagai seorang model lelaki atau artis.
Tapi Cinta tidak sempat mengagumi ketampanan pemuda itu.
Tanpa menyapa si supir, Cinta langsung menerobos naik ke dalam mobil.
Pemuda itu sampai menoleh bengong.
Cinta melambaikan tangan dari dalam mobil dengan tidak sabar, membuat pemuda itu segera menyusulnya masuk dengan gugup.
"Cepat! Ayo, jalan!" Cinta memerintah pemuda itu dengan nafas terengah-engah.
"Sekarang, mbak?" tanya pemuda itu heran.
Ia sempat menengok ke belakang karena tidak percaya.
"Siapa lagi yang kau tunggu? Saya calon pengantinnya!" sahut Cinta panik.
"Tentu, saya tahu." jawab pemuda itu berusaha untuk sopan.
Ia mengamati penampilan Cinta dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan penuh kekaguman.
"Tapi seharusnya mbak didampingi pengiring pengantin".
"Tidak perlu!" potong Cinta ketus. "Kau dibayar untuk mengantarkan calon pengantin, bukan yang lain!"
"Tapi, Mbak." kilah pemuda itu canggung. "Berdasarkan jadwal, kita harus berangkat setengah jam lagi..."
"Sekarang kataku!" Cinta hampir memekik saking gemasnya. "Kalau kau tidak mau berangkat juga, saya pergi naik taksi saja! Percuma membayar mahal limousin kalau supirnya cerewet dan menjengkelkan seperti kau!"
"Maaf, Mbak." ucap pemuda itu menyesal, sambil menunduk. "Saya hanya bermaksud menjalankan tugas."
"Mau tau tugasmu sekarang?" semprot Cinta emosi. "Tutup mulutmu dan jalankan mobil ini!"
Pemuda itu langsung menyalakan mesin dan menginjak pedal gas.
Mobil limousin itu segera menderu pergi dari perkarangan rumah, melesat di jalan raya.
"Maaf, Mbak..." kata pemuda itu, melirik dari spion dengan takut-takut. "Apakah.... Apakah tidak kepagian kita sampai di masjid, Mbak?"
"Siapa bilang kita akan ke masjid?" dengus Cinta dingin.
Sekarang pemuda itu mengangkat wajahnya yang tercenung, menatap Cinta lekat-lekat dari pantulan kaca spion.
"Lalu." Ia bertanya kaget. "Mau ke mana kita sekarang, mbak?"
"Ke mana saja!" bentak Cinta dengan dada turun naik. "Ke rumahmu! Ke hotel! Ke pantai! Ke mana saja...."
Lalu tangis Cinta pecah tak tertahankan lagi. Tangis yang dipendamnya sejak tadi.
Kini ia terisak-isak pilu, sambil berkata. "Asalkan aku tidak perlu melangsungkan pernikahan mengerikan ini...."
Bersambung
Buku lain oleh Juliana
Selebihnya