Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hasrat Liar Polwan

Hasrat Liar Polwan

Citra Cinta

5.0
Komentar
11.6K
Penayangan
39
Bab

Kebutuhan biologis adalah manusiawi. Tak perduli dia berprofesi apa dalam dunianya, namun nagkah batin jelas tak mengenal tahta, kasta maupun harta.

Bab 1 Hasrat (1)

Akhirnya sirine yang kutunggu itupun berbunyi. Dengan iramanya yang khas, sirine itu menjadi sinyal untuk kami agar segera melaksanakan apel sore dan bersiap untuk pulang ke asrama.

“Jaga kondusifitas keamanan sekitar dan setiap anggota wajib memberi tahuladan yang baik kepada masyarakat.” kata komandan regu kami mengakhiri amanatnya pada sore hari yang mendung itu.

Akhirnya setelah rutinitas mengisi daftar hadir, aku segera berlari kecil untuk bergegas ke parkiran motor, mengambil kendaraanku. Rasanya birahiku sudah sampai di ubun-ubun ingin segera menyalurkan hasrat bilogisku yang begitu bergelora.

Namaku Tantri seorang Polisi Wanita yang bertugas di sebuah kabupaten kecil di negeri ini. Seperti layaknya anggota polwan, tubuhku langsing dan kencang karena hasil latihan fisik rutin yang selalu dilakukan setiap hari. Warna kulitku kecoklatan khas negeri ini, banyak orang yang mengatakan warna kulit eksotis. Tinggiku 169 dan tergolong tinggi semampai, rambutku tentu saja pendek sampai ke tengkuk.

Banyak orang yang bilang, semula tidak kupercayai, bahwa aku tergolong wanita dengan hasrat seksual yang besar. Mereka mengatakan ini karena sosok tubuhku agak bungkuk seperti bongkok udang. Tentu semua omongan ini hanya kuanggap omong kosong. Namun perlahan aku seperti membuktikan sendiri kebenaran omongan ini.

Tanda getar di ponsel menandakan ada sinyal pesan masuk. Sambil duduk di jok motor aku buka ponsel dan membaca isinya.

[Hai Mbak seksi aku tunggu kamu di kontrakkan. Sudah aku siapkan kejutan yang manis buat kamu]

Itu pesan dari laki-laki misterius yang telah berhasil membuatku jatuh hati dan menyerahkan segalanya. Naluri kewanitaanku secara alamiah bangkit bahkan hanya dengan membaca pesan darinya ini. Betapa mahirnya laki-laki yang bernama Bryan ini membuatku ketagihan secara seksual.

Dengan hati yang berdegup secara kencang, aku pacu sepeda motorku untuk menuju kontrakan Bryan yang terletak tidak jauh dari asrama tempatku tinggal.

Sebagai wanita, kami dibudayakan tertutup secara seksualitas. Bahkan kami tidak diajarkan oleh leluhur kami untuk menikmati aktifitas bersenggama dan berhak memperoleh kenikmatan yang sama seperti halnya laki-laki. Namun Bryan, perlahan telah mengajarkan arti nikmatnya berhubungan badan kepadaku.

Sepuluh menit kemudian sampailah aku di kediaman Bryan yang cukup mewah untuk ukuran warga kabupaten ini.

Bryan sendiri adalah seorang mahasiswa anak dari orang tua yang cukup berada. Tubuhnya hanya sedikit lebih tinggi dariku dan dia berkulit putih. Usianya beberapa tahun di bawahku. Posturnya sangat terjaga karena dia rajin berolahraga yang menjadi awal pertemuan kami. Ya kami bertemu di tempat olah raga.

Awal pertemuanku dengan Bryan Mahendra Irwansyah.

Sebagai anggota polisi kami diharuskan untuk menjaga bentuk tubuh. Apalagi untuk wanita, bulliying dari senior akan sangat sadis bila kedapatan tubuh kami sedikit berlemak. Sejak lulus dari asrama, olahraga pagi adalah makanan sehari-hari.

Secara rutin aku berlari, fitness dan mengikuti aerobik yang diadakan di gor olah raga atau pun stadion kabupaten. Tempat fitnes Jos Gym yang menjadi saksi awal pertemuan aku dengan Bryan. Saat itu, di tengah keasyikan berlatih ada seorang laki-laki yang mendatangi dan menyapaku.

“Halo, selamat sore, maaf mengganggu. Mbak ini aparat ya?” tanyanya dengan sikap dan bahasa yang sangat santun.

“Iya benar, Mas siapa ya?” jawabku dengan nada tegas dan ketus karena kami memang dilatih demikian.

“Perkenalkan nama saya Bryan,” balasnya sambil menghulurkan tangan, tanda dia ingin berkenalan denganku.

“Tantri,” jawabku sambil menjabat tangan Bryan.

“Mbak maaf, ya. Gerakannya sudah bagus kok, tapi kurang tepat, boleh saya tunjukkan gerakan yang benar?” tawarnya. Lalu tanpa basa-basi dia pun mengambil dumbel tersebut dan mencontohkan gerakan yang tepat dibandingkan gerakan yang tadi aku lakukan.

“Untuk latihan kaki, gerakan yang benar seperti ini, Mbak. Harus jongkok sampai ke bawah ,dengan ini, Mbak bisa membentuk pantat, betis, tungkai dan tumit sekaligus,” terangkan sambil mencontohkan.

Aku memperhatikan dengan seksama, sambil menaruh kesan awal yang baik kepada pemuda ini. Bahasanya baik, sopan, tempangnya juga sangat ganteng, bukan lumayan. Dan yang terpenting dia berani untuk mengajakku ngobrol seorang anggota polwan.

Bukan rahasia umum, banyak laki-laki yang selalu melirik atau terpesona dengan kecantikan maupun keseksian polwan yang biasa berbalut busana kerja ketat, namun sayang tidak mempunyai keberanian untuk mendekati kami. Itulah yang membuat beberapa di antara kami kesulitan untuk menemukan pasangan hidup. Tapi pemuda bernama Bryan ini sangat berbeda. Dia bisa mendekatiku dengan lembut dan sopan seperti seorang gentleman. Mungkin itu alasan dia segera mendapatkan tempat di hatiku.

Sore itu kami lalui dengan penuh senyum dan canda. Obrolan di antara kami begitu cair dan akrab. Kuperhatikan dari kaca yang bertebaran di tempat fitnes ini, bagaimana Bryan mencuri-curi pandang terhadap kesintalan tubuhku. Padahal hari itu sebenarnya aku mengenakan pakaian yang biasa-biasa saja. Tidak terlalu seksi kalau menurutku.

Aku mengenakan kaos ketat tanpa lengan warna merah yang menampilkan keeksotisan warna kulitku. Mungkin karena ketatnya kaos yang kukenakan, buah dadaku yang tergolong cukup berisi, juga terekspose secara maksimal. Untuk bawahan aku kenakan celana training panjang yang menutup rapat sampai mata kaki.

“Sekarang kita latihan trisep ya, Mabak Tantri” Bryan berkata sambil mengambil barbell ukuran 4 kilo yang berada di rak.

“Bagaimana gerakannya?” tanyaku.

Jujur olah raga fitnes memang baru buatku. Di asrama aku biasa olahraga lari mengelilingi asrama, push up, sit up, atau berlatih bela diri karate yang memang diajarkan malah diwajibkan.

“Pegang barbell dengan kedua telapak tangan Mbak di ujungnya, seperti ini! Kemudian angkat kedua tangan Mbak rapat di kepala, terus lengan ditahan. Barbell diturunkan ke belakang kepala, satu set hitungan 10 kali,” terang Bryan laksana instruktur profesional.

Gerakan ini aku lakukan menghadap kaca besar di salah satu sudut gym. Pada pantulan kaca aku bisa melihat kedua tanganku terangkat. Kaos tanpa lengan yang kukenakan pun membuat ketiakku dapat terlihat jelas oleh Bryan.

Bryan berdiri tepat di belakangku untuk menahan kedua lenganku agar tetap lurus. Bryan terlihat sangat terpesona dengan kedua ketiakku yang mulus tanpa bulu itu. Selain itu posisi ini membuat bulatnya dadaku semakin menonjol karena kedua tanganku terangkat tinggi ke atas.

“Ayo mulai Mbak. Satu…. dua…. tiga….!”

Gerakan latihan trisep itu pun dimulai dengan sebuah pantulan cermin yang cukup membuat jantungku berdebar. Posisi kami benar-benar menempel. Dapat kurasakan napas Bryan yang berderu lebih cepat. Bahkan tanpa dia sadari ada benda yang tiba-tiba menonjol di bawah celana trainingnya.

‘Bryan sepertinya mulai terangsang oleh kemolekan tubuhku,’ batinku tiba-tiba sambil menahan geli.

“Mbak Tantri harum, aku suka wangi tubuhmy, Mbak. Ya udah sepuluh juga cukup,” bisik Bryan di telingaku sambil mengambil barbell yang cukup berat untuk kuangkat.

Sambil mengambil napas karena kelelahan dan sedikit horny, kami lanjut ngobrol. Entah kenapa aku mudah sekali horny, telebih lagi saat melihat tonojolan di selangkang Bryan yang tampak makin besar. Dan seketika itu pun wajahku terasa panas yang mungkin saja bersemu merah.

Orang awam pasti melihat wajar wajahku merah karena habis olahraga, tapi jujur sebenarnya aku sangat terangsang dengan birahiku.

Mungkin karena melihat seorang pria tampan yang berdiri tepat di belakangku sambil pandangannya sangat mengagumi kemolekan tubuhku, hingga membuatku sangat terangsang. Atau juga karena tingkat stress di lingkungan kerjaku yang sangat tinggi yang membuatku mudah terangsang, entahlah.

“Mbak kenapa ikut fitnes di sini?” tanya Bryan.

“Iya biar badanku gak gemuk,” jawabku santai.

“Badan udah seksi gini kok dibilang gemuk.”

“Hush badan semok gini kalau diliat seniorku masih dibilang gemuk tahu!”

“Berat ya pekerjaan Mbak.”

“Iya makanya jarang ada cowok yang deketin aku.” Tanpa sadar aku mengucapkan pikiran negatif yang timbul sendiri. Mungkin karena perasaan bahwa kami ini karena tugas menjadi bukan seperti wanita normal.

“Ada kok yang mau sama Mbak Tantri, namanya Bryan, hehe,” kata Bryan sambil bercanda.

“Halah, nanti juga kamu ketakutan sama aku, kayak cowok kebanyakan yang lainnya,” timpalku sambil melangkah ke ruang ganti untuk berganti baju.

Pertemuan kami hari itu diakhiri tanpa ada yang spesial. Kami melangkah pulang ke rumah masing-masing untuk kembali beraktifitas keesokan harinya.

Mungkin karena pertemuanku yang pertama itu dengan Bryan, fitnes akhirnya menjadi semakin rutin aku lakukan. Setiap sore aku datangi Jos Gym untuk berlatih. Bryan juga demikian, dia selalu ada di tempat latihan setiap aku ada di sana.

Setelah kurang lebih dua mingguan rutin belatih, kami baru tahu kalau sebenarnya rumah kami berdekatan. Jarak rumah kontarakan Bryan hanya sekitar tujuh menitan dari asramaku.

Selama dua minggu itu entah kenapa aku selalu ingin tampil seksi di hadapan Bryan. Aku selalu mengenakan baju ketat tanpa lengan yang membuat lekuk tubuhku terlihat. Bahkan yang juga membuatku malu, aku mengenakan training panjang ketat yang bahkan membuat celana dalamku kadang-kadang terlihat.

Penampilanku yang demikian rupanya membuat Bryan juga semakin berbinar-binar matanya. Sering ketika kami sedang berdua santai, Bryan tiba-tiba ijin untuk ke kamar mandi, katanya kebelet ingin buang air.

Hanya dalam dua minggu perubahan telah tampak di tubuhku. Pantatku semakin kencang, dan mungkin yang membuat Bryan semakin berbinar adalah dadaku terlihat semakin berisi akibat latihan yang rutin. Gairah dan libidoku rupanya ikut berubah setelah latihan yang rutin.

Kurasakan tubuhku begitu bergairah, namun sebagai wanita yang tidak tahu cara melampiaskannya, gairah ini kupendam sebisanya. Sering terjadi ketika di asrama, gairahku meninggi kususnya pada malam hari. Biasanya menjelang tidur dengan libido seperti ini, kulepas seluruh busana yang melekat di tubuhku. Kadang celana dalam tetap kekenakan kadang juga kulepasakan.

Sering teman-teman kamar yang tinggal seasrama terkejut ketika bangun dan menyadari bahwa sahabatnya tidur tanpa sehelai benang pun. Buatku pribadi pengalaman tidur telanjang merupakan salah satu bentuk pelampiasan terhadap gairah yang begitu memuncak.

Sering aku tidur tengkurap agar putingku yang tanpa penghalang bergesekan dengan seprei kasur dan sensaninya luar biasa. Celana dalam yang melekat di daerah kewanitaanku sering kulepas dan tanganku yang nakal sering menggeseknya dengan guling atau selimut.

Aku termasuk wanita yang pembersih. Setiap seminggu sekali selalu kucukur rambut-rambut yang tumbuh di arena intim dan ketiakku, dan melumurinya dengan ramuan tradisional yang mampu membuatnya bersih dan wangi.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Citra Cinta

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku