Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ketagihan Mama Temanku

Ketagihan Mama Temanku

Citra Cinta

5.0
Komentar
135.8K
Penayangan
63
Bab

BACAAN KHSUSU DEWASA (21++) Namaku Pras. Umurku delapan belas. Dan aku suka wanita yang usianya dua kali lipat dariku. Mereka elegan, tenang, berpengalaman... dan jauh dari drama anak sekolah. Aku pikir ini hanya fase. Ternyata aku ketagihan. Tapi hidup nggak segampang fantasi. Ketika rasa suka berubah jadi candu, dan kenyataan tidak seindah khayalan, aku mulai bertanya-apa aku hanya mencari pelarian, atau... sesuatu yang selama ini tidak pernah aku dapatkan dari rumah? "Ketagihan STW" adalah cerita tentang nafsu, kehilangan, dan pertumbuhan-diceritakan dari sudut pandang remaja yang terlalu cepat dewasa.

Bab 1 Ketagihan

Mohon maaf jika cerita ini terlalu jujur dan polos tanpa sensor, karena memang ini adalah KISAH NYATA yang semuanya benar-benar telah kualami. Hanya nama tokoh yang disamarkan.

^*^

Namaku Prasetya Putra Pramudya biasa dipanggil Pras, Indonesia asli, darah campuran ayah Jogja sementara mama Sunda.

Usiaku saat ini 21 tahun, mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta. Kampus kecil, kurang terkenal. Bahkan banyak yang baru dengar namanya waktu aku sebutin.

Kalau soal penampilan, aku orang biasa. Kata tetangga, mirip Arhan Pratama, pemain Timnas Garuda. Ganteng? Mungkin nggak segitunya. Tapi aku nggak keberatan dibandingin, karena fans berat Timnas, terutama Justin Hubner dan Ole Romeny.

Ada satu hal dalam diriku yang beda, ialah punya ketertarikan sama perempuan yang usianya jauh lebih tua dariku. Minimal seumuran dengan mamaku. Apalagi jika wanita tersebut berstatus mama atau ibu dari temanku. Aneh bukan?

Aku juga nggak tahu kenapa bisa begitu. Rasanya muncul begitu aja, tanpa alasan yang jelas. Tapi aku bersyukur, karena perasaanku masih tertuju pada lawan jenis, walau usianya lebih tua. Nggak seperti Anwar, temanku, yang menyukai ayah temannya padahal sudah jelas dia juga seorang lelaki.

Hidupku berubah saat kelas dua SMP. Orang tuaku bercerai. Katanya sudah nggak cocok lagi. Mama kembali ke rumah nenek di Sukabumi, membawa serta adikku, Prilia Putri Pramudya. Aku tinggal sama Ayah, melanjutkan sekolah di Kota Bogor. Prilia yang masih SD kala itu, melanjutkan sekolah di Sukabumi. Sebulan sekali ketemu Mama dan adikku.

Di rumah, aku lebih sering sendirian. Ayah kerja sebagai sopir bus antar kota. Sering pergi berhari-hari. Jadinya aku udah terbiasa ngurusin diri sendiri.

Lima bulan setelah cerai, Mama hamil lagi. Calon suaminya seorang driver ojek online, usianya baru dua puluh satu. Mereka nikah, dan sejak itu, rasa hormatku ke Mama agak pudar. Gosip tentang perselingkuhannya dulu, jadi terasa masuk akal. Mungkin itu sebabnya Ayah menceraikan dia.

Ayahku, Pramudya, asli Jogja. Sebenarnya dia sarjana pendidikan. Tapi entah kenapa lebih milih kerja sebagai sopir bus. Meski jarang di rumah, dia tetap tanggung jawab. Untuk makan, kalau lagi malas masak, aku tinggal ke warung langganan. Nggak perlu bayar, karena Ayah yang urus semuanya di akhir pekan.

Setahun setelah cerai, Ayah nikah lagi. Aku manggil istri barunya Mama Nina, wanita cantik keibuan berasal dari Karawang. Nggak butuh waktu lama buatku nerima dia. Orangnya baik, perhatian, dan hangat. Aku sempat ngerasa kayak punya keluarga utuh lagi. Seperti punya dua ibu kandung.

Tapi itu nggak lama. Mama Nina nggak kuat hidup sama pria yang jarang di rumah. Akhirnya dia pergi juga. Aku kecewa, tapi bisa ngerti. Sepi itu nggak gampang dijalanin.

Saat menikah dengan Ayah, status Mama Nina, sebagai janda kaya raya, mantan istri pejabat di sana. Mungkin karena ayahku ganteng banget, sehingga Mama Nina mau menjadi istrinya, padahal status sosial kami bagai bumi dan langit.

Sekarang, aku kembali hidup sendiri di rumah. Ayah tetap urus semua kebutuhanku, walau kami hidup sederhana. Aku sekolah naik motor matic, nggak pernah neko-neko.

Dari luar mungkin aku kelihatan seperti remaja biasa. Tapi dalam hati dan pikiranku, banyak hal yang nggak semua orang tahu. Dan sebagian dari itu... mungkin terlalu rumit buat dijelaskan.

^*^

Awal sebuah perubahan dan kejutan.

Pagi itu aku telat bangun. Sempat kepikiran bolos, tapi udah janji ketemu teman sekelas, jadi aku paksa juga berangkat. Walaupun aku tahu, udah pasti bakal kena omel guru piket. Apalagi aku baru beberapa bulan menjadi siswa SMA swasta yang juga tidak terkenal tapi sangat ketat dalam penerapan disiplin sekolah.

"Pras!"

Baru aja motorku melaju, ada yang manggil dari belakang. Aku rem, noleh, dan agak bingung. Ternyata Rifky. Anak bungsu Pak Haji Anhar, tetangga sebelahku. Orang-orang manggil dia "Rifky Ustad" karena memang dikenal santun, alim, sederhana dan sangat religius. Menjadi panutan semua anak muda di kompleks.

Dia buru-buru nyamperin aku.

"Sorry, Pras. Kesiangan ya? Lagi buru-buru?" katanya sambil ulur tangan.

"Yoi. Ustad juga telat ke kampus?" Aku jawab sambil senyum.

"Banget. Eh, boleh nebeng sampai perempatan? Motor saya mogok," ucap Rifky mahasiswa tingkat tiga salah satu universitas ternama.

Aku angguk dan kasih dia boncengan. Motor langsung aku gas lagi. Entah kenapa, malah makin kenceng. Rifky nggak pake helm, tapi aku pikir aman aja karena kami nggak lewat jalan besar.

Walau rumah kami bersebelahan, namun ini pertama kalinya aku boncengin Rifky. Dulu dia kakak kelasku waktu SD dan SMP, tapi sejak SMA dan kuliah, kami jarang ngobrol. Dia anaknya sopan banget. Gak pernah ngomong 'gue-lu'. Gayanya juga rapi-celana bahan, kemeja, nggak pernah pakai jeans sobek-sobek kayak anak kompleks lainnya.

"Stop di sini aja, Pras," katanya sambil nepuk pundakku.

"Nggak lanjut ke kampus, Tad?" tanyaku.

'Tad' adalah sapaan akrab kami dari kata 'Ustad' Bukan Rifky yang meminta, tapi memang kami semua terbiasa menyapanya demikian. Kaya sudah jadi nama panggilan aja.

"Masih, tapi dari sini kita kan udah beda arah. Saya naik angkot aja, Pras."

"Sekalian aja saya anterin. Saya juga udah telat parah. Ke sekolah juga paling disuruh muter lapangan, Tad."

"Serius mau nganterin sampai kampus?"

"Kalau perlu, saya anter sampe kelas," candaku.

"Hehehe, ya udah deh, ayo lanjut."

Kami jadi lebih santai ngobrolnya. Jalanan makin padat, motor aku pelanin. Ternyata Rifky enak juga diajak ngobrol. Biasanya kami cuma sapa-sapaan kalau papasan. Lingkungan kami tahu keluarga dia religius. Sementara aku, ya... tipikal anak remaja biasa. Slengekan.

"Ngopi dulu yuk di kantin. Saya masih lama juga masuknya," ajaknya.

Aku nggak jawab, langsung arahkan motor ke kantin dekat ATM Centre. Aku emang hafal area kampus ini. Dari kecil suka main ke sini, suasananya adem, sejuk, dan tenang. Aku masuk ke lingkungan kampus tanpa mencolok. Seragam SMA-ku ketutup jaket.

Kami duduk, pesan kopi dan gorengan. Tiba-tiba Rifky ngomong serius.

"Pras, kamu kelas satu SMA, tapi kalau pake jaket gitu, terus nongkrong di kampus, udah kaya mahasiswa tingkat tiga aja, badan kamu sama kaya saya," ucap Rifky sambil terkekeh.

"Ya, mungkin keturunan ayah. Rifky tahu sendiri ayah saya gimana."

"Betul, gantengnya juga sama, hehehe," timpal Rifky.

"Hahaha, Ustad lebay ah."

"Pras, sebenarnya saya udah lama pengen ngobrol berdua sama kamu. Tapi agak gimana gitu. Soalnya ini masalah pribadi. Rahasia banget."

"Ngobrol kayak bintang tamu acara teve?" aku godain, agar suasana lebih cair dan dia ketawa kecil.

Jujur, ngobrol dengan gaya 'saya-kamu' itu bikin agak kikuk. Terasa formal banget, kayak lagi diinterogasi oleh guru BP.

"Agak canggung sih saya ngomongnya," lanjut dia.

"Gini, Tad. Kalau kamu ragu saya bisa jaga rahasia, mending jangan cerita. Tapi kalau percaya, silakan aja."

"Oke. Saya percaya. Saya lagi punya masalah pribadi. Udah lama juga. Kamu bisa bantu?"

"Bisa!" jawabku cepat, walau belum tahu masalahnya apa.

Dia ketawa. "Belum saya cerita, udah jawab bisa. Hebat kamu, Pras."

Aku ikut ketawa, minimal suasana semakin cair.

"Gak nyangka ternyata kamu cukup dewasa juga Pras, padahal baru kelas satu SMA. Kita pindah tempat yu," ajaknya.

Kami pindah ke taman kampus. Sepi dan nyaman buat ngobrol.

Rifky sempat diam. Lalu akhirnya nanya pelan, "Eh... Pras, kamu serius pake obat apa?"

Aku langsung noleh. "Hah? Obat? Maksudnya apaan, Tad?"

Kepalaku langsung mikir ke narkoba. Tapi aku yakin 100 persen, nggak pernah nyentuh barang haram itu.

"Eh... maaf, maksud saya bukan itu," Rifky terbata. "Saya denger dari anak-anak kompleks... katanya, kontol kamu itu paling gede dan paling panjang diantara semua. Malah terlalu besar. Nah, kamu pake obat khusus, gak?"

"Astaghfirullah..." teriakku spontan karena kaget. Aku menatapnya tak percaya. Namun hampir ngakak sambil guling-guling di bangku taman.

Rasanya absurd banget mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut seorang Rifky. Sosok yang dikenal santun, agamis, dan serius. Berada dalam lingkungan keluarga yang sangat religius, putra bungsu dari Pak Haji Anhar dan Bu Hajah Anhar. Tapi sekarang? Nanyanya begini? Dengan bahasa vulgar tanpa tedeng aling-aling.

Aku menatap wajah Rifky cukup lama. Dia kelihatan serius, tapi juga malu-malu. Kalau yang bertanya bukan Rifky Ustad, mungkin sudah kutampar kepalanya sejak tadi.

"Serius, Pras." katanya lagi, kali ini agak lantang.

"Yang Ustad maksud, ini?" Aku menunjuk pelan ke arah selangkanganku untuk memastikan, dan Rifky mengangguk, wajahnya mulai memerah.

"Emang kenapa dengan kontol saya, Tad?" Aku balik bertanya dengan nada yang sengaja kuangkat sedikit, ingin tahu sejauh mana dia serius mempertanyakan hal itu.

"Eh... sorry, jangan tersinggung ya, Pras. Gini, saya langsung aja. Kontol saya itu... terlalu kecil. Bahkan dibanding semua teman sebaya. Saya jadi gak percaya diri. Jujur aja mau pacaran pun gak berani. Menurut kamu, ada solusinya gak?"

Rifky menyampaikan kalimat itu dengan lancar, seolah sudah dia latih berhari-hari. Aku terdiam. Antara ingin ketawa dan gak percaya.

Speechless.

Untuk apa Rifky mempermasalahkan ukuran penisnya? Bukankah di usia kami, alat itu fungsinya masih sebatas buat buang air kecil? Bukan sesuatu yang harus dipikirkan dalam-dalam.

Tapi aku juga sadar, Rifky bukan orang pertama yang mengangkat topik ini. Beberapa teman dekatku juga pernah iseng membahas hal yang sama. Bahkan ada yang terang-terangan mengaku sangat iri dengan ukuran penisku.

Aku sendiri nggak tahu harus bangga atau biasa-biasa aja soal itu. Mungkin mereka semua, termasuk Rifky, sudah terpengaruh oleh doktrin bahwa ukuran penis itu segalanya. Bahwa 'kebanggaan laki-laki' diukur dari seberapa besar dan panjang penisnya.

Aku sama sekali tidak bisa memberikan saran atau solusi, sampai akhirnya Rifky pamit karena harus masuk kampus.

Aku tak pernah memikirkan soal ukuran penisku. Apalagi menganggapnya istimewa. Tapi ternyata, diam-diam, banyak yang memperhatikan. Banyak yang penasaran. Bahkan membanding-bandingkan. Dan, ya... ada juga yang ingin seperti aku.

Saat ereksi, panjang penisku hampir 20cm, untuk ukuran anak kelas satu SMA, mereka anggap itu sangat luar biasa. Udah kaya anak bule aja, katanya.

Aku tak bisa bohong-ada rasa bangga. Dianggap 'spesial' atau 'luar biasa' oleh orang lain, siapa yang tak senang?

Tapi di balik rasa bangga itu, ada keganjilan. Aku merasa seperti dianggap ada, hanya karena sesuatu yang tak pernah kuduga. Seolah yang dilihat hanya satu bagian tubuhku, bukan diriku seutuhnya.

"Gila. Kontol gua yang udah punya anak dua aja, kalah sama kontol lu! Diobat ya, Pras?" Mas Agus, memuji penisku saat kami mandi rame-rame di sungai sehabis kerja bakti di kompleks. Aku tak menggubris karena itu hanya candaan. Walau banyak sekali yang mendukung omongan Mas Agus itu.

Dan yang pasti, aku tidak minum obat, jamu atau ramuan apapun untuk perawatan penisku. Sejak akhir SMP, penisku tumbuh lebih cepat dari teman sebayaku, bahkan mengalahkan beberapa teman kompleks yang usianya jauh di atasku. Termasuk kaum dewasa seperti Mas Agus itu.

^*^

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Citra Cinta

Selebihnya
Perkawinan Tanpa Desahan

Perkawinan Tanpa Desahan

Romantis

5.0

Shakila masih tetap sebagai perawan suci, padahal sudah lima tahun menikah dengan Justin suami yang kini telah dicintainya. Ada apa gerangan? Apakah Shakila terlalu kuat membentengi dirinya, sehingga suaminya pun tidak mampu menjembol keperawanannya di malam pertama, bahkan malam-malam selanjutnya? Apakah Justin sebagai suaminya terlalu lemah? Tentu saja tidak. Justin bahkan teramat perkasa untuk ukuran seorang lelaki muda yang tampan dan mapan. Tentu saja itu menimbulkan pertanyaan besar bagi banyak orang, tidak terkecuali dari keluarga besar mereka, karena hingga kini mereka belum ada tanda-tanda akan dikaruniai anak. Atau jangan-jangan ada faktor lain, mungkin pihak ketiga yang sengaja menutup akses itu sehingga sudah lima tahun pernikahan Shakila dan Justin belum pernah terdengar ada desahan. Dan ketika pada suatu saat Shkila hamil, dunia dia rasakan seperti runtuh. Siapa yang menghamilinya? Lantas bagaimana Shakila dan Justin bisa menjelaskan semua itu pada semua orang? Inilah sebuah kisah yang akan membuatmu sangat nyaman saat membacanya. Bahkan bisa belajar merenung dan mengambil keputusan dengan bijak. Banyak hal yang berakibat fatal di masa mendatang akibat kesalahan dalam pengambilan keputusan di masa lalu. Bahkan jika keputusan itu bukan diambil oleh yang bersangkutan. Bacalah dengan hati lapang, jangan tergesa-gesa dan yakinkan, kamu telah siap mental untuk menerima kenyataan jika kisah ini memang sangat berbeda dengan kisah-kisah yang lainnya. Cerita ini tidak panjang, tapi kamu akan selalu mengenangnya, bahkan mungkin ingin berulang-ulang membacanya hingga TAMAT.

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

kodav
5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku