Pemikat Hati: Tak Mau Apa Pun Selain Kamu
Penulis:Mon
GenreRomantis
Pemikat Hati: Tak Mau Apa Pun Selain Kamu
Alice memelototi Rachel sambil menggertakkan giginya begitu keras hingga seolah-olah ingin menghancurkannya.
Menutup mata terhadap kemarahan Alice, Rachel mengalihkan perhatiannya ke arah Andy.
"Tuan Tantowi, karena Alice tidak ingin memanggil polisi, mengapa kamu tidak menelepon polisi dan meminta mereka untuk datang?"
Tepat setelah Caroline mendengar ucapan itu, dia berkata, "Rachel, tolong jangan marah. Saat Alice mengambil kalungmu, dia itu hanya bersikap konyol. Kita adalah satu keluarga. Lagi pula, dia adalah adikmu, jika polisi sampai datang ke sini dan membuat masalah ini menjadi sebuah masalah yang serius, orang-orang akan menertawakan kita."
Caroline menundukkan kepala, tampak seperti seorang Ibu yang baik dan penuh perhatian.
Rachel sudah tidak merasa asing dengan tatapan itu. Keahlian Caroline dalam memerankan sebagai orang yang tidak bersalah inilah yang dapat memperdaya Jack. Ini juga alasan mengapa Jack menutup mata terhadap Rachel, dan membiarkan Alice dan Caroline berbuat seenaknya di sekelilingnya.
Rachel tidak menanggapi perkataannya. Dia hanya menatap mereka dan duduk diam di atas sofa.
Dia tahu bahwa Caroline mempunyai sifat yang lebih tenang daripada Alice. Dan Caroline tidak akan pernah mau secara langsung meminta bantuan pada Jack. Sebaliknya, dia akan melakukan sesuatu untuk memenangkan belas kasihannya, sehingga Jack yang akan berbicara untuk dirinya. Karena itu, Rachel tidak terburu-buru untuk angkat bicara dan mengetahui bahwa Caroline tidak akan dengan mudah menunjukkan sikap aslinya.
Setelah waktu yang cukup lama, ketika Caroline melihat Rachel tidak memiliki niat untuk berbicara, dia pun menjadi tidak sabar. Pemikiran jahat melintas di dalam benak Caroline, Alice memberitahunya beberapa hari yang lalu bahwa Rachel sepertinya berubah menjadi seperti orang yang berbeda. Dia tidak percaya akan ucapan Alice saat itu, tetapi sekarang sepertinya Rachel memang benar-benar telah berubah! Berani-beraninya Rachel kembali ke rumah ini dan bersikap sombong seolah-olah dia adalah pemilik rumah ini?
Andy memecah kesunyian, "Nona Verdianto, saya sudah menelepon polisi."
"Rachel Verdianto! Beraninya kamu?" Alice berteriak lantang dengan kedua mata yang membelalak lebar.
"Kenapa aku tidak berani untuk melakukannya?" Rachel balas menatap tatapannya. Saat ini, Rachel hanya menunjukkan sikap yang santai.
"Kamu..." Kedua mata Alice menjadi memerah dan dirinya dibuat terdiam. Dia kehilangan kesabaran, lalu mengambil vas di atas meja dan melemparkannya ke arah Rachel.
Caroline tidak sempat menghentikannya karena gerakannya begitu cepat. Caroline merasa terkejut.
Polisi pasti akan berpikir bahwa Alice yang harus disalahkan jika Alice sampai menyakiti Rachel. Mereka tidak akan memedulikan alasan di balik tindakannya.
Andy merasa ngeri saat melihat apa yang terjadi. Dia tidak menyangka bahwa Alice akan secara terang-terangan menyakiti Rachel seperti itu.
Andy tanpa sadar melindungi Rachel agar dia tidak terluka. Namun, ketika Andy mengingat apa yang Rachel katakan padanya sebelum memasuki rumah, dia mengambil langkah mundur dan mengeluarkan ponselnya.
Ada senyum yang terpancar di raut wajah Rachel. Saat vas itu terbang ke arah Rachel, semua orang yang berada di ruangan itu menahan napas.
"Brak!"
Rachel mengambil bantal sofa, melemparkannya ke arah vas dan menendang bantal itu dalam satu gerakan tepat sebelum vas itu mengenainya.
Setiap gerakan yang Rachel lakukan terjadi dalam waktu satu detik. Vas itu terbang kembali ke arah Alice sebelum ada yang sempat bereaksi.
Raut wajah Alice berubah menjadi pucat pasi.
"Ahh!" Alice berteriak dan menutupi wajahnya secara refleks. Dia terhuyung mundur dan tidak menyadari bahwa ada rak yang berada tepat di belakangnya.
Bruk! Bruk! Bruk!
Rak itu jatuh dan semua isinya hancur ke atas lantai lalu pecah berkeping-keping. Suara benturan yang bercampur dengan suara jeritan Alice terdengar di seluruh ruangan.
Baik Jack maupun Caroline tidak ada yang sempat untuk bereaksi. Mereka merasa ngeri dengan pemandangan itu, lalu bergegas untuk memeriksa keadaan Alice dan memanggil asisten rumah tangga mereka untuk meminta bantuan.
Tiba-tiba, kekacauan terjadi di ruang tamu yang tadinya sunyi.
Raut wajah Rachel terlihat tetap tenang. Dia duduk kembali sambil menatap Andy dan melihat bahwa dia sepertinya juga terkejut dengan pemandangan ini.
"Apa kamu telah merekam semua kejadian ini?"
Andy kembali tersadar ketika mendengar pertanyaan itu. Sebelum bisa menyembunyikan keterkejutannya, Andy menganggukkan kepalanya dan berkata, "Saya telah berhasil merekam semuanya."
"Tuan! Nyonya!" Viola datang dengan tergesa-gesa, "Polisi sudah datang."
Botol kaca yang jatuh dari rak mengenai Alice dan dia sekarang meneteskan air mata karena merasa kesakitan. Setelah mendengar ucapan itu, Alice mengabaikan rasa sakitnya dan meraih lengan Caroline.
"Ibu..."
Raut wajah Caroline berubah muram. Dia menepuk pelan tangan Alice untuk menenangkannya.
Di luar pintu, dua polisi bertanya, "Siapa yang telah menelepon polisi?"
"Akulah orang yang menelepon polisi." Andy meletakkan ponselnya dan maju selangkah.
Polisi mengerutkan kening saat melihat kekacauan yang terjadi di ruang tamu, "Apa yang telah terjadi di sini?"
Alice menutupi lengannya yang terluka dan menunjuk ke arah Rachel, "Dialah pelaku dari semua kejadian ini!"
Alice mengambil kesempatan untuk melontarkan tuduhan terlebih dahulu, "Pak Polisi, wanita itu sengaja melemparkan vas ke arahku. Lihatlah! Karena dirinya, aku terluka di sekujur tubuh!"
Rambut Alice berantakan dan dia tampak acak-acakan, sementara Rachel duduk di sana terlihat aman dan sehat. Sekilas, sepertinya Alice mengatakan yang sebenarnya.
Ketika para polisi melihat ketenangan Rachel, mereka langsung mengambil kesimpulan. Seolah-olah mereka tidak perlu mendengarkan cerita dari sisinya lagi.
Melihat ekspresi wajah para polisi itu, Andy berkata, "Pak Polisi..."
"Pak Polisi," Caroline menyela perkataan Andy. Saat ini, dia sedang berpura-pura menjadi seorang wanita yang benar-benar lembut dan pemaaf yang berasal dari keluarga kaya. Dia berjalan ke arah polisi dan tersenyum pada mereka dengan rendah hati, "Sebenarnya tidak terjadi apa-apa. Kedua gadis ini hanya sedang bermain-main. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk datang ke sini. Izinkan saya untuk mengkompensasi kalian karena sudah merepotkan kalian untuk datang kemari. Kalian sudah bisa kembali sekarang, saya harap kami tidak mengganggu pekerjaan kalian."
Caroline melirik Viola saat dia berbicara. Viola seketika memahami perintah yang diberikan oleh Caroline, dia segera mengeluarkan sejumlah uang dari dalam sakunya untuk diberikan pada petugas polisi.
Para polisi saling menatap satu sama lain dan berkata, "Kami tidak menerima suap. Singkirkan uang kotor itu dari wajah kami!"
Ucapan itu membuat Viola merinding ketakutan.
Caroline tersenyum dan meminta maaf, "Tentu, saya tidak bermaksud untuk menyinggung kalian. Kalian benar-benar bermaksud baik untuk datang ke sini, tetapi ini hanya pertengkaran kecil di antara kakak beradik ini. Permainan konyol ini tidak sepadan dengan waktu berharga kalian."
"Hanya pertengkaran kecil di antara kakak beradik?"
"Tidak..." Alice ingin melanjutkan tuduhannya ketika menyadari bahwa polisi lebih menyukainya daripada Rachel.
Bagaimana mungkin Caroline tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Alice? Tapi sekarang bukan waktunya! Jika insiden ini benar-benar terjadi, itu akan membuat Caroline terlihat konyol di hadapan teman-temannya.
Dia melirik Alice dari sudut matanya dan masih tersenyum, "Ya, gadis-gadis ini memang kurang pengertian."
"Jika itu masalahnya..." Polisi bisa merasakan bahwa semua kejadian ini tidaklah sesederhana itu. Namun, mereka benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa karena Caroline bersikeras bahwa gadis-gadis itu hanya bermain-main.
Bagaimanapun juga, ini adalah masalah keluarga. Mereka tidak ingin menyusahkan diri mereka sendiri karena masalah keluarga ini.
"Pak, bolehkah saya mengajukan beberapa pertanyaan?" Rachel tiba-tiba memecah keheningan, lalu dia bangkit berdiri dan menatap mereka sambil mengulas senyum samar.
"Rachel!" Tiba-tiba Jack menimpali, "Hentikan!"