Pemikat Hati: Tak Mau Apa Pun Selain Kamu
Penulis:Mon
GenreRomantis
Pemikat Hati: Tak Mau Apa Pun Selain Kamu
Rachel berhenti untuk melihat wanita yang sedang berjalan mendekatinya.
"Alice?" Alice Aditama adalah adik tirinya dan merupakan seorang wanita jahat yang benar-benar bermuka dua.
Alice berdiri di hadapan Rachel sambil memamerkan senyum lebarnya, "Kakakku sayang, apa kamu akan pindah?"
Rachel memutar bola matanya, kemudian dia memasang senyum palsu di wajahnya, "Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu. Kenapa kamu masih suka mengajukan pertanyaan bodoh? Sudah tahu tapi masih saja bertanya."
Perkataan Rachel membuat Alice marah. Namun, dia segera menahan amarahnya dan memasang ekspresi polos lagi.
"Aku hanya mencoba menunjukkan sedikit perhatian padamu. Bagaimana bisa kamu menganggapku seperti itu?"
Perhatian?
Benar-benar konyol! Alice hanya ingin mengejeknya.
Dengan wajah tanpa emosi, Ivan ikut campur dalam percakapan mereka. Dia mengingatkan Rachel, "Nyonya Rayadinata, sudah waktunya untuk pergi. Tuan Rayadinata sebentar lagi akan kembali."
Mendengar perkataan Ivan membuat sudut mulut Rachel berkedut. Kemudian, dia menunjuk Alice dan berkata pada Ivan, "Bukannya aku tidak ingin pergi, hanya saja ada seekor hewan jelek yang menghalangi jalanku. Aku takut dia akan menggigitku."
Ivan dibuat terdiam dengan jawaban Rachel.
Di sisi lain, Alice mulai meneteskan air mata palsunya, "Rachel, aku tahu kamu akan bercerai hari ini. Aku sangat khawatir kamu akan merasa sedih, jadi aku meninggalkan pekerjaanku lebih awal untuk datang menemuimu. Bagaimana... Bagaimana bisa kamu mengatakan ucapan seperti itu padaku? Aku adalah adikmu."
"Diam! Aku tidak punya adik yang seperti seekor hewan." Rachel bergegas menjauh dari Alice dan berbalik ke arah Ivan lagi, "Ivan, bagaimana aku pergi?"
Ivan mulai merasakan pelipisnya terasa sakit dan dia gagal mempertahankan ekspresi tegasnya untuk sesaat. Tidak punya pilihan lain, dia berkata pada Alice, "Nona Aditama, mohon permisi."
Alice menggigit bibir bawahnya, tatapan matanya terlihat berapi-api karena amarah yang dia rasakan saat ini. Untungnya, poni panjangnya berhasil menutupi tatapan matanya yang membara itu.
"Ivan, seekor hewan yang tidak terlatih tidak bisa memahami bahasa manusia," ujar Rachel mengejeknya.
Ucapan yang dilontarkan Rachel membuat Alice semakin merasa marah. Dia mengepalkan tinjunya dan memelototi Rachel.
Ketika melihat Alice sedang mencoba menahan amarahnya, Rachel memiringkan kepalanya sedikit dan menyunggingkan seulas senyum untuk membuatnya semakin kesal.
Senyum arogan yang terlukis di wajah Rachel membuat Alice sangat kesal.
'Apa yang sedang terjadi? Rachel biasanya pemalu, dia selalu bersikap patuh dan berterima kasih padaku. Kenapa sekarang kepribadiannya berubah?'
"Nona Aditama," panggil Ivan, suaranya menunjukkan sedikit ketidaksabaran.
Alice mengerucutkan bibirnya, menekan kecurigaannya, "Ivan, aku tidak bermaksud melarang Kakakku untuk pergi. Hanya saja, Victor memintaku untuk melihat bagaimana keadaan di sini."
Baik Ivan maupun Rachel terkejut mendengar perkataan Alice.
"Victor tahu aku akan datang ke sini, jadi dia secara khusus menyuruhku untuk melihat Rachel berkemas dan pergi. Dia mengatakan bahwa menurut perjanjian perceraian, Rachel tidak diizinkan mengambil apa pun yang menjadi milik Keluarga Rayadinata Aku di sini hanya untuk memastikan bahwa dia tidak melanggar kesepakatan." Alice berkata sambil melihat ke arah koper yang ada di samping Rachel.
"Jadi Rachel, bisakah kamu membuka kopermu? Aku perlu memeriksa apa kamu mengambil sesuatu yang bukan milikmu atau tidak."
Rachel mengerutkan kening ketika mendengar ucapan itu, "Koper ini hanya berisi beberapa pakaian. Aku tidak mengambil apa pun milik Keluarga Rayadinata!"
Alice mengambil koper dari tangan Rachel dan berkata, "Sayangnya, bukan kamu yang memutuskan hal itu. Jika kamu memang tidak mengambil sesuatu yang bukan milikmu, kenapa kamu begitu takut untuk memperlihatkan isi kopermu padaku?"
Setelah mengatakan itu, Alice meletakkan koper Rachel di lantai dan membukanya.
Di dalamnya, beberapa pakaian menumpuk berantakan. Sepertinya Rachel memang benar-benar tidak membawa sesuatu yang berharga.
Melihat kenyataan ini, Alice menggertakkan giginya. Dia tidak menyangka Rachel mengatakan yang sebenarnya. Tidak ingin membiarkannya pergi begitu saja, Alice mulai mengobrak-abrik pakaian itu. Seolah-olah dia tidak akan berhenti sampai menemukan bukti yang bisa membuktikan bahwa Rachel telah mencuri sesuatu dari Keluarga Rayadinata.
Tidak ada barang lain selain pakaian dan kosmetik di dalam koper milik Rachel, tapi Alice terus mengobrak-abrik kopernya selama lebih dari 10 menit.
"Apa kamu sudah selesai memeriksa?" tanya Rachel sambil menatap Alice.
"Aku hanya mengikuti perintah Victor. Lebih baik aku memeriksa dengan teliti," jawab Alice lembut.
"Oke. Silakan, periksa pakaian itu selama yang kamu inginkan. Aku tidak menginginkan mereka lagi." Rachel menggelengkan kepalanya.
Memar di tubuhnya masih belum sembuh. Dia benar-benar tidak ingin membuang waktunya lebih lama lagi dengan Alice, dan dia juga tidak ingin menunggu Victor hingga kembali dan mencoba mencekiknya lagi.
Setelah selesai berbicara, Rachel langsung melewati Alice dan berjalan menuju lift, kemudian dia menekan tombol lift. Ivan segera mengikutinya di belakang.
Ting!
Tak lama kemudian, lift pun tiba di lantai tiga dan pintunya terbuka perlahan. Tepat ketika Rachel hendak masuk, dia tiba-tiba merasakan udara dingin menyergapnya. Suhu di sekitarnya turun beberapa derajat, membuat tubuhnya seketika menggigil dan terasa kaku.
Hal pertama yang Rachel lihat adalah sepasang sepatu kulit yang mengkilat. Kemudian, ketika mengangkat kepalanya, dia melihat wajah Victor yang acuh tak acuh.
"Tuan Rayadinata." Ivan yang pertama kali bereaksi, dia menundukkan kepalanya dengan hormat.
"Rachel, sepertinya kamu lupa apa yang kukatakan padamu pagi ini." Ada kilatan peringatan di mata Victor, dan suaranya juga terdengar sedikit marah.
Ketika melihatnya, Rachel teringat bagaimana Victor mencekiknya pagi ini. Sekarang tubuhnya gemetar ketakutan dan secara naluriah Rachel bersikap waspada terhadap apa yang mungkin dilakukan pria itu padanya.
Masih sambil berdiri diam dengan tubuh kaku, Rachel kemudian berkata, "Tidak, aku ingat."
"Oh, kamu ingat? Lalu, kenapa kamu masih di sini?" Victor bertanya sambil berjalan perlahan ke arahnya.
Rachel masih terus berjalan mundur hingga punggungnya menabrak dinding. Dia memejamkan matanya sejenak, kemudian memberanikan diri untuk menatap mata Victor.
"Kamu harus bertanya pada Alice. Aku mau pergi, tapi dia muncul entah dari mana dan menahanku. Itu sebabnya aku..."
Rachel hampir menyelesaikan penjelasannya ketika Alice tiba-tiba memotongnya.
"Bagaimana kamu bisa berbohong seperti itu?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.
"Aku tidak berbohong!" Saat ini, Rachel mengutuk Alice di dalam hati. Jika bukan karena wanita ini, dia pasti sudah pergi satu jam yang lalu, dan dia tidak akan bertemu dengan Victor.
Sial.
Alice bertingkah seolah-olah akan menangis dan berkata, "Victor, aku tidak bermaksud menunda kepergian Rachel. Aku hanya mengikuti perintahmu untuk memeriksa barang bawaannya. Aku takut dia akan mencuri barang-barangmu. Kakakku suka berbohong, aku tidak menyangka dia akan berbohong lagi kali ini."
Perkataan Alice mengingatkan Victor akan semua yang telah dilakukan Rachel, membuatnya terlihat lebih kesal dari biasanya, "Apa kamu benar-benar berpikir aku tidak berani membunuhmu?"
Tiba-tiba, Victor mencekik Rachel dengan tangannya dan membuat bagian belakang kepalanya terbentur ke dinding. Rachel tidak melihat serangan itu datang, tapi dia refleks meraih tangan Victor. Rasa sakit yang datang dari bagian belakang kepalanya membuatnya pusing.
"Vic... Victor!" Rachel dengan susah payah memanggil Victor.
"Beraninya kamu menguji kesabaranku berulang kali?" ujar Victor.
Rachel merasa mulai kehilangan kesadarannya. Dia sama sekali tidak bisa melepaskan dirinya dari cengkeraman Victor.
Melihat situasi ini, Ivan memutuskan untuk turun tangan. Dia buru-buru melangkah maju dan berkata, "Tuan Rayadinata, jika sesuatu terjadi pada Nyonya Rayadinata, orang-orang di jajaran direksi akan menggunakannya untuk melawanmu. Jika itu terjadi, rencanamu untuk memusatkan ekuitas akan terhambat."
"Enyah!" bentak Victor.
Sekarang, jari-jari Victor yang mencengkeram leher Rachel menjadi pucat dikarenakan cengkeramannya yang sangat kuat.