Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
Peep... Peep... Peep...
Suara dari alat pemantau jantung terus berbunyi. Dane sedang berdiri di sebelah Verlyn yang keadaannya kian memburuk. Dokter meminta Dane untuk berada di dalam ruangan menerima sang tunangan yang bisa dibilang akan menghadapi kematian. Baru saja mereka akan melangsungkan pernikahan di hari ulang tahun Verlyn, 23 Juli nanti, yang terhitung 2 bulan dari sekarang. Tapi, nasib berkata lain, Verlyn harus mengalami kecelakaan saat akan pergi ke kantornya dua hari yang lalu dan berakhir koma hingga hari ini dokter menginformasikan jika kondisi Verlyn memburuk.
Air mata terus mengalir dari wajah Dane, ia tentu saja tidak ingin kehilangan Verlyn, wanita yang paling ia cintai setelah ibunya itu. Verlyn hidup sendirian, kedua orang tuanya juga meninggal dalam sebuah kecelakaan ketika dirinya masih kecil, hal itu membuat Dane benar-benar menjaga Verlyn dan menyayanginya sepenuh hati.
“Bertahanlah, honey, aku mohon,” bisik Dane, air matanya jatuh mengenai wajah Verlyn yang masih terpejam.
Berselang beberapa detik saja, suara alat pemantau jantung berubah menjadi suara yang paling dibenci oleh Dane seumur hidupnya. Garis panjang muncul di layar. Dokter langsung sigap memacu jantung Verlyn, namun sayangnya gadis itu tidak bisa diselamatkan. Verlyn harus meregang nyawa.
“No!!!!!” teriak Dane dengan kencang, membahana di seluruh ruangan ICU. Dane terduduk di lantai, ia tidak menerima kematian Verlyn, ia bahkan marah dan protes pada dokter dan meminta mereka untuk mengembalikan Verlyn. Dane yang tidak bisa ditenangkan membuat dokter harus menyuntikkan obat penenang di tubuhnya. Mata Dane mulai terpejam dan ia pun tertidur.
“Dane! Dane! Hey!”
Lamunan Dane buyar saat panggilan dari Koyle masuk ke dalam telinganya. Dane menoleh ke arah sahabatnya itu dan berkata, “Apa?”
“Sudah delapan bulan berlalu, kau tahu, akhir-akhir ini kau semakin parah, nampaknya kau tidak bisa mengendalikan pikiranmu, apa mungkin sebaiknya kau perg--,”
Ucapan Koyle langsung dipotong oleh Dane.
“AKU BAIK-BAIK SAJA,” ujar Dane dengan nada bicara yang meninggi, menegaskan jika dirinya tidak ingin menuruti permintaan Koyle yang meminta dirinya untuk pergi mencari bantuan dari psikolog untuk memulihkan kondisi jiwanya pasca kematian Verlyn.
“It’s okay, aku hanya khawatir denganmu,” tutur Koyle, ia memilih untuk mengalah dan tidak memaksa Dane, walau di hatinya ia sangat ingin Dane pergi mendapatkan terapi.
“Kau harus ingat Koyle, kematian Verlyn akan selamanya membekas di hatiku, tidak ada yang bisa menyembuhkan luka ini kecuali waktu, itu pun kalau aku mau menyembuhkan diriku sendiri, dia adalah cinta sejatiku,” ucap Dane, ia lalu mengemas laptop dan handphonenya ke dalam tas,“Aku harus pulang, sampaikan pada Nora jika batalkan seluruh pertemuan hari ini.”
Dane pergi meninggalkan Koyle yang masih menatapnya, sahabatnya itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat Dane yang tidak ingin keluar dari kelabu yang menyelimuti jiwanya.
“Kenapa semua orang menginginkanku melupakanmu, bukankah mereka sungguh kejam?!” gumam Dane sambil melihat foto Verlyn yang masih ia pasang menjadi wallpaper di handphonenya.
Dane masuk ke dalam mobilnya, sebelum pergi meninggalkan halaman kantornya, Dane mencium mesra wajah Verlyn yang ada di handphonenya sembari mengucapkan, “I Love you.”
Mobil itu perlahan meninggalkan parkiran. Pikiran Dane hari ini cukup kacau dan kusut, sebelumnya ia sudah bisa menenangkan pikirannya dan fokus pada pekerjaan yang sudah lama ia kesampingkan demi pemulihan dirinya. Namun hari ini, ia harus merasakan kembali kekacauan itu di pikiran dan hatinya.
Bayang kematian dari Verlyn selalu menghantui Dane, harusnya Dane membawa supir pribadinya hari ini, namun karena Dane sedang ingin sendiri ia memaksakan pikirannya yang sedang kacau itu untuk tetap fokus pada hal-hal yang sebenarnya tidak bisa ia lakukan sendiri.