Di zaman yang modern ini, apakah masih ada orang tua yang menjodoh-jodohkan anaknya? Mungkin di zaman sekarang sudah tidak pantas lagi dengan adanya aturan lama, yang notabenenya demi kebahagiaan anak, lalu mereka sepakat menjodohkan anak-anaknya. Namun kenyataannya, walaupun sampai akhir Zaman, buktinya yang namanya perjodohan masih tetap berlaku hingga saat ini. Yups! Cerita yang berjudul "Cinta Dan Benci Beda Tipis" ini adalah sebuah cerita yang berawal dari perjodohan antara Rendi dan Renata. Mereka berdua sama-sama anak semata wayang di keluarganya. Rendi yang sudah resmi ditetapkan sebagai ahli waris tunggal, mengatakan bahwa ia menolak perjodohan ini. Alhasil, karena berbeda kehendak dengan ayahnya, ia pun akhirnya kabur dari rumah dan bersembunyi di suatu tempat di pinggiran Kota. Dan ternyata, Renata yang merasa tidak mau dijodohkan oleh kedua orangtuanya pun melakukan hal yang sama seperti Rendi. Renata kabur juga dari rumahnya dan menginap di salah satu rumah temannya yang ada di pinggiran kota. Dan tanpa sengaja mereka berdua bertemu di sana. Menurut kalian, bagaimana kelanjutan ceritanya ini guys? Yuk, mari kita baca di bab selanjutnya...!
Renata memegang foto yang diberikan oleh mamah kepadanya. "Apa...!? Renata mau dijodohin sama sih kutu kupret ini, Mah!?" erang Renata, sambil meremas foto itu dan kemudian ia menginjak-injaknya dengan perasaan geram.
Ternyata, yang ada di dalam foto itu adalah gambar tetangga di masa kecilnya dulu, namanya adalah Rendi, seorang pria yang Renata anggap super jutek, galak, menyebalkan dan selalu mau menang sendiri. Nampaknya Renata sangat membenci pria itu.
"Pokoknya Renata ogah dikawinin sama sih kutu kupret itu, Pah!" Renata segera membuang selembar foto yang tadi diberikan oleh mamahnya ke kotak sampah. Itu adalah foto Rendi semasa kecil, anak dari sahabat kedua orang tua Renata, yang di mana kala itu mereka sudah saling sepakat untuk menjodohkan putra dan putri mereka setelah dewasa kelak. Kesepakatan ini memang sudah sejak lama mereka bicarakan, apabila mereka memiliki anak yang berbeda jenis kelamin, maka mereka akan menjodohkannya. Dan ternyata, doa dan niat baik mereka ini terkabulkan.
"Renata sayang..., anak Mamah yang paling cantik, jangan begitu, dong..., ah! Masa iya, foto laki-laki seganteng ini mau dibuang?" Mamah Renata mengambil kembali foto itu, lalu ia mengamankannya agar tidak dibuang lagi oleh Renata, karena itu adalah foto satu-satunya yang dimiliki oleh mamah Renata.
"Tapi Mah, Pah...? Renata kan, gak tau dia sekarang orangnya gimana? Sifatnya dia yang sekarang kayak apa? Dan juga, itu foto cuma foto masa kecil." Renata terus berbicara sambil mendengus kesal. "Kan, kita gak tau sekarang dia jadi gimana? Bisa aja kan, gigi tengahnya ompong, karena jatuh terpeleset mungkin? Atau..., karena tabrakan pas naek motor? Gimana coba?" Renata menghendikkan bahunya, kemudian melanjutkan aksinya untuk membela diri agar lolos dari perjodohan ini.
"Lagian ya Mah..., anak itu tu..., aku inget waktu masih SMA dulu pas rumah kita masih sebelahan. Tingkah lakunya arogan banget Mah...! Renata inget, waktu itu dia pernah menghajar pacar Renata, dengan alasan dia mengaku-ngaku kalo dia itu Kakaknya Renata, Mah! Coba bayangin!? Apa gak gila tuh, iya kan, Mah?" Renata mencoba merayu mamahnya dan mencari-cari alasan agar membatalkan perjodohan ini.
Akan tetapi, papah Renata berkata, "Renata, kamu ini kan sekarang sudah dewasa. Papah sama Mamah melakukan perjodohan ini, ya..., untuk masa depan kalian juga. Lagi pula, sahabat Papah itu juga pengusaha yang sama suksesnya kok dengan Papah. Dan dia juga punya nama besar yang sama terkenalnya dengan nama besar perusahaan keluarga kita ini."
"Iya tapi kan Pa-" Renata tidak sempat melanjutkan ucapannya.
"Jadi..., Papah minta tolong sama Renata. Renata mau kan, menikah dengan anak sahabat Papah ini? Papah jamin deh, dia anaknya sekarang pasti ganteng banget...! Kalau tidak percaya, tanya saja Mamahmu, iya kan, Mah?" Papah Renata mencoba mencari dukungan dari mamah Renata.
Belum juga mamah Renata sempat menjawab, kali ini Renata yang kembali mengutarakan rasa tidak setujunya atas rencana perjodohan ini. "Gak mau Pah, Mah...! Sekali Renata bilang gak mau, ya gak mau...! Renata bisa kok, cari calon suami sendiri. Mau yang kayak apa? Ganteng? Terkenal? Pintar? Oke, Renata bakal cari sendiri yang mendekati sesuai kriteria Mamah dan Papah! Tapi tolong Mah, Pah, biarkanlah Renata yang memilih sendiri...," ucap Renata yang tetap kekeh, ia sekuat tenaga mencoba mencari cara untuk menolak perjodohannya ini.
"Tidak bisa, Renata. Papah dan Mamah sudah menyebarkan undangan pertunangan kalian. Acaranya bulan depan loh," ungkap papah Renata, dan hal ini yang membuat Renata semakin sakit kepala.
"Pah...!? Papah serius!? Papah udah nyebarin undangan acara tunanganku!? Hah...!? Tapi kan..., Renata belum bilang setuju, Pah!? Kenapa Papah main sebar undangan gitu aja!? Kalo acaranya tidak jadi, kan, keluarga kita yang malu nantinya Pah!?" Sepertinya Renata menemukan sedikit selah untuk mencari alasan atas pembatalan perjodohan ini.
Akan tetapi, Renata tidak menduga bahwa papahnya justru mengatakan hal yang membuatnya semakin tak berkutik, dan kali ini ia terpaksa harus setuju dengan semua keputusan keluarganya.
"Nah, itu kamu tau, kalau acaranya dibatalkan, keluarga besar kita yang akan malu, iya kan? Jadi..., kamu harus melakukannya dong...?" Senyuman yang terukir di wajah papah Renata melambangkan hatinya yang saat ini merasa bahagia. Karena ia merasa telah menang dalam perang melawan putri semata wayangnya ini. Ternyata, kata-kata yang Renata niatkan untuk membela dirinya, justru kata-kata itulah yang membuatnya mati langkah.
"Kan, kamu sendiri tadi yang bilang, kalau keluarga kita bakalan malu kalo acaranya gak jadi? Lagi pula, dengan adanya pernikahan ini, itu tandanya kedua perusahaan kita akan semakin maju lagi di masa yang akan datang." Papah Renata sekali lagi melemparkan senyuman bahagia ke arah Renata dengan santainya. Dapat dilihat dengan jelas pada wajah papah Renata yang sangat bangga, ketika ia membayangkan bahwa perusahaan miliknya dan perusahaan milik sahabatnya itu berhasil bergabung menjadi satu.
'Ini tidak bisa dibiarkan! Kalau begitu, gue harus menyusun rencana untuk segera pergi dari rumah ini. Tapi, bagaimana caranya? Dan ke mana gue harus pergi? Kalau gue pergi ke rumah temen-temen gue yang biasanya, itu mah sama aja bohong.' Ternyata saat ini, di dalam pikirannya, Renata tengah merencanakan sesuatu.
Beberapa saat kemudian, setelah suasana di ruang tamu itu sempat hening sejenak, Renata yang pertama kali memecahkan keheningan itu.
"Ah, sudahlah. Aku gak mau ambil pusing. Terserah Papah sama Mamah aja maunya gimana. Oh, iya Mah, aku baru ingat. Hari ini ternyata masih ada satu lagi tugas kantor yang harus Renata selesaikan, dan itu harus selesai hari ini juga." Nampaknya akting yang coba dilakukan oleh Renata tidak terlalu buruk, ia sengaja memperlihatkan seolah-olah telah menyetujui perjodohan ini dan beralasan ingin menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda.
"Ssst..., lihat tuh! Akhirnya dia mau juga, kan?" bisik papah Renata seraya menyenggol bahu isteri tercintanya itu.
"Iya Pah, Mamah seneng benget deh! Akhirnya kita bakalan cepet punya Cucu. Mamah udah lama gak gendong bayi, jadi kepengen cepet-cepet nikahin Rendi sama Renata, ih...!"
"Hus...! Mah...! Jangan keras-keras ngomongnya. Nanti kedengeran sama Renata." Sangking senangnya, mamah Renata hampir saja tak bisa mengontrol emosinya yang meluap-luap. Sebab, tiga tahun belakangan ini mereka berdua terus membujuk Renata agar segera menikah. Namun Renata selalu berkata dengan alasan belum siap.
Belum siap? Apanya lagi yang belum siap? Usianya saat ini telah mencapai 27 tahun. Rumah? Pekerjaan? Tidak usah dipikirkan lagi. ROP Group adalah perusahaan yang mencakup banyak bidang. Jadi, tidak usah ditanyakan lagi soal pendapatan yang dihasilkan dari perusahaan ROP Group ini. ROP Group yang benar-benar merintis, awalnya didirikan oleh kakek Renata, yaitu Rukman.
Kemudian, Renata yang tadi beralasan ingin mengerjakan pekerjaan kantor, ternyata dia tengah menyiapkan barang-barang apa saja yang akan ia bawa. Ternyata Renata serius berniat untuk kabur dari rumah. Walaupun Renata tahu bagaimana resikonya nanti jika ia kabur dari rumah, tapi ia tetap yakin. Dia akan nekat dengan niat bulatnya yang ingin kabur dari rumah malam ini juga.
'Kalo gue bawa koper besar dan banyak barang..., pasti bakal dicurigai. Tapi, masa iya sih, gue pergi cuma bawa beginian? Pakaian harian tiga setel doang? Huft..., bodo amat lah! Yang penting gue..., MERDEKA...!' Renata mengayunkan tangannya yang mengepal di udara.
Wajah Renata nampak berbinar ketika ia membayangkan bahwa dirinya telah berhasil kabur dari rumah yang ia anggap bagaikan penjara ini. Kenapa bisa begitu? Kenapa kehidupan mewah orang seperti Renata yang didambakan oleh banyak orang justru membuatnya menganggap seperti di penjara? Yah..., begitulah, Renata memang memiliki sifat yang jauh berbeda dari kedua orang tuanya. Renata cendrung suka dengan yang namanya kebebasan. Sifat yang seperti ini tak lain menurun dari kakeknya. Sedari kecil, Renata kerap merasa bahwa dalam kehidupannya ini selalu mendapatkan terlalu banyak tekanan. Tentu saja ia juga selalu merasa terkekang.
'Liat aja, gue gak akan mau balik ke rumah ini lagi, sebelum perjodohan itu bener-bener dibatalin!'
Dan tepat saat waktu menunjukkan pada jam tengah malam, Renata akhirnya benar-benar menyelinap untuk keluar dari halaman rumahnya dengan hanya membawa tas biasa dan sedikit pakaian.
Ternyata Renata berhasil lolos dari penjagaan para petugas keamanan yang ada di rumahnya.
***
Dua hari kemudian, pada sabtu sore, di tempat Renata berada, ia berhasil tiba di sebuah desa yang ada di pinggiran kota dengan menggunakan ojek online. Namun, ketika Renata yang hendak keluar dari satu gang kecil, ia dikejutkan dengan suara seorang pria yang berteriak.
"Eh..., awas..., awas...! Gue mau lewat!" seru pria itu berteriak, karena saat ia mengayuh sepedanya, secara tiba-tiba ada seseorang yang muncul dari gang kecil yang ada di depannya itu. Dan ternyata pria itu adalah Rendi. Namun Mereka berdua tidak saling mengenal karena memang belum pernah bertemu ketika mereka sudah dewasa.
Cit...!Gubrak...!Karena tak dapat menjaga keseimbangan sepedanya tadi, akhirnya Rendi jungkir balik ke dalam selokan. Itu semua ia lakukan demi menghindari agar tidak menabrak orang yang muncul dari gang kecil itu secara mendadak.
'Sial, lecet semua dah, badan gue demi nyelametin gadis itu. Tapi tunggu, kayaknya gadis itu cantik banget yak?' gumam Rendi seraya merasakan lutut dan siku tangannya sedikit perih. Dan dia bersyukur saat melihat Renata yang baik-baik saja.
"Ma-maaf..., gue yang salah tadi asal slonong aja," Renata menunduk guna meminta maaf setelah melihat Rendi yang terjerembab ke dalam selokan tadi demi menghindar agar ia tidak terluka. Baginya itu memang sangat heroik. Apa lagi di tengah pikirannya yang saat ini memang sedang kacau dengan masalah yang rumit tentang perjodohannya. Renata merasa bahwa Rendi adalah tipe pria yang bertanggung jawab dalam melindungi wanitanya. Hatinya pun tiba-tiba bergetar.
'Ada apa ini?' tanya Renata dalam hati. Ia bingung untuk menjelaskan perasaan yang bergetar itu.
Lalu Rendi berjalan mendekati Renata. Kali ini, wajah mereka saling berhadapan.
"Gara-gara gue menghindar supaya gak nabrak Lo tadi, gue jadi masuk got. Sial amat hidup gue hari ini yak? Tapi gak papa, yang penting Lo nya gak kenapa-napa, kan?" ucap Rendi dengan sopan santun, padahal dia dulu tidaklah seperti ini.
Namun, Renata mengerutkan alisnya saat melihat Rendi yang ada di hadapannya saat ini. "Kok, kayak kenal ya?" tanya Renata reflek.
Dan Rendi juga bergantian mengerutkan kedua alisnya setelah memperhatikan wajah Renata. "Iya juga ya, kok gue kayak pernah liat lo ya?" Tapi sepertinya mereka berdua merasa ragu.
Buku lain oleh Rendi OP
Selebihnya