Dari Cinta ke Benci: Kejatuhannya

Dari Cinta ke Benci: Kejatuhannya

Gavin

5.0
Komentar
Penayangan
19
Bab

Setelah lima tahun menikah dan melahirkan putranya, aku akhirnya akan diterima di keluarga Adhitama yang berkuasa. Aturannya sederhana: lahirkan seorang putra, dan kau akan masuk dalam dana perwalian keluarga. Aku telah melakukan tugasku. Tetapi di kantor pengacara, aku menemukan seluruh hidupku adalah sebuah kebohongan. Suamiku, Baskara, sudah memiliki seorang istri yang terdaftar dalam perwalian: Clara Gunawan, kekasih masa SMA-nya yang seharusnya sudah meninggal satu dekade lalu. Aku bukan istrinya. Aku hanyalah seorang pengganti, sebuah wadah untuk menghasilkan ahli waris. Tak lama kemudian, Clara yang "mati" itu tinggal di rumahku, tidur di ranjangku. Ketika dia dengan sengaja menghancurkan guci abu nenekku, Baskara tidak menyalahkannya. Dia malah mengurungku di gudang bawah tanah untuk "memberiku pelajaran". Pengkhianatan terbesar datang ketika dia menggunakan putra kami yang sedang sakit, Banyu, sebagai pion. Untuk memaksaku mengungkapkan lokasi Clara setelah wanita itu merekayasa penculikannya sendiri, Baskara merenggut selang pernapasan dari nebulizer putra kami. Dia membiarkan anak kami sekarat sementara dia berlari ke sisi wanita itu. Setelah Banyu meninggal dalam pelukanku, cinta yang kumiliki untuk Baskara berubah menjadi kebencian murni yang sedingin es. Dia memukuliku di makam putra kami, berpikir dia bisa menghancur-leburkanku sepenuhnya. Tapi dia lupa tentang surat kuasa yang kuselipkan di antara tumpukan akta arsitektur. Dia menandatanganinya tanpa berpikir dua kali, meremehkan pekerjaanku sebagai sesuatu yang tidak penting. Keangkuhan itulah yang akan menjadi kehancurannya.

Bab 1

Setelah lima tahun menikah dan melahirkan putranya, aku akhirnya akan diterima di keluarga Adhitama yang berkuasa. Aturannya sederhana: lahirkan seorang putra, dan kau akan masuk dalam dana perwalian keluarga. Aku telah melakukan tugasku.

Tetapi di kantor pengacara, aku menemukan seluruh hidupku adalah sebuah kebohongan. Suamiku, Baskara, sudah memiliki seorang istri yang terdaftar dalam perwalian: Clara Gunawan, kekasih masa SMA-nya yang seharusnya sudah meninggal satu dekade lalu.

Aku bukan istrinya. Aku hanyalah seorang pengganti, sebuah wadah untuk menghasilkan ahli waris. Tak lama kemudian, Clara yang "mati" itu tinggal di rumahku, tidur di ranjangku. Ketika dia dengan sengaja menghancurkan guci abu nenekku, Baskara tidak menyalahkannya. Dia malah mengurungku di gudang bawah tanah untuk "memberiku pelajaran".

Pengkhianatan terbesar datang ketika dia menggunakan putra kami yang sedang sakit, Banyu, sebagai pion. Untuk memaksaku mengungkapkan lokasi Clara setelah wanita itu merekayasa penculikannya sendiri, Baskara merenggut selang pernapasan dari nebulizer putra kami.

Dia membiarkan anak kami sekarat sementara dia berlari ke sisi wanita itu.

Setelah Banyu meninggal dalam pelukanku, cinta yang kumiliki untuk Baskara berubah menjadi kebencian murni yang sedingin es. Dia memukuliku di makam putra kami, berpikir dia bisa menghancur-leburkanku sepenuhnya.

Tapi dia lupa tentang surat kuasa yang kuselipkan di antara tumpukan akta arsitektur. Dia menandatanganinya tanpa berpikir dua kali, meremehkan pekerjaanku sebagai sesuatu yang tidak penting.

Keangkuhan itulah yang akan menjadi kehancurannya.

Bab 1

Keluarga Adhitama punya satu aturan, aturan yang setua dan sekokoh kerajaan properti mereka. Seorang istri baru akan disambut secara resmi, baru ditambahkan ke dalam dana perwalian keluarga yang menggiurkan, setelah dia melahirkan seorang putra.

Aku telah melakukan tugasku.

Kudekap putraku, Banyu, erat-erat saat mobil mewah kami berhenti di depan kantor hukum megah dan megah yang menangani semua urusan keluarga Adhitama. Lima tahun pernikahan, dan hari ini adalah hari di mana aku akhirnya akan diakui. Bukan hanya sebagai istri Baskara, tetapi sebagai anggota sejati keluarga itu.

Sang pengacara, seorang pria yang wajahnya adalah topeng permanen dari sikap sopan yang acuh tak acuh, menyambutku. "Nyonya Adhitama. Dan ini pasti pewaris muda itu."

Aku tersenyum, senyum tulus yang lelah. "Ini Banyu."

Dia membawaku ke sebuah ruangan berpanel kayu ek yang berat. "Jika Anda bersedia menunggu di sini, saya akan mengambil dokumen perwalian untuk Anda tanda tangani. Ini hanya formalitas."

Aku menunggu, jantungku berdebar sedikit lebih kencang. Inilah saatnya. Langkah terakhir.

Pengacara itu kembali, ekspresinya tak terbaca. Dia meletakkan sebuah dokumen tebal di atas meja tetapi tidak membukanya.

"Sepertinya ada sedikit masalah, Nyonya Adhitama."

"Masalah?" tanyaku, suaraku tetap tenang.

"Ya. Dokumen perwalian sudah mencantumkan nama pasangan untuk Tuan Baskara Adhitama."

Perutku terasa melilit dingin. "Saya tidak mengerti. Kami sudah menikah selama lima tahun."

"Pencatatan ini dibuat tujuh tahun yang lalu," kata pengacara itu, matanya menghindari tatapanku. "Pasangan yang terdaftar adalah Nona Clara Gunawan."

Nama itu menghantamku bagai palu godam. Clara Gunawan. Kekasih masa SMA Baskara. Gadis yang meninggal dalam kecelakaan kapal satu dekade lalu.

"Itu tidak mungkin," kataku, suaraku nyaris tak terdengar. "Dia sudah meninggal."

"Pendaftaran ini sah dan mengikat secara hukum," katanya datar, akhirnya menatapku. "Sejauh yang tercatat dalam Dana Perwalian Keluarga Adhitama, Clara Gunawan adalah istri Baskara Adhitama."

"Tapi aku istrinya," desakku, suaraku meninggi. "Kami mengadakan pernikahan. Kami punya surat nikah."

Pengacara itu tampak tidak nyaman. "Saya tahu tentang pernikahan Anda, tentu saja. Namun, tidak ada satu pun dari keluarga Adhitama yang menghadiri pernikahan Anda, seperti yang Anda tahu."

Dia benar. Baskara mengklaim keluarganya tertutup dan tidak menyetujui upacara yang mewah. Dia bilang mereka akan luluh begitu kami punya anak, seorang putra. Itu semua adalah bagian dari ceritanya, cerita yang kupercayai.

Pengacara itu menggeser sebuah map ke seberang meja. "Ini adalah salinan resmi dari pendaftaran perwalian."

Kubuka map itu, tanganku gemetar. Di sanalah, tertulis hitam di atas putih. Baskara Adhitama dan Clara Gunawan. Menikah. Tanda tangannya tidak salah lagi.

Gelombang pusing menerpaku, dan aku mencengkeram tepi meja yang berat untuk menenangkan diri. Bayiku, Banyu, bergerak dalam dekapanku, dan aku memeluknya lebih erat, kehangatannya menjadi jangkar kecil di dunia yang tiba-tiba miring dari porosnya.

Clara Gunawan. Nama itu bergema di benakku.

Aku teringat potret-potret dirinya di rumah kami. Baskara memesannya setelah kematiannya. Dia menyebutnya inspirasi terbesarnya, cintanya yang hilang. Aku, seorang arsitek berbakat, mengerti obsesi artistiknya, atau begitulah yang kupikirkan.

Dia pernah bilang aku mirip dengannya. "Matanya," katanya, suaranya lembut. "Kau punya semangatnya."

Awalnya, aku merasa itu meresahkan. Terus-menerus dibandingkan dengan wanita yang sudah mati. Tapi dia begitu menawan, begitu persuasif. Dia bersumpah dia mencintaiku apa adanya, bahwa kemiripan itu hanyalah kebetulan yang indah dan pahit.

Aku telah menerimanya. Aku bahkan membantunya merancang sebuah galeri pribadi di rumah kami yang didedikasikan untuk mengenangnya, sebuah monumen untuk kesedihannya. Kupikir itu adalah cara untuk membantunya sembuh, untuk melanjutkan hidup bersamaku.

Sekarang, kebenaran itu adalah tamparan yang dingin dan keras. Dia tidak sedang menyembuhkan diri. Dia sedang menunggu.

Dan aku bukanlah seorang istri. Aku adalah seorang pengganti. Pengganti untuk wanita yang tidak pernah dia lepaskan. Sebuah wadah yang dia gunakan untuk menenangkan keluarganya dan menghasilkan seorang ahli waris.

Pernikahan lima tahunku adalah sebuah kebohongan. Hidupku bersamanya adalah sebuah kebohongan.

Aku hanyalah sebuah pengganti.

Ponselku bergetar, menarikku dari pikiran yang berputar-putar. Itu Baskara.

"Hai, cantik," suaranya hangat dan akrab, suara yang sama yang dia gunakan selama lima tahun. "Gimana tadi sama pengacaranya? Semuanya sudah beres?"

Aku berjuang untuk menjaga suaraku tetap datar. "Aku masih di sini. Ada beberapa berkas yang harus diperiksa."

"Nggak usah khawatir. Tanda tangani saja apa yang mereka kasih," katanya meremehkan. "Aku harus lembur di kantor malam ini, ada proyek besar yang mau final. Nanti aku tebus akhir pekan ini, ya."

Dia beralih ke panggilan video, wajah tampannya memenuhi layar. Dia berada di kantornya, dengan pemandangan cakrawala Jakarta yang familier di belakangnya. Dia mencoba menunjukkan padaku bahwa dia sedang bekerja.

Tapi mataku, mata yang dia klaim sangat mirip dengan mata wanita itu, menangkap sesuatu yang lain. Di sudut mejanya, hampir di luar bingkai, ada sebuah vas kecil. Di dalamnya ada setangkai bunga kacapiring putih.

Bunga favorit Clara. Bunga yang selalu dia letakkan di potretnya pada hari peringatan "kematiannya".

Dan di pergelangan tangannya, sebuah rantai perak tipis yang belum pernah kulihat sebelumnya. Tergantung di sana sebuah liontin kecil berukir rumit huruf 'C'. Inisial Clara.

Dia tidak di kantor. Dia bersama wanita itu.

Dia menyembunyikannya. Wanita itu tidak mati.

Darah serasa terkuras dari wajahku. Aku merasakan gelombang mual. Aku harus menggigit bagian dalam pipiku, keras, hanya untuk tetap tegak. Rasa sakit yang tajam adalah satu-satunya hal yang menahanku dari berteriak.

"Asti? Kamu baik-baik saja? Kamu kelihatan pucat," katanya, sekelibat ekspresi yang tampak seperti kekhawatiran di matanya.

"Cuma lelah," aku berhasil berkata. "Banyu membuatku terjaga semalaman."

"Kasihan gadisku," bujuknya. "Istirahatlah. Aku mencintaimu."

Kata-kata itu, yang dulu menjadi sumber kenyamanan, kini terasa seperti asam. Aku memaksakan senyum lemah. "Aku juga mencintaimu."

Aku mengakhiri panggilan itu dan menyandarkan kepalaku ke kursi, kulitnya yang dingin terasa di kulitku. Kebohongan itu adalah jaring yang menyesakkan, dan aku telah terperangkap di dalamnya selama lima tahun.

Tapi pikiran yang paling mengerikan datang terakhir. Aku mendengar suaranya di kepalaku, bukan dari telepon, tapi dari sebuah ingatan. Aku tidak sengaja mendengarnya berbicara di telepon di ruang kerjanya beberapa malam yang lalu, suaranya rendah dan penuh rahasia.

"Jangan khawatir, cintaku yang bangkit kembali," bisiknya. "Aku bilang pada semua orang kamu adalah android, salinan sempurna untuk meredakan kesedihanku. Mereka tidak akan pernah curiga. Aku melakukan semua ini untuk membawamu kembali padaku."

Saat itu, kupikir dia sedang berbicara dengan rekan bisnis tentang proyek teknologi baru yang aneh. Aku mengabaikannya sebagai salah satu keeksentrikannya.

Sekarang aku tahu. Dia tidak sedang berbicara tentang android. Dia sedang berbicara dengan Clara. Clara yang hidup dan bernapas.

Aku adalah penggantinya. Aku adalah wadahnya. Aku adalah si bodoh yang memberinya seorang putra agar dia akhirnya bisa mengamankan warisannya dan membawa istri aslinya keluar dari bayang-bayang.

Seluruh hidupku adalah sebuah lelucon. Lelucon yang kejam dan rumit.

Rasa sakit itu tidak membuatku ingin menangis. Itu membuatku dingin. Itu membuatku jernih.

Aku berdiri, gerakanku presisi. Kutinggalkan Banyu dengan asisten pengacara, yang memujinya, tidak menyadari badai yang berkecamuk di dalam diriku. Aku kembali ke ruangan berpanel kayu ek.

Aku tidak mengambil dokumen perwalian. Sebaliknya, aku mengambil formulir surat kuasa kosong dari tumpukan di meja samping. Lalu aku pergi ke mobilku dan mengambil satu set akta pemindahan arsitektur yang telah kusiapkan untuk properti yang seharusnya kami kembangkan bersama. Aku telah merancang seluruh proyek itu. Dia mempercayai pekerjaanku sepenuhnya.

Kujepit dokumen-dokumen itu menjadi satu, surat kuasa tersembunyi dengan cerdik di antara cetak biru dan akta-akta.

Dia akan menandatanganinya tanpa melihat. Dia selalu begitu. Dia sangat mempercayaiku. Atau lebih tepatnya, dia meremehkan pekerjaanku sebagai sesuatu yang tidak cukup penting untuk membutuhkan perhatian penuhnya.

Hari ini, keangkuhan itu akan menjadi kehancurannya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

xuanhuan

5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Romantis

5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Miliarder

5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku