Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Obsesi dan Cinta

Obsesi dan Cinta

Chasy30

5.0
Komentar
1.5K
Penayangan
29
Bab

Lifah Putri Sanjaya, adalah anak seorang konglomerat yang menyembunyikan identitasnya dimasa lalu. Namun, saat ini ia telah bertunangan dengan Bara Wicaksono, anak salah satu pengusaha ternama Bagas Wicaksono. Keduanya telah saliang terbuka dan mengetahui jati diri masing-masing. Hubungan keduanya berjalan dengan sangat baik. Hingga suatu saat, ketika Lifah memutuskan untuk bekerja di sebuah perusahaan lain, di sana ia harus di pertemukan dengan masa lalunya, dan harus bekerja sama dalam satu tim. Anggara Prampayoga, dialah pria yang pernah mati-matian dilupakan oleh Lifah. Dan kini takdir seakan mempermainkan dirinya dengan mempertemukannya kembali. Akankah cinta itu bersemi kembali? Ataukah cinta itu tetap pada dambaan hati yang baru?

Bab 1 Hari pertama kerja

"Sayang! Bangun!" seru mama Linda dan membuka selimut anaknya.

"Emmmmm," sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Melihat mamanya yang sudah bersedekap melipat ke dua tangan di dadanya, membuat fokus Lifah tertuju di sana.

"Ma, bukakah ini masih sangat pagi?" cicit Lifah dengan suara seraknya, kas bangun tidur.

"Bukankah hari ini adalah hari pertama kamu masuk kerja sayang, maka kamu harus bangun pagi," ingatkan mama Linda.

Seketika itu, kantuknya hilang matanya membulat sempurna dan tubuhnya ia tegakkan menjadi posisi duduk di atas kasurnya.

"Ya Allah ma!"

Dengan tergesa-gesa Lifah turun dari ranjang, kemudian, beranjak masuk ke kamar mandi, tanpa lagi menghiraukan mamanya yang masih ada di sana.

Sementara mama Linda hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya itu. Dan bergegas kembali turun untuk menyiapkan sarapan untuk semuanya.

-

Setengah jam kemudian, semuanya sudah menunggu di ruang makan untuk sarapan bersama, tinggal menunggu Lifah untuk turun.

"Biar Nissa yang panggil ma," tawar Nissa.

"Tak perlu kakak ipar. Aku datang!" seru Lifah yang tergesah turun dari tangga menuju ke ruang makan.

Membuat semuanya bernafas lega karena yang di tunggu akhirnya datang juga.

Lifah segera duduk di kursi, bergabung dengan yang lainnya.

"Maaf, kalian semua jadi harus menunggu," kata Lifah.

"Ya sudah enggak apa-apa. Ayo makan, keburu dingin nanti," jawab Damar Selaku kepala keluarga dan semuanya pun mulai sarapan pagi itu dengan takdim.

Selesai sarapan mereka semua bergegas untuk bekerja. Samudera dan Nissa akan berangkat bersama, karena mereka memang satu tujuan. Sementara papa Damar juga akan mengantarkan Linda ke kantornya.

"Kamu mau bareng sama siapa fah? Atau mau bawa mobil sendiri?" tanya Samudera.

Belum juga di jawab. Sebuah mobil Pajero sport warna hitam berhenti di depan halaman rumah Lifah. Semuanya tahu jika itu mobil milik Bara.

"Nah, itu jemputan sudah datang. Bye kakak dan kakak ipar!" kata Lifah, juga berpamitan dengan Damar dan Linda

"Ma, yah, pamit dulu!"

"hati-hati sayang."

Lifah berjalan menuju ke arah mobil tunangannya. Bara Wicaksono seorang pewaris tunggal Perusahaan BW Company.

"Pagi princess, siap untuk berangkat kerja?" sapa Bara sembari membukakan pintu untuk Lifah.

"Pagi. Terima kasih Bar," balas Lifah dengan penuh kasih. Segera duduk di jok samping kemudi. Memastikan semuanya aman Bara menutup pintu itu dan berputar menuju tempat kemudi.

"Lihatlah pasangan itu, sungguh romantis ya," celetuk Nissa melihat keromantisan Bara dan Lifah.

"Ck! Romantis juga kita sayang, bermesraan dengan yang sudah halal," tak terima Samudera ketika istrinya menyanjung adiknya.

Bhulsing!

"Kita bicara Tentang Lifah dan tunangannya," jawabnya dengan muka merona.

"Dan aku bicara tentang kita," sambil menatap netra istrinya lekat. Membuat ke dua pipi sang istri merona sempurna. Salah tingkah.

Nissa mencoba menetralkan diri dan berdehem.

"Yuk kita berangkat!" ajak Nissa untuk mengalihkan pembicaraan.

***

Kini sampailah mobil Bara di sebuah perusahaan anak cabang dari salah satu perusahaan raksasa di kotanya.

"Kamu, hati-hati ya. Dan semangat untuk menghadapi hari ini," ucap Bara. Tunangannya yang sudah mengikatnya beberapa minggu yang lalu.

"Iya. Kamu juga, jangan sampai terlambat makan siangnya. Tetap jaga kesehatan ya," jawab Lifah.

"Pasti sayang. Aku pergi pamit dulu ya."

Lifah memberikan senyuman termanis dan lambaikan tangannya untuk menghantar tunangannya pergi dari depan perusahaan yang sebentar lagi akan Lifah masuki.

Setelah mobil itu dipastikan telah menjauh. Kini giliran Lifah yang melangkah masuk di gedung pencakar langit itu, dan bertemu dengan bagian resepsionis.

Setelah bertemu dengan bagian resepsionis, kini Lifah diarahkan untuk bertemu dengan pak Agus, perwakilan dari divisi operasional untuk memperkenalkan Lifah ke seluruh karyawan yang ada di kantor tersebut.

Tentu saja, sudah lebih dulu bertemu dengan HRD ya.

"Di sini tempat kerja kamu. Semoga betah ya, oh iya jobs dis kamu bisa kamu pelajari di mam kuning itu, apa bila kurang jelas, kamu bisa bertanya pada saya. Ruangan saya ada di depan ruangan ini," sambil menunjuk ruangan Pak Agus.

"Baik pak. Terima kasih atas semua informasi, mohon bimbingannya," ucap Lifah dengan sopan dan diakhiri dengan senyum.

Sepeninggalan pak Agus, Lifah melihat sekeliling ruangannya.

"Cukup nyaman!" katanya dengan mencoba menduduki tempat duduknya.

Lifah terpilih menjadi sekertaris di perusahaan cabang itu, karena yang digunakan untuk melamar pekerjaan adalah ijazahnya, yang Sastra bahasa Indonesia.

Dikarenakan perusahaan Cabang, dan juga baru diliris beberapa bulan yang lalu, karyawan di sana, hampir sebagian besar belum pernah bertemu dengan CEO-NYA.

"Hye, karyawan baru ya. Perkenalkan gue Tia."

"Lifah. Senang berkenalan dengan kamu, mohon bantuannya ya," formal Lifah.

"Enggak usah sungkan dan terlalu formal. Biasa aja kali, Fah." Lifah hanya mengaguk dan tersenyum kecil pasalnya dia anak baru, yang masih menjaga image.

"Semoga kita bisa menjadi teman yang baik ya," bisik Tia pada Lifah yang hanya dibalas dengan senyum olehnya.

Kemudian, Lifah melanjutkan pekerjaannya saat ini yaitu membaca dan mempelajari, tentang jobs dis yang harus dilakukan olehnya.

Lifah terkejut, kala mendapati banyaknya berkas yang harus dia revisi.

"Ya ampun, kenapa semuanya acak-acakan gini? Proposal yang akan di ajukan ke PT DMK company ini sungguh harus segara direvisi. Besok harus beres?!" kaget Lifah melihat kerjaan pertamanya yang sangat banyak.

"Semangat Lifah! Lo pasti bisa!" semangati dirinya sendiri.

-

Begitu jam istirahat tiba...

"Fah, kita ke kantin bareng yuk!" ajak Tia dan ada pula pak Agus.

"Eh, iya."

Lifah segera menutup laptopnya dan membereskan pekerjaannya, lalu ikut beranjak ke kantin bersama Tia juga pak Agus.

Sesampainya di kantin...

"Oh iya Fah, lo tahu enggak kita tuh beruntung loh berada di kantor cabang," cerita Tia menggebu.

"Emangnya kenapa?" tanya Lifah sedikit penasaran.

"Soalnya, kita akan sangat jarang bertemu dengan CEO kita. Apa lagi elo sekertaris kan. Elo tahu enggak, rumor yang beredar, CEO kita adalah pria dingin dan datar. Sangat mengerikan dengan segala macam aturan yang ditekankan pada bawahannya. Salah sedikit saja, akan berakhibat pemecatan karyawan!"

"Masak sih segitu nya?" tak percaya Lifah.

"kayak lo udah pernah tahu dan melihat sendiri saja Ya," celetuk pak Agus ikut menimpali.

"Ih, bukannya banyak ya staff kita yang berbicara seperti itu. Ya amit-amit kalau sampai ketemu. Semoga saja jangan deh!" sahut Tia.

"Tapi, kabarnya CEOnya seorang pria yang tampan dan masih Single loh, gimana?" tambah Pak Agus memberi informasi.

"Gini ya pak Agus yang cakep. Kita itu, berfikir saja ya realistis, seorang CEO tidak akan mungkin bisa kita gapai. Kita ini siapa? Rakyat jelata. Emangnya ada ceritanya CEO mau sama bawahannya? Kalau pun ada paling juga di novel aja. Dan adapun satu banding sepuluh ribu. Ini perusahaan raksasa pak. Mimpi boleh, tapi kalau ketinggian--- duh, sakit jatuhnya! Bisa pingsan malah," celetuk panjang kali lebar Tia.

Lifah hanya tersenyum menanggapi cerita Tia.

"Iya deh terserah saja," ngalah pak Agus.

'Emang siapa sih CEO perusahaan ini? Jadi penasaran!' batin Lifah, 'Ah, tapi buat apa?! Yang penting saat ini fokus kerja dulu deh Fah, baru juga sehari kerja. Fokus!" bantah logikanya.

"Fah, jangan bilang kamu penasaran sama CEO kita ya," tebak Tia.

"Untuk?"

"Siapa tahu kamu tertarik dengan kata-kata pak Agus yang mengatakan dia tampan dan juga singgel. Tampan menurut orang belum tentu menurut kita juga sama tampannya," kompor Tia.

Lifah hanya mengaguk. Dan melanjutkan makannya. Lagi pula, mereka belum tahu saja jika Lifah sudah memiliki tunangan. Jadi dia akan menjaga hati dan menjaga komitmen mereka dengan sangat hati-hati.

-

Setelah jam istirahat usai merekapun kembali bekerja seperti rutinitas biasanya.

Dengan ketekunan Lifah, hari ini ia tidak perlu lembur, dan semua tugas yang diberikan kepadanya terselesaikan dengan cukup baik.

"Fah, Lo sudah selesai?" tanya Tia.

"Iya. Kamu gimana?" tanya Balik Lifah.

"Bentar dikit lagi selesai. Lo hebat deh Fah, tugas elo tuh banyak banget! Baru kali ini ada sekertaris tapi bisa mengerjakan semua tugas segunung yang diberikan atasan dalam tempo satu hari ini. Keren!" nerocos Tia.

"Lo bisa aja Ya!"

"Tapi, gue setuju sih sama yang di bilang Tia kali ini. Lo hebat Fah!" puji pak Agus.

"Kalian terlalu banyak memuji, biasa aja deh, nanti gue terbang gimana? Lagian, belum tentu juga apa yang gue kerjain diterima dan tidak ada jaminan revisi kan dari atasan," merendah Lifah.

"Benar jug ya. Emang elo mau direvisi?"

Lifah hanya menggidikkan ke dua bahunya.

"Ya sudah. Mending sekarang kita pulang yuk! Dari pada di sini terus, mau tidur sini?" lerai pak Agus.

"Ogah gue pak. Besok juga kita datang lagi di mari. Yuk!" sambil menggandeng tangan Lifah pergi menuju lobby. Dan diikuti oleh pak Agus.

Sesampainya di lobby. Pak Agus lebih dulu keluar dan menuju ke arah mobilnya.

"Lo pulang naik apa Fah?" tanya Tia.

"Gue udah dijemput tuh," sambil menunjuk mobil Bara yang baru saja datang.

"Siapa? Cowok elo ya, so sweet banget sih," goda Tia.

"apaan sih," salah tingkah Lifah.

"Ya udah gue duluan ya. Sampai bertemu esok, Bye!" Tia juga segera menuju ke arah mobilnya yang terparkir.

"Aku tidak telat kan? Lama menungguku? Maaf ya. Seharusnya aku tidak datang terlambat dan membuat kamu menunggu," sesal Bara.

"Enggak Bar, aku juga baru saja keluar kok. Santai saja."

"Masuk permaisyuriku," kata Bara sambil membukakan pintu mobilnya.

"Apaan sih Bar," malu Lifah dan segera duduk di jok samping kemudi.

Sedang Bara dengan sigap segera mendudukkan diri di bangku belakang setir, dan menlajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Gimana hari pertama kerja?" tanya Bara dengan masih tetap fokus ke arah jalan.

"So far... Fine and so happy. Teman-teman baru yang cukup baik."

"Syukur deh kalau begitu. Seneng aku dengernya, yang penting kamu aman dan nyaman. Itu sih terpenting buat aku."

"Dan aku juga, sangat senang____"

"Senang karena?"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku