/0/29059/coverbig.jpg?v=90fa21ad684277dd974392363e684b0a&imageMogr2/format/webp)
Hidupnya selalu penuh kejutan, dan dia hanyalah seorang anak angkat yang tak pernah benar-benar merasa punya tempat. Setelah diputuskan oleh kekasihnya, lalu perjodohan kakaknya ditolak oleh Komandan Rayan Elvard, pria berdarah bangsawan yang terkenal dingin dan tak berperasaan, kini Liora Avanira harus menggantikan posisi itu. Dia tidak menginginkannya, tapi Rayan sendiri yang memilihnya. Bukan karena cinta-melainkan karena sebuah misi rahasia. Namun, semakin lama, rasa penasaran Komandan itu berubah menjadi ketertarikan yang tak bisa dikendalikan. Dia buas. Dia berbahaya. Ketika sebuah perintah dari Laksamana Tertinggi memaksa Rayan untuk menikahi Liora demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan, pernikahan tanpa cinta itu berubah menjadi obsesi. Rayan tidak mencintai Liora, tapi dia terobsesi padanya-pada sikap dinginnya, pada tatapan tajamnya yang menolak tunduk, pada bibirnya yang tak pernah tersenyum untuknya. Semakin Liora menjauh, semakin Rayan kehilangan kendali. Bagi Liora, pernikahan itu adalah penjara yang mencekik. Bagi Rayan, itu adalah surga yang memabukkan. Keduanya hidup dalam benturan yang tak berujung-antara misi, kebencian, dan rasa yang tak mau diakui. Namun saat Liora mulai menemukan jejak masa lalunya yang kelam, dia menyadari bahwa nyawanya sedang diincar oleh seseorang yang pernah menghancurkan keluarganya. Dan hanya satu orang yang mampu melindunginya-pria yang juga menjadi sumber penderitaannya sendiri. Bagaimana akhir dari pernikahan yang dipenuhi obsesi, luka, dan rahasia gelap ini?
Langit sore di distrik utara Elvard tampak seperti lukisan muram. Awan kelabu menggantung berat, seakan menahan hujan yang enggan turun. Di balik jendela besar rumah keluarga Avanira, Liora berdiri membelakangi ruangan, menatap ke arah jalan berbatu yang perlahan basah oleh embun. Jemarinya memegang secarik surat, kertas itu bergetar halus-antara marah, bingung, dan pasrah.
Surat itu dari kekasihnya, Ren, pria yang selama tiga tahun terakhir menjadi pelabuhan hatinya.
"Maafkan aku, Liora. Aku tak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku akan bertunangan dengan putri keluarga Elreth bulan depan."
Kata-kata itu tertulis rapi, tapi menusuk seperti belati.
Ren, yang dulu bersumpah akan menikahinya meski tanpa restu siapa pun, kini meninggalkannya hanya karena perbedaan status. Liora bukan anak kandung keluarga Avanira, dan semua orang tahu itu. Dia hanyalah anak yang diangkat saat masih bayi oleh Lady Mirena Avanira, istri seorang bangsawan kecil yang tak punya keturunan.
Cinta yang dulu terasa murni kini berubah menjadi ejekan atas asal-usulnya.
Liora meremas surat itu, matanya memerah. "Jadi ini akhirnya, ya?" bisiknya lirih.
Ketika ia berbalik, kakaknya-Elena Avanira-berdiri di depan pintu. Perempuan itu cantik, berpenampilan lembut, tapi matanya menyimpan kegelisahan.
"Liora... aku dengar soal Ren," katanya pelan. "Aku tahu kau pasti kecewa, tapi-"
"Tidak apa-apa," potong Liora dengan suara datar. "Aku sudah terbiasa ditinggalkan."
Elena menunduk. "Jangan berkata begitu."
Liora tersenyum pahit. "Kau tahu sendiri, kan? Aku bukan darah Avanira. Dunia ini tidak akan pernah memihak orang sepertiku."
Elena hendak membantah, tapi suara keras dari ruang utama membuat mereka berdua menoleh. Suara ayah angkat mereka, Lord Calden Avanira, menggema.
"Elena! Liora! Cepat ke ruang tamu!"
Mereka saling berpandangan, lalu berjalan ke bawah. Di sana, di kursi besar di tengah ruangan, duduk seorang pria berpakaian seragam militer abu-abu tua dengan lambang Sayap Hitam di dadanya. Wajahnya tegas, garis rahangnya tajam, dan matanya... dingin seperti batu.
"Komandan Rayan Elvard," kata Lord Calden dengan nada campuran hormat dan gugup. "Kau tahu siapa beliau, kan?"
Tentu saja Liora tahu. Semua orang tahu siapa Rayan Elvard-komandan muda yang memenangkan perang di perbatasan timur, keturunan keluarga Elvard yang terkenal kejam dan berdarah bangsawan tinggi. Pria itu pernah menolak tiga lamaran pernikahan dari keluarga besar.
Dan sekarang dia duduk di ruang tamu mereka.
Rayan menatap Elena. "Kau Elena Avanira?"
Elena mengangguk sopan. "Ya, Komandan."
"Baik," jawabnya datar. "Aku datang untuk menjawab lamaran keluarga Avanira yang diajukan dua bulan lalu. Tapi aku tidak bisa menerimanya."
Lord Calden terlihat panik. "T-tentu saja kami mengerti, Komandan. Hanya saja... apakah ada alasan-"
"Tidak ada alasan lain kecuali aku sudah menemukan wanita lain yang lebih sesuai."
Elena menegang. "Wanita lain?"
Rayan menoleh, dan untuk pertama kalinya matanya jatuh pada Liora yang berdiri di sisi ruangan, sedikit berjarak.
Tatapan itu menusuk seperti pisau.
Liora menelan ludah, berusaha tetap tenang. "Apakah saya boleh tahu siapa wanita itu, Komandan?" tanyanya, meski nadanya gemetar.
Rayan berdiri. Tubuhnya tinggi, tegap, dan aura yang memancar darinya membuat udara seolah menegang. Ia berjalan perlahan mendekati Liora, berhenti hanya beberapa langkah di depannya.
"Namanya Liora Avanira," jawabnya tenang.
Ruangan itu mendadak senyap. Bahkan detak jam di dinding terasa terlalu keras. Elena menatap adiknya dengan terkejut, sementara Lord Calden kehilangan kata-kata.
"Aku?" Liora nyaris berbisik. "Komandan pasti keliru. Aku bukan siapa-siapa. Aku-"
"Kau yang kupilih," potong Rayan, matanya tetap menatapnya tajam. "Dan pilihanku tidak pernah berubah."
Malam itu, setelah kepergian Rayan, rumah Avanira dipenuhi perdebatan. Lady Mirena menangis, Elena menolak, dan Lord Calden sibuk menimbang konsekuensi. Tapi Liora hanya diam di kamarnya, menatap langit-langit dengan pikiran kacau.
Mengapa dia memilihku?
Apa karena aku anak angkat yang mudah dikorbankan?
Namun keesokan harinya, perintah resmi datang langsung dari Laksamana Tertinggi Kerajaan. Surat bersegel itu menyatakan bahwa Komandan Rayan Elvard akan menikahi Liora Avanira dalam waktu tiga minggu atas dasar "perintah kehormatan kerajaan."
Semuanya terasa seperti jebakan yang tak bisa dihindari.
Hari pertunangan tiba lebih cepat dari yang Liora harapkan. Istana Elvard penuh dengan tamu undangan, bangsawan, dan pejabat militer. Ia mengenakan gaun berwarna perak pucat-pilihan Lady Mirena-sementara di sisi lain ruangan, Rayan berdiri tegak dengan seragam hitam dan jubah panjang.
Tatapannya mengawasi setiap gerak Liora.
Saat upacara dimulai, Liora merasakan jemarinya bergetar. Rayan menggenggam tangannya, keras tapi hangat.
"Jangan takut," katanya pelan, nyaris seperti bisikan.
"Aku tidak takut," jawab Liora, meski jantungnya berdetak kencang.
"Bagus. Karena kau tidak akan punya kesempatan untuk lari setelah ini."
Kata-kata itu terdengar seperti ancaman, tapi di mata Rayan ada sesuatu-bukan cinta, bukan kelembutan-melainkan sesuatu yang lebih dalam, lebih berbahaya: obsesi.
Beberapa hari setelah pertunangan, Liora mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Ia mendengar bisik-bisik di antara para pelayan istana Elvard. Tentang misi rahasia yang hanya diketahui oleh kalangan militer tertentu. Tentang alasan mengapa Komandan Rayan, yang terkenal membenci pernikahan, tiba-tiba memilih seorang wanita biasa sepertinya.
Malam itu, saat ia berjalan di taman belakang istana, Rayan datang menghampirinya tanpa suara.
"Kau tidak tidur?"
"Aku tidak bisa," jawab Liora, tanpa menoleh. "Banyak hal yang kupikirkan."
"Seperti alasan kenapa aku memilihmu?" tanya Rayan.
Liora menatapnya. "Apakah aku boleh tahu alasannya?"
"Tidak sekarang."
"Jadi memang ada sesuatu yang kau sembunyikan."
Rayan menatapnya lama, lalu mendekat. "Setiap orang menyembunyikan sesuatu, Liora. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menjadi korban dari rahasiaku."
Ia mengangkat tangan, menyentuh dagu Liora perlahan.
"Aku tahu kau membenciku," katanya lirih. "Tapi aku berjanji, suatu hari nanti, kau akan mengerti kenapa aku melakukan ini."
"Dan jika aku tidak pernah mengerti?"
Rayan tersenyum tipis. "Maka aku akan membuatmu mengerti... dengan caraku."
Malam itu, Liora bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat bayangan hitam di koridor istana, seseorang dengan jubah panjang dan wajah tertutup topeng logam. Orang itu menatapnya sambil berbisik, "Kau seharusnya tidak ada di sini, Liora Avanira. Seharusnya kau sudah mati tiga belas tahun lalu."
Ia terbangun dengan napas tersengal, keringat dingin membasahi tengkuk.
Apakah itu hanya mimpi? Atau... bagian dari masa lalunya yang hilang?
Seminggu menjelang pernikahan, Liora mendengar kabar bahwa seorang perwira kerajaan ditemukan tewas di pelabuhan utara. Di saku jasnya ditemukan dokumen bersegel Elvard-dokumen yang seharusnya hanya bisa diakses oleh Rayan dan Laksamana Tertinggi.
Rayan tidak menjelaskan apa pun ketika Liora menanyakannya. Ia hanya berkata,
"Jangan percaya siapa pun di istana ini, bahkan aku."
Kata-kata itu membuat bulu kuduk Liora berdiri.
"Kenapa kau berkata begitu?"
"Karena ada yang ingin kau mati sebelum pernikahan berlangsung."
Hari pernikahan datang dengan langit kelam. Hujan turun perlahan, seakan ikut merestui tragedi yang akan terjadi. Liora mengenakan gaun putih sederhana, tapi wajahnya pucat. Di altar batu di aula besar, Rayan berdiri menunggunya.
Upacara berlangsung cepat. Saat kalung lambang keluarga Elvard dikalungkan di lehernya, Liora menatap mata Rayan-dingin, tapi menyimpan sesuatu yang aneh.
"Aku tidak tahu kenapa aku di sini," bisiknya.
"Karena aku yang memintamu," jawab Rayan datar.
"Dan apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
"Aku akan melindungimu," katanya singkat. "Meskipun kau membenciku."
Ketika ciuman ritual dilakukan, sorak para tamu menggema. Tapi bagi Liora, dunia terasa menutup. Ia kini terikat dengan pria yang bahkan tidak dikenalnya.
Dan di antara tepuk tangan itu, jauh di balik balkon istana, seseorang menatapnya dengan teropong panjang-seseorang yang tersenyum dingin sambil berbisik,
"Permainan baru saja dimulai, Liora Avanira."
Malam pertama mereka bukan malam penuh kasih seperti yang diharapkan banyak orang. Rayan hanya duduk di tepi ranjang, membuka sarung tangannya perlahan.
"Tidurlah," katanya singkat.
Liora berdiri di dekat jendela. "Kau menikahiku tanpa cinta. Untuk apa semua ini?"
Rayan menatapnya lama. "Untuk sebuah kebenaran."
"Kebenaran apa?"
"Kau akan tahu nanti."
Ia berdiri, berjalan mendekat. Tatapan matanya menusuk, tapi bukan dengan nafsu-melainkan dengan semacam kepemilikan yang tak bisa dijelaskan. Ia mengangkat tangan, menyentuh wajah Liora lembut, lalu berbisik,
"Mulai malam ini, dunia akan tahu bahwa Liora Avanira adalah milik Rayan Elvard. Dan siapa pun yang berani menyentuhmu... akan mati."
Liora menatapnya tak percaya. "Kau gila."
Rayan tersenyum samar. "Mungkin."
Beberapa hari setelah pernikahan, Liora mulai memerhatikan perubahan di sekitarnya. Ia selalu merasa diikuti. Surat-surat yang dikirim ke rumah keluarganya tak pernah sampai. Dan setiap kali ia mencoba keluar istana, Rayan selalu muncul entah dari mana untuk menghentikannya.
"Apakah aku tahananmu?" tanyanya suatu malam dengan nada dingin.
"Tidak," jawab Rayan tanpa menoleh. "Kau hanya berada di tempat yang aman."
"Dari siapa?!"
"Dari orang-orang yang ingin melihatmu mati."
Liora menatapnya tajam. "Dan kau yakin bukan salah satunya?"
Rayan menoleh, senyumnya tipis tapi matanya berkilat. "Jika aku ingin kau mati, Liora, aku tidak akan repot melindungimu."
Kata-kata itu menggantung lama di udara.
Di luar, petir menyambar. Dan Liora tahu-ini baru awal dari sesuatu yang jauh lebih gelap daripada sekadar pernikahan tanpa cinta.
Karena jauh di dalam istana, di balik pintu rahasia yang dijaga ketat, tersimpan satu berkas tua bertuliskan:
"Proyek Liora – Subjek 07, Operasi Sayap Hitam."
Dan di bawahnya, tanda tangan jelas tertera-
Rayan Elvard.
Bab 1 rumah keluarga Avanira
28/10/2025
Bab 2 bukan miliknya sendiri
28/10/2025
Bab 3 menjadi rumah barunya
28/10/2025
Bab 4 berhasil ia bongkar
28/10/2025
Bab 5 Apakah kau yakin kita siap menghadapi dia
28/10/2025
Bab 6 tengah ruangan
28/10/2025
Bab 7 kesehatannya
28/10/2025
Bab 8 menampilkan nama yang tak asing
28/10/2025
Bab 9 kembali setelah badai panjang
28/10/2025
Bab 10 temukan sore tadi
28/10/2025
Bab 11 bahkan dirinya sendiri tak mengerti
28/10/2025
Bab 12 memeluk tubuhnya sendiri
28/10/2025
Bab 13 rahasia yang baru saja terkuak
28/10/2025
Bab 14 aroma asin yang kuat
28/10/2025
Bab 15 ada satu jalan masuk
28/10/2025
Bab 16 gedung yang menjadi sarang
28/10/2025
Bab 17 menakutkan
28/10/2025
Bab 18 mudah dihapus
28/10/2025
Bab 19 merencanakan
28/10/2025
Bab 20 berputar lebih cepat
28/10/2025
Bab 21 iora tahu satu kesalahan kecil
28/10/2025
Bab 22 perasaannya
28/10/2025
Bab 23 perlindungan biasa
28/10/2025
Bab 24 berada tepat di depan
28/10/2025
Bab 25 tidak hanya obsesi
28/10/2025
Bab 26 bagaimana kalian menghadapi risiko
28/10/2025
Bab 27 aku akan menghadapi sisi tergelapku
28/10/2025
Buku lain oleh Mizatil Haya
Selebihnya