Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Di tengah dentuman musik yang keras, 3 orang lelaki sedang menyesap segelas minuman berwarna hitam dengan rasa yang begitu pekat. Mereka tampak mengobrol sembari sesekali menyulangkan gelas masing-masing.
“Benar-benar hebat lo, Bro. Memang pantas lo dapat julukan sang penakluk wanita andal. Hanya dalam waktu 7 hari saja, lo sudah berhasil mendapatkan Vania, Siska, dan Leoli.” Pemuda yang bernama Kevin itu sangat salut dengan kemampuan Rafka.
Padahal, sudah jelas-jelas Rafka terkenal sebagai playboy yang suka memainkan hati wanita, tetapi masih saja ada wanita yang mau dijadikan pacar oleh temannya itu.
“Kayaknya pesona lo memang enggak bisa terbantahkan, Raf. Sejauh ini, gue sama Kevin jadi enggak ada kesempatan untuk menang taruhan yang kita buat sama lo.” Tyo mendesah pasrah, ketika ia harus kehilangan jam tangan seharga 1000 dolarnya, yang ia jadikan jaminan jika Rafka menang taruhan yang mereka sepakati bersama.
Sebenarnya, tak masalah jika ia harus memberikan segala hartanya untuk memasang taruhan dengan teman-temannya.
Toh, bagi anak orang kaya seperti Rafka, Kevin, dan Tyo, kehilangan barang-barang berharga milik mereka tak memiliki arti apa-apa.
Namun, bagi mereka yang penting adalah bisa memenangkan pertaruhan ego dan harga diri karena ingin terlihat lebih hebat daripada yang lain.
“Jadi, lo berdua memutuskan menyerah dan enggak mau pasang taruhan lagi sama gue! It’s okay, Bro, karena artinya lo berdua mengakui pesona gue sebagai player tangguh yang enggak terkalahkan!” pungkas Rafka menyembulkan senyum kemenangan, tetapi di mata Kevin dan Tyo malah seperti seringai menghinakan.
Tak terima dianggap gampang menyerah seperti itu, membuat Tyo dengan lantang menyanggah, “Siapa bilang kita bakal menyerah begitu saja, Bro. Lagian harta Bokap gue masih banyak, jadi gue enggak akan berhenti kasih taruhan ke lo, sampai gue dan Kevin bisa menang dari lo, Raf.”
“Sama kayak Tyo, gue juga enggak bakal menyerah, Raf. Dari banyaknya cewek di kota ini, gue percaya, pasti ada satu atau beberapa cewek yang enggak mempan sama pesona lo. Kalau gue bisa menemukan cewek yang seperti itu, gue yakin 100% kalau lo bakal kalah taruhan dari kita berdua!” timpal Kevin dengan senyum percaya diri.
“Chill, Guys. Lo berdua enggak perlu terlalu memaksakan diri, karena gue yakin enggak akan semuda itu menemukan cewek yang enggak jatuh sama pesona gue. Sekarang, buat membukitnya, lo boleh tunjuk cewek mana pun yang di sini buat jadi bahan taruhan kita kayak biasa!” tantang Rafka.
Ia ingin memperlihatkan kepada kedua teman-temannya itu, bahwa tak semudah itu untuk menjatuhkan daya tarik yang ia miliki sebagai seorang pria yang digandrungi oleh para wanita.
Kevin dan Tyo saling bertatapan sejenak ketika Rafka jelas-jelas menantang mereka untuk memberikan taruhan.
Masak-masak mereka saling berdiskusi. Mata mereka pun tampak sibuk melirik ke sana kemari, demi mencari mangsa yang sekiranya sulit ditaklukkan oleh Rafka.
“Karena besok kita ada kuliah pagi, jadi tantangan kali ini enggak bakal serumit biasanya. Kali ini, lo cukup buat cewek baju hitam di sana mau ciuman sama lo!” tunjuk Tyo ke arah wanita berbaju hitam yang terlihat menghela nafas berkali-kali,, sambil tak berhenti menyesap minuman yang ada di tangan wanita itu.
“So easy, Guys. Tumben tantangan dari lo berdua easy banget. Malam ini, duit lo berdua makin menipis?! Makanya kasih tantangan gue semudah ini, biar lo berdua bisa pasang taruhan sedikit,” ledek Rafka dengan senyum miringnya.
Ditaruhnya salah satu kredit dari dompetnya di atas meja.“Ini jaminan yang gue pasang kalau seandainya kali ini gue kalah dari kalian. Meskipun, kayaknya kemungkinannya kecil banget,” imbuh Rafka yang sangat yakin bahwa kartu kredit ini akan kembali kepadanya.
“Cuma itu doang ternyata jaminan lo, Raf. Nih, gue kasih yang lebih dari lo, supaya lo tahu kalau uang gue masih ada banyak. Lagian, harta Bokap gue masih segunung, jadi gue yakin gak akan jatuh miskin cuma buat pasang taruhan begini!” Tak terima diremehkan oleh Rafka, Tyo mengeluarkan satu kunci motor seharga ratusan juta dari koleksi motor milik keluarganya.
Sementara itu, Kevin langsung menyerahkan jam mahal, sepatu eksklusif, dan jaket kulit keluaran ternama miliknya.
"Gue sama Tyo, kasih tantangan yang enggak seberapa susah buat lo malam ini karena besok ada mata kuliah Bu Sarah. Lo tahu ‘kan seberapa sanggarnya bu Sarah?! Gue cuma enggak mau diomeli Bokap Nyokap gue, gara-gara bu Sarah kasih gue nilai kecil, cuma karena bolos atau terlambat di mata kuliahnya besok.”
Wajah Rafka terlihat mengerenyot ketika temannya itu ternyata takut pada dosen baru mereka yang terkenal tegas, berhati dingin, dan misterius itu.
Namun, karena yang dibicarakan oleh Kevin ada benarnya juga, maka Rafka tak ingin mendebat apa pun lagi. Ia memilih untuk Iangsung bergegas menjalani tantangannya.
Dengan langkah gesit, Rafka berjalan mendekati meja bar yang tak jauh dari tempatnya duduk. Bagi Rafka, kalau hanya mendapatkan taruhan begini, ia bisa menyelesaikannya dalam hitungan jam. Bahkan, dalam hitungan menit pun sebenarnya ia dapat melakukannya.
“Permisi, boleh aku duduk di sini?” tanya Rafka basa-basi sambil menarik kursi tepat di samping wanita itu.
“Kurasa Bar ini bukan milikku, jadi kau tak perlu meminta izinku. Kau bebas ingin duduk di mana pun kau mau!” sahut wanita yang tampaknya berusia 30 tahunan itu dengan tatapan tajam tanpa minat.
Rafka yang melihat sekilas wajah wanita di sampingnya, bisa tahu kalau wanita itu lebih tua darinya. Oleh karena itu, ia sengaja tak menggunakan bahasa gaul untuk berbicara dengan wanita itu.
Baginya, untuk menghadapi wanita yang umurnya lebih tua, akan lebih mempan jika ia menggunakan bahasa yang jauh lebih formal.
“Melihat dirimu yang tak berhenti minum dan beberapa kali menghela nafas putus asa, sepertinya aku tahu kalau kau sedang memiliki beban pikiran. Mau aku rekomendasikan minuman alkohol yang bisa membuatmu lebih tenang dan sejenak bisa membuatmu lupa akan masalahmu?”
Meskipun, belum mendapatkan jawab atas tawarannya kepada wanita itu, Rafka langsung memesan 2 gelas wine khusus yang sering ia pesan di bar ini ketika pikirannya sedang kacau.
“Dengar! Aku bukanlah tipe wanita yang bisa tergoda oleh minuman alkohol yang diberikan oleh orang asing sepertimu! Kalau kau datang kemari ingin mencoba merayuku agar mau tidur bersamamu, lebih baik kau enyah dari hadapanku!” damprat wanita itu memberikan tatapan menusuk kepada Rafka.
Mendapatkan respons seperti itu, Rafka tampak tak gentar. “Tenanglah. Aku kemari bukan ingin mengajakmu berbuat tak senonoh seperti itu. Hanya saja, aku tak tega membiarkan wanita yang terlihat sedang penuh tekanan sepertimu, duduk termenung sendirian. Aku hanya ingin membantu membuat perasaanmu lebih tenang, Nona. Setelah kau tenang, aku janji akan pergi dan membiarkanmu duduk tanpa ada gangguan lagi.”
“Hah?! Anak muda sepertimu ingin mencoba menenangkanku! Lebih baik tak usah, karena aku tak lagi percaya pada siapa pun di dunia ini! Sudahlah, sana pergi dan jangan ganggu aku lagi!” sungut wanita itu mengibas-ngibaskan tangannya di udara, seolah mengisyaratkan ia ingin Rafka pergi dari hadapannya.
Seolah tak bergeming, Rafka tetap duduk di samping sana. Bukannya kesal karena di usir, Rafka malah memasang senyum andalannya kepada wanita di sampingnya ini. Sambil dalam otaknya, ia memikirkan siasat supaya wanita ini pada akhirnya luluh dan mau berbicara baik-baik padanya.
Merasa sebal melihat Rafka yang masih bisa-bisanya tersenyum meski telah ia usir secara terang-terangan, membuat wanita bernama Maya itu langsung beranjak ingin pergi dari Bar.
Ia rasanya ingin segera menjauh dari hadapan lelaki yang tak ia kenal, tetapi mencoba sok dekat dengan dirinya. “Bebal sekali! Sudahlah, Kalau memang kau tak mau pergi, biar aku saja yang pergi!”
Kevin dan Tyo yang sedari tadi terus memperhatikan Rafka, tampak cekikan ketika melihat wanita yang sedang Rafka dekati itu tampak memasang wajah kesal kepada Rafka.
Sepertinya wanita itu berniat meninggalkan Rafka. Melihat betapa sang wanita tak nyaman dengan kehadiran Rafka, membuat mereka yakin Rafka tidak akan berhasil kali ini.