Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pelangi Senja
5.0
Komentar
377
Penayangan
5
Bab

Pelangi Senja (Senja), adalah wanita muda yang harus menerima kenyataan hendak diceraikan oleh suaminya setelah dua tahun pernikahan. Satriadi Narajendra (Tria), adalah seorang Perwira Polisi yang baru saja mengalami patah hati oleh karena sebuah pengkhianatan. Senja dan Tria, adalah sepasang manusia dengan latar belakang kehidupan yang sangat jauh berbeda, namun sama-sama pernah dikecewakan oleh cinta. Mampukan keduanya kembali bangkit dan bersama menyembuhkan luka ...?

Bab 1 Pertemuan pertama

"Ini sudah masuk kategori penganiayaan berat. Jika kasus ini diteruskan, maka suami ibu bisa kena pasal ..."

"Saya tidak berniat meneruskan. Saya hanya ingin pulang."

"Apaa ...?"

"Bapak tidak dengar? Saya hanya ingin pulang."

"Tapi, Bu ..."

"Mohon dipahami, Pak. Apapun itu, saya akan tetap pada pendirian saya untuk tidak mengumbar aib rumah tangga saya, dan atas nama para tetangga, saya juga minta maaf karena telah menyusahkan pihak polisi. Bapak tidak perlu repot-repot mengurusi urusan rumah tangga saya, dan saya juga memohon agar suami saya dilepaskan saja, tidak perlu diperpanjang persoalannya, apalagi sampai ditahan seperti ini ..."

Mendengar kalimat yang begitu panjang lebar tersebut, Tria yang awalnya hanya berjalan melewati ruang SPK alias Sentra Pelayanan Kepolisian yang harus dilewati terlebih dahulu karena letak ruangannya yang memang paling depan sontak mengurungkan langkah.

Pembicaraan yang sedang terjadi didalam ruangan tersebut mau tak mau sukses mencuri perhatian Tria, sehingga tanpa sadar ia telah berdiri tegak di depan pintu ruang SPK sambil diam-diam menyimak dan mengawasi pembicaraan yang sedang berlangsung alot antara seorang anggotanya, dengan seorang wanita yang terlihat mengenakan outfit gamis biru tua, lengkap dengan hijab berwarna nyaris senada, sementara wajah wanita itu memang tidak begitu jelas terlihat karena posisi duduknya yang agak menyamping jika dilihat dari pintu, tempat Tria berdiri saat ini.

Namun meskipun demikian alis Tria sontak berkerut nyata, begitu sadar bahwa sekalipun melihatnya dari samping, Tria bahkan bisa menyadari kondisi wajah wanita itu yang penuh lebam.

Dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga refleks menyeruak di otak Tria, karena kondisi seperti itu sudah begitu sering ia lihat terjadi pada kaum wanita pada umumnya, yang entah kenapa begitu bodohnya sehingga bisa salah memilih teman hidup mereka, tanpa mempelajari terlebih dahulu latar belakang sifat calon pasangan hidupnya kelak.

'Apakah cinta se-dungu itu ...?'

Aneh ...!

Bagaimana mungkin ada begitu banyak wanita yang harus terjebak dalam hubungan toxic yang mengerikan.

Lagipula Tria juga tak habis pikir, bagaimana bisa seorang laki-laki mampu melakukan hal setega itu kepada wanita yang notabene merupakan istrinya sendiri?

Istri yang telah ia pilih untuk menemani hidupnya, dan seharusnya menjadi ratu dihatinya.

Laki-laki seperti itu pastilah bukan laki-laki sejati, karena hanya laki-laki pengecut yang mampu memukul seorang wanita yang sudah jelas-jelas bukanlah lawan tandingnya yang sepadan.

"Maaf jika saya lancang, Bu, tapi yang ibu alami saat ini sangat ..."

"Sedari awal sudah saya tegaskan bahwa saya tidak ingin mempermasalahkan apapun, apalagi jika harus repot-repot berurusan dengan polisi."

"Iya, Bu, saya mengerti. Tapi masalahnya ..."

"Pak Polisi, harus berapa kali saya katakan bahwa ini masalah intern rumah tangga, sudah seharusnya tidak boleh dicampuri oleh pihak manapun. Dosa besar jika saya membiarkan aib rumah tangga saya di konsumsi dan menjadi urusan orang luar ..."

Wanita berhijab dengan wajah lebam itu terlihat menatap polisi muda dihadapannya dengan tatapan lurus, tanpa sedikitpun senyuman.

Sementara itu, menerima sikap dingin disertai kalimat acuh wanita dihadapannya, Beno, si polisi muda seolah nge-lag untuk beberapa saat lamanya.

Sudah pasti pemikiran Beno tak jauh berbeda dengan Tria, yakni menyayangkan sikap lembek yang diambil si wanita, yang menolak mentah-mentah untuk memberikan efek jera kepada sang suami bejat yang ringan tangan!

"Ada apa, Ben?" tanya Tria seolah sengaja mengurai ketegangan sambil melangkahkan kakinya kedalam ruangan.

Pada akhirnya Tria memutuskan untuk membuka suara guna memecah keheningan yang terasa kaku, begitu mendapati wajah Beno yang masih betah bengong di kursinya sendiri.

Tak menyangka dengan kehadiran Tria, Beno tersentak bangkit dari duduknya, menyadari siapa gerangan sosok tegap yang datang menyapa.

"Oh, begini, Ndan ... Ibu ini ..."

"Pak Komandan, sebenarnya tidak ada masalah serius, karena yang terjadi hanya persoalan intern rumah tangga biasa antara saya dan suami saya. Saya bahkan sudah menegaskan berkali-kali bahwa saya tidak apa-apa. Hal seperti ini lumrah terjadi pada pasangan suami istri saat berselisih paham. Hanya saja, para tetangga selalu merasa khawatir berlebihan, sehingga saya pun berkali-kali kembali ke tempat ini untuk dimintai keterangan ini itu seperti biasanya, setiap kali kami cek-cok ..."

Bukan Beno yang menjawab pertanyaan Tria dengan panjang lebar, melainkan wanita itu.

Nada suaranya bahkan jelas terkesan sedikit kesal, padahal dengan begitu banyaknya bagian wajahnya yang membiru itulah yang pastinya telah menguatkan tekad para tetangga untuk berinisiatif melaporkan kejadian penganiayaan suaminya kepada pihak yang berwajib.

Semua itu jelas-jelas merupakan bentuk kepedulian orang lain kepada dirinya, namun sayangnya wanita itu justru tidak bisa melihat niat baik orang lain terhadapnya, juga tidak tau menyayangi dirinya sendiri.

"Pak polisi, laporannya kan sudah dicabut. Bisa tidak saya pulang sekarang?"

Mendengar permintaan yang entah untuk yang kesekian kalinya itu, kini Beno terlihat menatap Tria ragu seolah meminta pertimbangan.

Helaan napas berat Tria terdengar berat sebelum akhirnya mengangkat alisnya sedikit, menandakan agar saat ini Beno ikut saja dengan kemauan wanita keras kepala itu.

"Sejujurnya kami sangat berharap, bahwa setidaknya ibu mau memberikan sedikit saja efek jera agar suami ibu tidak lagi melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga, namun apa boleh buat kalau ibu justru tidak sepemikiran ..."

"Maafkan saya, Pak, tapi sungguh, terlepas dari keinginan saya untuk tidak mengumbar aib rumah tangga, saat ini saya juga merasa sedang tidak enak badan. Rasanya terlalu lelah jika harus menjalani semua ini lebih lama. Jauh didalam lubuk hati, saya juga berharap suami saya mau berubah menjadi lebih baik, tapi sekali lagi maaf, Pak, karena saya lebih memilih jalur langit untuk memperjuangkan semua keinginan saya ..."

Tria tercenung mendengar lirih kalimat Senja, Beno pun demikian.

"Yah ... Baiklah kalau begitu. Sepertinya ibu memang perlu banyak beristirahat ..." jawab Tria masih dengan berat hati, namun tak bisa dipungkiri jika ia juga iba mendapati wajah pucat Senja.

"Terima kasih, Pak."

Mendengar persetujuan tersebut, wanita itu pun terlihat langsung bangkit dari duduknya.

"Mari, Pak ..."

"Iya, Bu, silahkan ..."

"Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsalam ..."

Salam tersebut telah dijawab Beno dan Tria dengan berbarengan, dan wanita itu pun langsung meninggalkan ruang SPK tanpa membuang waktu lebih lama.

"Padahal semua orang sangat bersimpati, tapi sikap dia malah keras kepala begitu ..."

Suara lirih penuh penyesalan milik Beno terdengar menyeruak keheningan.

"Ben, itu siapa sih?" usut Tria yang tak lagi mampu menepis rasa penasarannya lebih lama, sembari menatap Beno lewat sepasang mata elangnya.

"Pelangi Senja ..."

...

To be continued.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku