Senja Berkawan Derita

Senja Berkawan Derita

Pendar Sendu

5.0
Komentar
4
Penayangan
29
Bab

Senja Kumala, anak kecil malang yang lahir dari seorang wanita yang tak menginginkannya. Ia lahir karena hasil pemerkosaan. Ibunya sangat benci dirinya, ia kerap mendapatkan siksa lahir batin. Bahkan hingga ia dewasa dan menikah, penderitaan Senja belum berakhir. Wanita malang itu hanya dijadikan istri kedua dan mesin pembuat anak untuk sang suami. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan sosok pria yang masuk ke dalam lembah hitam. Sosok pria yang tidak percaya dengan adanya cinta dan kasih sayang. Namun semua berubah ketika pria itu kenal dekat dengan Senja. Hingga lambat laun benih-benih cinta itu hadir dihati mereka. Namun, lagi-lagi ada sebuah kenyataan besar yang menampar mereka. Kenyataan apakah itu? Mampukah mereka bersatu dengan kenyataan yang sebenarnya menghancurkan keduanya?

Bab 1 Malam Kelam

"Senja! Sini kamu, buruan!" Manda berteriak memanggil sang anak.

Anak yang baru berusia sepuluh tahun itu datang dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya nampak pucat dan keringat besar-besar membasahi dahinya.

"Bisa nyuci, nggak? Baju masih kotor begini, cuci ulang sampai bersih! Jangan istirahat kalau kerjaan belum kelar. Ngebesarin kamu nggak gratis, ya!" sentak Manda kasar.

"Ini sudah sore, Bu. Biarkan aku mencucinya besok, aku janji akan mencucinya sampai bersih." Senja berkata dengan melas dan memohon.

Manda tak suka mendengar penolakan dari anaknya itu. Tanpa pikir panjang lagi, Manda menggeret Senja dengan kasar. Ia tak menghiraukan rengekan dari bocah malang yang ia lahirkan sepuluh tahun yang lalu.

"Malam ini kamu tidur di sini." Manda mengambil kunci yang tergantung di pintu kamar mandi. Dengan tanpa perasaan ia mengunci Senja dari luar lalu meninggalkannya begitu saja.

Sudah menjadi hal biasa bagi Senja mendapatkan perlakuan seperti ini dari Ibu kandungnya sendiri. Di pukul, dikunci di kamar mandi atau gudang, di siram, ditendang dan perlakuan kasar lainnya adalah makanan pokok bagi Senja.

Sudah biasa bukan berarti Senja kuat, ia selalu menangis diheningnya malam. Pertanyaan yang timbul dalam kepalanya tak pernah mendapatkan jawaban.

"Nek, kenapa Ibu selalu menyiksaku dengan pukulan dan tendangan? Kenapa Ibu nggak pernah sayang aku, Nek? Kenapa Ibu selalu bilang kalau gara-gara aku masa depan Ibu rusak dan hancur? Memang aku melakukan apa? Ayah ke mana, Nek? Aku selalu dikatai anak haram sama teman sekolah dan tetangga kita. Apa aku anak haram, Nek?" Entah sudah ke berapa Senja mengajukan pertanyaan itu pada Neneknya.

"Senja bukan anak haram, Senja punya Ayah. Nanti kelak jika kamu dewasa, Nenek akan cerita semuanya. Untuk sekarang kamu tidak akan mengerti, Nak. Maafkan, Ibumu. Dia sebenarnya baik, hanya saja dia memang sering marah-marah. Yang penting ada Nenek dan Pakde yang sayang sama kamu. Senja nggak boleh mikir yang nggak-nggak, ya. Fokus saja sama sekolah, biar Senja jadi orang sukses nantinya."

Ambigu. Selalu jawaban ambigu yang Bu Patmi lontarkan. Selalu saja mengalihkan pembicaraan saat Senja menanyakan perihal Ibunya. Begitupun dengan Aldi, anak sulung bu Patmi. Seakan kompak dengan Ibunya, ia pun selalu mengalihkan topik jika Senja bertanya tentang Ibunya.

"Ibu, Nenek, Pakde, di sini dingin, aku mohon jangan kunci aku di sini. Nenek, Pakde tolong buka pintunya aku kedinginan," ujar Senja lemas.

Bagaimana tidak? Saat ini anak kecil itu sedang demam, sejak sepulang sekolah sudah disuruh untuk melakukan pekerjaan rumah oleh ibunya sendiri, Manda.

Ya, wanita berusia tiga puluh tahun itu sangat membenci anaknya. Tak ada rasa kasihan atau kasih sayang yang ia tuangkan pada sang anak. Yang ada hanyalah rasa benci dan amarah tiap kali Manda bersitatap dengan anak kecil itu.

Sebelas tahun yang lalu. Kejadian naas menimpa Manda. Di mana ia harus mengalami peristiwa yang membuatnya sempat trauma dan dihujat oleh warga sekitar.

Manda yang pulang malam karena harus mengerjakan tugas kuliahnya harus kehilangan mahkotanya di usia muda. Ia di perkosa oleh orang yang yang tak ia kenal.

"Tolong jangan! Jangan ku mohon lepaskan aku!" pinta Manda dengan memelas serta isakan.

Manda tak bisa berbuat apa-apa, kaki dan tangannya diikat oleh pemuda itu. Jangankan untuk melawan atau memberikan pukulan, untuk menggerakkan tubuhnya saja ia kesulitan.

"Maafkan aku Manda, aku harus melakukannya. Aku tidak punya pilihan lain," ucap pemuda itu.

"Aku tidak mengenalmu, ku mohon lepaskan aku. Kenapa kamu mau melakukan ini? Kenapa harus aku? Lepaskan aku!" Manda masih meronta-ronta ingin di lepaskan.

"Aku adalah laki-laki yang mengagumimu dalam diam. Aku tidak ingin kamu dimiliki siapapun, jadi aku harus melakukan ini untuk megikatmu. Tenanglah, aku akan tanggung jawab jika kamu terjadi apa-apa."

Entah siapa pemuda yang mengaku bahwa ia mengagumi Manda itu. Manda tak mengenalnya, namun begitu tega membuat masa depan Manda berantakan.

Entah berapa kali Manda di setubuhi oleh pemuda yang sebenarnya memiliki paras tampan itu. Tanpa ampun ia terus membuat Manda merintih menahan sakit dan hingga akhirnya ia tak sadarkan diri.

Pemuda itu bergegas pergi begitu Manda tak sadar. Ia memberikan kecupan di seluruh wajah gadis itu, lalu bergegas meninggalkannya. Ia meninggalkan Manda bersama dengan sebuah buku novel yang bersampul biru langit. Ketika Senja Menyapa, itulah yang tertulis di sampul buku tersebut.

"Aku mohon simpanlah buku ini dengan baik. Ini adalah buku yang aku tulis untukmu, hanya ada satu di muka bumi ini. Jadikan bekal untuk mencariku nanti. Aku harus pergi dalam waktu yang lama. Aku akan kembali begitu kita sudah dewasa, aku berjanji akan kembali untukmu Manda. Aku berjanji aku akan menikahimu nantinya." Sekali lagi pemuda itu mendaratkan kecupan di kening Manda lalu benar-benar pergi dari sana.

Sejak saat itulah kehidupan dan masa depan Manda hancur. Ia nyaris bunuh diri begitu tahu ia hamil anak dari pemuda yang bahkan tak ia kenal.

Untunglah Manda punya Ibu dan Kakak yang selalu ada di belakangnya untuk mensupport dirinya. Di saat semua orang menghujat, menghina, mengucilkan Manda, Ibu dan Kakaknya selalu ada dan merangkul Manda dengan erat.

"Siapa yang melakukan ini, Manda? Katakan siapa orangnya?" desak Aldi selaku Kakak kandung Manda. Kakak satu-satunya yang ia punya.

"Aku nggak kenal, Kak. Aku nggak tahu dia siapa. Dia hanya meninggalkan ini." Manda menyodorkan sebuah novel yang ia temukan di samping kepalanya.

Berbekal alamat rumah yang ada di buku novel itu, mereka bertiga mendatangi alamat rumah si pemilik buku. Mereka menerjang hujan badai yang sedang deras-derasnya. Hujan deras yang dengan jahatnya menyerang tubuh mereka tanpa ampun.

Namun, nampaknya semesta lagi-lagi tak berpihak pada mereka. Si pemilik rumah menjual rumahnya pada orang lain dan mereka pindah ke luar negeri. Hancur dan pupus sudah harapan mereka untuk meminta tanggung jawab dari pemuda itu.

Hidup Manda tak lagi ada gairah, hari-harinya ia hiasi dengan amarah dan kemurkaan pada pemuda itu. Ia lampiaskan semuanya ke anak yang ada dalam kandungannya. Berbagai cara ia lakukan agar anak yang dalam kandungannya luruh, namun apa pun yang ia lakukan hanya membuatnya lelah saja tanpa ada hasilnya. Janin yang di kandungannya terlalu kuat untuk dilenyapkan.

Hingga akhirnya lahirlah Senja Kumala. Nama indah itu tentu saja bukan Manda yang memberikan, namun sang Nenek, Bu Patmi. Beliau mengambil nama Senja dari judul buku novel yang pemuda itu tinggalkan, sedangkan Kumala nama salah satu tokoh yang ada di buku tersebut.

Namun, kehidupan Senja tak seindah namanya. Manda sama sekali tak ingin menyentuh bayinya, jangankan menyentuh, melihat saja ia tak mau. Berkali-kali Manda berusaha membuang dan melenyapkan anaknya itu, namun usahanya selalu gagal. Semesta menginginkan Senja Kumala hidup di dunia.

"Tolong, Ibu tolong keluarkan aku. Aku sangat kedinginan, aku mohon Ibu." teriak Senja yang semakin melemah. Ia terduduk di balik pintu yang terkunci. Menekuk kedua lututnya dan memeluknya dengan erat. Sungguh ia kedinginan di dalam kamar mandi dengan keadaan demam.

Tak berselang lama, terdengar teriakan dari bu Patmi. Wanita tua itu mencari keberadaan Senja namun tak ada sahutan.

"Nek, aku di kamar mandi, Nek. Tolong aku di kunci dari luar." Senja menggedor-gedor pintu kamar mandi dengan tenaga yang tersisa.

"Astaghfirullah, Senja. Bagaimana bisa kamu di dalam sana, Nak? Kuncinya mana?" Bu Patmi berusaha membuka pintu namun tak kunjung terbuka.

"Kuncinya dibawa Ibu, Nek."

"Tapi Ibumu sedang tidak ada di rumah, Nak. Sebentar Ibu panggil Pakde dulu, ya."

Bu Patmi segera berlari ke rumah anak sulungnya yang hanya terpisah oleh jalan saja. Dengan tergesa-gesa wanita tua itu menyuruh anaknya untuk mendobrak pintu kamar mandi.

"Senja, jauh-jauh dari pintu!" titah Aldi bersiap akan mendobrak pintu.

Dengan sekuat tenaga yang ada, hanya perlu dua kali tendangan pintu itu terbuka.

"Senjaaaa!" teriak bu Patmi histeris.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Pendar Sendu

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku