Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mantan Gay Kaum Pelangi

Mantan Gay Kaum Pelangi

Sharah Grachova

5.0
Komentar
2.9K
Penayangan
21
Bab

Ketika seorang anak kehilangan figur ayah dalam keluarganya, Leo akhirnya tersesat. Setelah mengalami kejadian tragis dalam hidupnya, ia pun mencari kasih sayang seorang ayah dari sosok orang lain, yakni orang lain yang menjerumuskannya ke dalam lembah hitam. Pengalaman traumatis yang dipendamnya membuat ia kecanduan dalam hubungan cinta terlarang. Leo melanglangbuana. Akan tetapi, siapa sangka saat hidayah datang tiba-tiba. Dengan berbekal rasa takut pada dosa, Leo pun berubah. Ia memilih jalan hijrah. Namun godaan selalu datang menghampirinya.Lalu, mampukah Leo mempertahankan keyakinannya? Bisakah ia berubah menjadi pria normal, menikah dan hidup bahagia?

Bab 1 Duel!

"Gak bisa, Leo! Kamu gak bisa memutuskan ini secara sepihak! Apa kamu lupa? Kita sudah pacaran lama. Masa kamu tega ninggalin aku?!"

Danu membelalak terkejut. Kutahu keputusan ini pasti akan berat baginya. Tetapi ini adalah pilihanku, aku pun mengangguk. Danu menggeleng.

"Enggak, Leo! Kamu jangan bercanda. Ini sama sekali gak lucu."

"Aku gak bercanda, aku mau bertaubat" tukasku segera.

"Hah? Bertaubat? Bertaubat dari apa? Maksud kamu apa?"

Danu mendengus dengan nada menghina. Tetapi aku tahu dia kecewa. Namun sekali lagi, ini sudah menjadi pilihanku. Perlahan kuberi ia pengertian.

"Danu, aku gak bisa begini terus. Usiaku sekarang sudah hampir tua. Aku harus menikah. Aku ingin punya anak."

Danu seketika gusar.

"Hah? Bisa apa kamu? Kamu 'kan gak selera sama perempuan, 'kok sekarang malah sok-sokan mau nikahin perempuan! Bukannya kita udah janji akan terus bersama sampai mati?"

"Enggak. Itu salah, Danu. Itu sebuah kesalahan. Pokoknya aku mau kita putus. Aku mau berubah, aku mau hijrah!"

"Hijrah?! Haha!"

Danu tertawa dengan nada mencemooh.

"S*alan!"

Danu mengumpat dan...

BRRAAAAK!!

"B*ngsaaaaat!"

Dia meninju loker di belakangku hingga nyaris mengenai kepalaku.

"Leoo!"

Danu berteriak. Urat di keningnya mengencang, dan aku tahu bagaimana perangai Danu saat marah.

"Langkahi dulu mayat gue! Kalo gue kalah, oke kita putus. Tapi kalo gue yang menang, gue gak akan biarin lu jadi milik orang lain!"

Dia mengancam. Sebagai lelaki, kami sama-sama penyuka seni bela diri. Dan level ilmu karate Danu lebih tinggi dariku. Dia termasuk senior.Tubuhnya juga lebih besar dan kekar. Selain senior, wajah Danu juga sangat tampan. Banyak perempuan menyukainya. Namun tidak semua orang tahu rahasia Danu. Danu sangat mencintaiku. Dan dalam urusan ranjang, Danu lemah seperti wanita, sehingga aku lah yang selalu berperan menjadi laki-lakinya.

"Elo denger gue, gak?! Kita keluar sekarang! Mumpung orang-orang udah pada pulang! Di dojo ini, kita harus duel sampe mati!"

Danu menatap bengis. Seutas ban hitam melingkar di pinggangnya. Namun, demi harga diri dan pertaubatanku, nekat kuterima tantangannya. Kuikuti dia hingga ke tengah ruangan latihan. Lalu di atas lapisan matras ini, kami telah siap, kami berdiri berhadap-hadapan. Tatapan Danu sangat tajam. Lalu ia membungkuk terlebih dulu. Namun, sebelum aku balas membungkuk, ia tiba-tiba menghambur ke arahku secepat kilat. Sebelah kakinya menebas.

"Hyaaah!"

Aku lekas menghindar, nyaris terkena serangannya. Kemudian kali ini kepalan tangannya yang maju, buru-buru kutangkis dengan tanganku.

"Hyaah!"

Arah datangnya serangan Danu tak dapat bisa ditebak. Kedua kakinya melompat-lompat sangat lincah. Tetapi aku tidak tinggal diam. Kucoba maju membuat serangan balik.

"Hyaaaah!"

Kujejakkan kakiku sekokoh mungkin, tetapi Danu berhasil menahannya.

"Hah? Tendangan apa ini?"

Danu meringis keji.

"Sayang, mending nyerah aja, deh. Lu gak bisa ngalahin gue!"

"Aarrgh!"

Aku mengerang. Dia menarik kakiku kuat-kuat. Tulangku rasanya mau patah. Lalu..

"Hyaah!"

Danu tiba-tiba memukul titik vital pada lututku. Rasanya bukan main sangat ngilu. Aku lagi-lagi mengerang. Tubuhku pun ambruk.

"Hahaha!"

Danu berjalan mengitari diriku sambil tertawa. Sementara aku hanya bisa meringkuk.

"Lu itu kenapa, sih? Bisa-bisanya minta putus? Jangan ngaco, deh!"

"Enggak! Gue gak ngaco!" sahutku. Kucoba bangkit berdiri.

"Gue, emang mau bertaubat. Gue mau insyaf!"

"Aaargh! Berisik!"

Danu meraung. Dia menatap bengis padaku. Aku tersenyum pahit.

"Terserah lu mau terima apa enggak. Yang jelas gue gak mau lagi jadi kaum pelangi! Gue mau hidup normal!"

"Oh, jadi lu ngatain gue gak normal, gitu?!"

Danu membelalak. Wajahnya kian memerah.

"Kurang ajar!" umpatnya. Dia lalu menghujaniku dengan tinju. Bunyi bag dan bug bertabur. Aku tidak sempat melawannya karena ia begitu cepat. Tinjunya menghantam perut, bahu dan leherku. Aku dipreteli tanpa ampun. Nyeri berdenyut-denyut. Dia kemudian membanting dan menindihku.

"Hhheh! Elo bilang apa tadi? Putus? Gak akan!"

Wajah Danu menghambur. Dia hendak menciumku. Lekas kulayangkan tinju. Namun dia berhasil menghalau tinjuku. Tatapannya melotot. Aku tahu ia tersinggung.

"Oh? Jadi lu nolak gue?!"

"Gue bilang gue mau taubat!"

Danu menatap nanar kepadaku. Kedua matanya mengembun. "Oh, jadi bener elo gak cinta lagi sama gue?!" tanyanya. Lantas kujawab tidak. Kemudian Danu pun berteriak.

"Leoooo, kurang ajar lo Leoooo! Lebih baik elo mati daripada elo mutusin gue!"

Danu benar-benar murka. Tampaknya dia memang berniat membunuhku. Aku lagi-lagi dihujaninya pukulan, tinju dan hantaman.

"Aarrgh!" Aku mengerang kesakitan.

Pipiku, hidungku, rahangku, keningku, dan kepalaku, sudah menjadi sasaran tinju. Berkali-kali juga ia menyasar dadaku. Perutku mual, panas dan bergejolak, aku memuntahkan darah. Tanpa ampun Danu juga menampar pipiku bolak-balik, terus menerus tanpa jeda. Kemarahan Danu hampir seperti kerasukan. Dia menghanjar pelipsku, menghajar rahangku, mungkin wajahku sudah dipenuh luka memar yang teramat biru.

Aku semakin lemas. Rasanya seperti kehilangan napas. Aku bahkan tak mampu mengerang dan menarik napas. Tangan Danu mencengkram kuat leherku.

"Elo adalah milik gue! Selamanya!"

Aku merasa pusing, penglihatanku kabur. Tubuhku benar-benar lemas. Aku tak tahu lagi bagaimana nasibku kemudian. Cengkeraman tangan Danu seakan seperti sebilah pisau yang sedang memotong urat nadiku. Sepertinya hidupku tak akan lama lagi.

"WWOOOY! MAS DANU, STOP! HENTIKAN!! APA-APA AN INI?!"

Tiba-tiba aku mendengar suara orang lain berteriak. Samar-samar aku melihat banyak orang berlarian mendekat kemudian mengelilingi kami.

"LEPASIN LEO, MAS! NANTI DIA BISA MATI!"

"DIA EMANG HARUS MATI!"

Beberapa orang menghambur ke arah Leo. Mereka menahan tangannya.

"JANGAN MAS! LEPASIN LEO MAS! LEPASIN!"

"AAARRRRGGGHHH! JANGAN GANGGU!"

"UDAH MAS! BERHENTI MAS! LEO BISA MATI!"

"AAAARGGH! JANGAN IKUT CAMPUR KALIAN SEMUA!"

"UDAH MAS, STOP! STOP! KARATE BUKAN BUAT BUNUH ORANG!"

Dengan sekuat tenaga mereka menarik Danu. Lalu beberapa orang yang lain juga menarik bahuku dari belakang.

"WOY! BURUAN PISAHIN SI LEO. TARIK DIA KE SANAAA!"

"AAARRRRGGH! LEPASIIIIIN!"

Akhirnya Danu bisa terlepas dari tubuku. Aku mendegar Danu mengerang dan berteriak. Aku masih bisa melihat seseorang menarik dan menahan tubuhnya. Sebelum aku menutup mata, Danu semakin mengamuk, dia berusaha melepaskan pegangan tangan orang-orang. Lalu aku merasakan tubuhku diseret beberapa meter, aku tak bisa melawannya. Tulang ditubuhku rasanya sudah seperti hancur lebur.

Lalu aku melihat beberapa orang mengelilingiku.

"Bang, bangun, Bang! Tahan dulu Bang, jangan dulu mati!"

"Wooy buruan angkat si Leo ke tandu! Kita ke rumah sakit sekarang!"

Mereka berteriak panik. Lama-lama aku bahkan tidak bisa lagi mendengar. Pandangan mataku semakin berkunag-kunang. Aku benar-benar telah terkapar. Tak ada tenaga, daya dan upaya. Pandanganku kemudian menggelap. Aku pasrah. Mungkin memang lebih baik jika aku menghilang dari dunia ini.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku