Mantan Gay Kaum Pelangi
inggapi rasa bersalah. Meski aku sangat menyukai Ningsih, tetapi aku masih teringat kejadian di dalam kamar itu. Aku sadar bahwa perbuatan yan
boleh buat. Ningsih terlalu indah untuk kutolak. Parasnya dan suara lemb
ak dewasa. Wajar saja jika aku bisa terpikat dengan Ningsih. Naluriku sebagai lelaki mulai tumbuh. L
rpustakaan, di sela-sela setiap jam istirahat, kami pun akan melakukannya. Kami berdua akan saling beradu pandang, kami berdua akan saling berpegangan tangan, dan
cinta
, "Sama. Aku
ini dinilai keterlaluan. Namun kami cenderung masa bodoh. Kami bahkan tak pernah menduga akan bisa berl
mi adalah hal yang wajar.
Jack dan Rose, ya?" t
Kulihat Ningsih sedang membe
an kita gak berakhir s
tkan dahi. Ah, aku tak tahu bag
abis, sih. Memangnya mereka
ian Jack harus mati. Nyesel
, y
ka gak bis
. Lalu tak lama kemudian terdengar bel masuk berbunyi
a dan Ningsih. Bayangan Ningsih selalu berhasil menembus jaringan otakku. Da
sukanya padaku di kamar itu, kami telah sepakat akan selalu pergi dan pulang sekolah bersama-sama. Dengan sepedaku, akulah yang akan mengayuh, sementara Ningsih dibonc
n mengerjakan tugas. Padahal sebenarnya kami memang hanya ingin menghabiskan waktu berdua. Namun menurut ibunya Ningsih, hubungan kami ini ternyata membawa dampak yang possitif
u hampir tidak ada yang menurun di dalam rapot. Aku berusaha keras mempertahankan prestasiku di ke
gan Pak Kades. Ningsih pernah bercerita bahwa ayahnya seseorang yang sangat sibuk. Hampir tak pernah ad
gsih memberi tahuku satu rahasia tentang kedua orang tuanya, bahwa sudah lama sekali ibu da
tak banyak hal yang bisa mereka bicarakan di meja makan. Semuanya terasa sangat canggung, dan hambar. Sampai sekarang Ningsih masih tak mengerti kenapa ayah dan ibunya jarang sekali berbincang-bincang hangat seperti para orang tua kebanyakan. K
lalu akrab. Hampir Setiap hari Ningsih hanya ditemani oleh seorang pembantu,
a kamu, aku seneng
ng bahwa ternyata ia me
au ada kamu, aku j
" Ningsih menyahut. Ia menya
telah mendengar kisahnya perasaan sayangku kian bertambah pada gadis itu. Karena ternyata, aku dan Ningsih adalah sama. Kami sama-sama kesepian, kami s
i yatim piatu,
ih beruntung dari aku,"
, y
pukuli bapak pake kayu. Se
ayu? Ko
h, bapakku
aku menuturkannya, Ningsih melihatku dengan tatapan iba. Dia
mu. Sini a