Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Jackpot Lelaki Yang Diremehkan

Jackpot Lelaki Yang Diremehkan

MegaKembar

5.0
Komentar
3
Penayangan
7
Bab

Dihina karena memiliki paras jelek, miskin, bodoh dan penyakitan, Arkana bangkit kembali untuk membalaskan dendam pada mantan kekasihnya, Felicia yang dulu meremehkannya. Dengan kemampuan unik berupa kebal terhadap rasa sakit, Arkana akan membuat hidup semua orang bagai di Neraka. Akankah Obsesi Cintanya pada Felicia akan membawa kemenangan pada rencana balas dendamnya? Atau justru menjadi boomerang?

Bab 1 Dendam Masa Lalu

Jakarta, April 2020

"Kenapa kamu menolak cintaku?"

Tidak sedikit pun Arkana melepaskan pandangan dari gerak-gerik gadis berseragam minimarket di depannya. Dia adalah Gladys, rekan kerjanya selama beberapa bulan ini.

"Apa karena aku ini jelek dan miskin? Itukah alasanmu menolakku?" tuding Arkana.

"Tidak, bukan seperti itu, Akmal," bantah Gladys gelagapan. "Aku hanya ... hm ... tidak ingin menjalin hubungan dulu."

"Hm, begitukah? Benar bukan karena alasan fisik dan status sosialku?"

Arkana menatap dalam manik mata Gladys yang sendari tadi menghindari pandangannya. Gadis itu malah tertawa terpikal-pikal.

"Hahaha, apa yang kamu katakan, Akmal? Aku itu bukan type gadis yang memandang fisik, kok," ungkap Gladys tersenyum lebar.

"Lalu kenapa kamu menolakku? Padahal aku sangat mencintaimu, Gladys."

Gladys menghela napas kesal. "Akukan sudah bilang, aku tidak mau berkomitmen dulu. Aku masih ingin mengejar karierku."

Arkana terdiam sejenak, lalu mengembuskan napas pelan. "Baiklah. Aku hargai keputusanmu. Terima kasih atas waktunya. Kuharap setelah ini kamu tidak akan pernah berubah pikiran."

"Maksudnya?" tanya Gladys kebingungan. Namun, Arkana tidak menjawabnya.

Pria dengan nama samaran Akmal itu memilih pergi meninggalkan Gladys yang masih diam di tempat, kemudian mencelanya.

"Dasar aneh! Memang siapa yang mau punya kekasih jelek sepertimu," gerutu Gladys meludah jijik. "Dasar tidak tahu diri, dibaiki sedikit malah melunjak."

Gladys yang sibuk mencerca tidak menyadari jika target yang disumpahinya tengah mengawasi dari balik bayangan.

***

Keesokan harinya ....

Seorang pria dengan stelan jas mewah berjalan memasuki minimarket. Rambut pendeknya tertata ala idol Kpopers. Dia sangat tampan, keren dan bergaya.

Hidungnya mancung, kulitnya putih dengan sorot mata tajam. Jangan lupakan ekspresi wajahnya yang dingin. Sungguh, karisma yang begitu menyilaukan.

Itu jugalah yang dirasakan oleh dua gadis yang bertugas menjaga mesin kasir. Salah satunya berbisik ria.

"Oh My God ... Itu cowok yang kita lihat Minggu lalu," ucap Devi pada teman di sebelahnya yang tak lain adalah Gladys yang juga terpesona.

"Eh, dia kesini ... dia kesini ...." Devi semakin heboh menarik-narik seragam Gladys yang segera menepisnya.

"Berisik. Jangan norak! Nanti dia ilfil," tegurnya lalu berbalik menatap sang pria yang berdiri di pembatas mesin kasir.

"Permisi, Tuan. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Gladys tersenyum manis.

Akan tetapi, pria asing tersebut tidak membalasnya. Dia justru menatap tajam yang membuat Gladys menjadi salah tingkah sendiri.

"Ng, Tuan?" tanyanya memanggil.

"Ya, aku membutuhkanmu," balas pria asing tersebut tanpa peringatan.

Gladys tertegun, dengan terbata-bata menjawab. "Ma---maksud Anda apa, Tuan?"

Melihat kegugupannya, pria itu terkekeh puas dan bergumam, "Heh, kali ini aku yakin tidak akan ditolak lagi."

"Maksud Anda, Tuan?"

"Tidak ada. Aku hanya mau mengajakmu kencan. Apa kamu bersedia?"

"Aaaaa____" Saking terkejutnys dengan penawaran tersebut, Gladys mati gaya.

"Oh, Tidak bisa, ya. Tidak masalah. Bagaimana dengan Nona satu lagi? Apa kamu senggang malam ini, Dev?" tanya pria tersebut pada Devi yang dengan sumringah langsung merespon.

"Tentu saja saya ma____"

"Devi sibuk. Biar saya saja yang menemani Anda," potong Gladys yang dibalas rengutan Devi. Namun, Devi yang tidak mau memperpanjang masalah memilih mengalah saja.

"Baiklah, sampai jumpa nanti malam," pamit pria asing berlalu pergi.

"Tunggu! Siapa nama Anda?" cegat Gladys berteriak. Namun, subjek yang diteriaki mengabaikannya.

***

Malam yang di nanti pun datang. Seperti yang dijanjikan tadi siang, pria asing itu tengah bersiap untuk menjalankan rencananya. Namun, berbeda dengan penampilan sebelumnya yang terkesan rapi dan berwibawa. Dia kini tampil dengan memoles wajahnya menggunakan bedak khusus berwarna kecoklatan.

Tidak hanya itu, dia pun menggambar bintik-bintik hitam menyerupai noda wajah. Lalu, terakhir menggunakan rambut palsu ikal berantakan. Setelah puas dengan tampilannya, pria tersebut melesat menuju tempat perjanjian.

Sesampainya di sana muncul berbagai reaksi ketidak percayaan saat melihat seorang pria culun dan jelek keluar dari mobil seharga miliaran rupiah. Reaksi sama pun terjadi pada Gladys yang terdiam di tempat, syok.

"Kamu ...." tunjuk Gladys pada Akmal. "Tidak mungkin, Akmal kamu cowok yang tadi siang?"

"Menurutmu sendiri bagaimana?" Arkana balik bertanya santai.

Gladys menggeram marah. "Ini tidak lucu, Akmal. Apa maksud semua ini? Kamu menipuku?"

"Menipumu?" ulang Arkana tertawa sinis. "Bukannya kamu yang menipuku lebih dulu? Jujur saja kamu baik padaku hanya untuk memanfaatkan kinerja dan uang upahku, bukan?"

"Aaaa---aku ...."

Gladys kehabisan kata-kata untuk membela diri, terlebih Arkana membongkar kebusukannya di hadapan banyak orang. Sungguh, membuat malu.

"Kenapa diam? Kamu malu belangmu sudah ketahuan? Dasar cewek sampah," cibir Arkana mencerca.

Tidak tahan dengan penghakiman itu, Gladys pun menangis. "Hiks, kamu jahat sekali, Akmal. Aku sangat membencimu!"

Setelahnya Gladys berlari meninggalkan Arkana yang tersenyum penuh kemenangan.

"Aku lebih membencimu, Gladys," desis Arkana dingin "Jangan kira aku tidak tahu. Dalang yang membuatku terus di tempatkan dibagian gudang adalah kamu yang menjatuhkan citraku di hadapan Bos kita."

Arkana pun berbalik menuju mobil mewahnya untuk pergi ke suatu tempat. Namun, dia teringat sesuatu.

"Ah, bukan Bos, tapi bawahanku," ujarnya terkekeh puas.

***

"Tumben Bang Arka main ke mari?" tanya Askalan yang sibuk dengan cemilan di pangkuannya.

Setelah meninggalkan taman kota, Arkana memang memilih untuk bersantai di markas Grup-nya. Tentu saja, semua itu dilakukan setelah melepas riasan culun ala Akmal.

"Biasanya kan Abang sibuk kerja."

Askalan masih terus mengganggu, dia bahkan berbicara sambil mengacungkan sendok es krim untuk menunjuk-nunjuk wajah Arkana. Namun, semua usahanya tidak mendapat hasil berarti ketika Sang target masih asyik dengan ponselnya.

Askalan merengut. "Yak, Bang. Jangan mengabaikanku," rengeknya mengguncang-guncang keras bahu Arkana.

Dengan amat terpaksa, Arkana pun memusatkan perhatian pada pemuda bersurai merah yang merupakan salah satu kerabat jauhnya.

"Sedang ingin saja, bosan di kantor terus."

Pada akhirnya Arkana memilih jawaban setengah bohong, setengah jujur. Bukan dia tidak percaya pada lingkungan pertemanannya sendiri, hanya saja urusan kali ini menyangkut hati. Dan itu sangat privasi.

"Pasti lagi ada masalah di perusahaan, ya?" tebak Dirga sambil menunggu game selesai loading. Di sisinya terdapat banyak makanan ringan yang sesekali dicomot oleh Askalan.

"Ya, begitulah. Aku istirahat dulu."

Arkana beranjak pergi menuju salah satu ruangan yang menjadi tempat pribadinya. Benar-benar mengabaikan teriakan dan kegaduhan yang ditimbulkan oleh ketiga rekannya.

Bagaimanapun sejak kasus Gladys, suasana hati Arkana belum stabil. Dari pada dia kelepasan emosi pada orang yang tidak bersalah, lebih baik dia yang menjauh.

"Wah, sepertinya Bang Arka sedang patah hati," komentar Askalan dihadiahi lemparan bungkus snack oleh Dirga.

Sementara itu, orang ketiga dalam ruangan yang tak lain adalah Darren hanya menatap pintu tertutup dengan pandangan sulit diartikan.

***

Arkana kini tengah menyandarkan diri di penyangga kursi sambil memejamkan mata perlahan. Raut wajah pria tampan berusia 27 tahun itu jelas dipenuhi kekalutan. Saat dia membuka mata, manik tajamnya menatap kosong langit-langit ruangan. Hal itu memberi kesan menerawang jauh.

"Katakan! Kapan aku bisa bertemu dengan wanita sepertimu lagi?" gumam Arkana. "Apakah dunia ini hanya berisi wanita perundung? Ke mana perginya Sang Pahlawan?"

CEO Muda itu sibuk bernostalgia sambil memikirkan sesosok gadis yang dulu pernah menemaninya. "Ah, tidak. Kamu juga sama seperti mereka. Kamu membully-ku. Aku sangat membenci kenyataan itu. Tapi aku ...."

Arkana mendengkus mentertawakan kebodohannya sendiri. Seharusnya dia tidak perlu merindukan gadis yang telah membuangnya seperti sampah hanya karena alasan sepele seperti finansial.

Dengan mengepalkan tangan erat di atas meja, Arkana mendesis tajam. "Di mana kamu, Felic?" tanyanya.

"Jangan jadi pengecut dengan bersembunyi dariku. Keluarlah, Sialan!"

BRAK!

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh MegaKembar

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku