Dikhianati Suami, Diremehkan Mertua

Dikhianati Suami, Diremehkan Mertua

Ikmal Pakaya

5.0
Komentar
13
Penayangan
26
Bab

Selama tujuh tahun, Alena telah melakukan segala cara untuk menyembunyikan putranya dari Keluarga Whitmore. Namun, pada suatu malam, sekelompok orang tiba-tiba menculiknya dan membawanya ke sebuah kastil tua yang dijaga ketat. Dorian Whitmore, mantan suaminya, bersikeras menuduh bahwa Alena telah melahirkan seorang anak laki-laki yang kini berada dalam gendongan pria asing itu. Akan tetapi, Alena bersumpah bahwa ia hanya pernah melahirkan dua bayi kembar: satu telah meninggal saat dilahirkan, dan satu lagi yang ia beri nama Julian Ezra Callahan.

Bab 1 Seorang bocah laki-laki berusia enam tahun

Hujan turun deras membasahi jalanan batu di kota tua Ravencourt malam itu. Alena Callahan menutup payung hitam kecilnya sambil bergegas masuk ke dalam apartemen mungil yang selama tujuh tahun terakhir menjadi rumah sekaligus benteng perlindungannya. Bau lembap khas hujan bercampur dengan aroma bubur gandum yang masih mengepul dari dapur. Ia meletakkan payung di rak, menanggalkan mantel panjangnya yang basah, lalu menghela napas panjang.

"Mommy pulang!" serunya dengan nada ceria.

Seorang bocah laki-laki berusia enam tahun berlari keluar dari kamar, rambut cokelatnya berantakan, mata birunya berkilat seperti lautan yang memantulkan cahaya bintang. "Mommy! Lihat, aku membuat roket dari kardus!" katanya bangga, mengangkat kotak kecil yang dihias dengan spidol warna-warni.

Alena tersenyum, mencium kening anak itu. "Luar biasa, Julian. Kamu benar-benar jenius."

Julian Ezra Callahan. Anak kecil yang menjadi seluruh dunia bagi Alena. Ia menggendong anak itu sebentar, memeluknya erat, seolah dunia luar yang dingin tak akan pernah bisa menyentuh mereka. Ia tahu, setiap hari mereka hidup di atas jurang rahasia. Rahasia yang, bila terbongkar, bisa menghancurkan segalanya.

---

Tujuh tahun lalu, Alena bukan siapa-siapa. Ia gadis yatim piatu yang bekerja sebagai asisten riset di laboratorium keluarga bangsawan Whitmore, keluarga paling berkuasa di negeri itu. Di sanalah ia pertama kali bertemu dengan Dorian Whitmore - pewaris tunggal kerajaan bisnis raksasa yang membentang dari bank hingga perusahaan farmasi.

Dorian saat itu tampak seperti pria dari dunia lain: dingin, penuh karisma, dan nyaris tak tersentuh. Tidak ada yang menyangka ia akan jatuh cinta pada gadis sederhana seperti Alena. Tapi Dorian memilihnya. Menikahinya. Membawanya ke kastil Whitmore, tempat marmer putih dan kaca kristal bersinar di setiap sudutnya, tempat Alena merasa kecil dan tidak pada tempatnya.

Awalnya, pernikahan mereka bagai mimpi. Tapi mimpi itu runtuh saat Alena mengandung. Kehamilannya membawa tekanan besar. Keluarga Whitmore menuntut kesempurnaan. Mereka menginginkan pewaris yang sempurna. Saat Alena melahirkan bayi kembar, salah satunya lahir tak bernyawa. Rasa kehilangan itu menghancurkan Alena, sementara Dorian justru berubah menjadi sosok asing yang dingin.

Hari-hari setelah pemakaman bayi pertama mereka, Dorian menjauh. Ia menuduh Alena tidak cukup kuat menjaga anak-anak mereka. Perselisihan yang terus memburuk berakhir dengan perceraian. Dorian menghilang dari hidupnya tanpa pernah menyentuh atau bahkan melihat anak yang masih hidup - Julian.

Sejak saat itu, Alena melarikan diri. Ia mengganti nama belakangnya, pindah dari kota ke kota, hingga akhirnya menetap di Ravencourt. Ia hidup sederhana, bekerja sebagai guru privat, dan membesarkan Julian dalam bayang-bayang ketakutan: bahwa suatu hari, keluarga Whitmore akan menemukan mereka.

---

"Mommy?" suara Julian memecah lamunan Alena. Anak itu menatapnya dengan mata lebar penuh rasa ingin tahu. "Kenapa Mommy sedih?"

Alena tersadar, lalu tersenyum. "Mommy tidak sedih, Sayang. Mommy hanya lelah."

Julian mengangguk, lalu kembali memainkan roket kardusnya. Alena memandangi anak itu dalam diam. Setiap gerakan kecil Julian adalah pengingat dari cinta yang pernah ia miliki sekaligus luka yang tak pernah sembuh. Julian memiliki mata biru Dorian, tatapan tajam yang menembus, dan senyum kecil yang sama persis... membuat dada Alena sesak.

Malam itu mereka makan malam bersama di meja kecil di dapur. Julian bercerita tentang mimpinya menjadi astronot, tentang planet-planet yang ingin ia kunjungi, tentang bintang yang katanya bisa didengar jika kita cukup diam. Alena mendengarkan, mencoba menanamkan kenangan indah di benak anaknya - kenangan yang kelak akan melindunginya jika dunia mencoba merebut mereka.

Setelah Julian tertidur, Alena duduk di dekat jendela. Hujan masih turun, menimpa kaca seperti jari-jari kecil yang mengetuk-ngetuk waktu. Ia menulis sesuatu di buku hariannya: **"Hari ke-2.581. Mereka belum menemukan kami."**

Ia tidak tahu bahwa hitungannya akan berhenti malam itu juga.

---

Ketukan keras di pintu membuatnya terlonjak. Jam dinding menunjukkan pukul 23.47. Siapa yang datang larut begini? Alena berdiri perlahan, jantungnya berdetak keras. Ia mengintip melalui lubang pintu - hanya kegelapan lorong.

"Siapa di sana?" serunya pelan.

Tak ada jawaban. Lalu tiba-tiba - **BRAK!** - pintu apartemen diterjang terbuka. Alena menjerit, mundur terburu-buru. Empat pria berpakaian hitam dan bertopeng masuk seperti bayangan. Mereka bergerak cepat, sunyi, terlatih.

"Ambil dia," salah satu berkata dingin.

Alena meraih pisau dapur di atas meja, namun salah satu pria lebih cepat. Tangan kekarnya membekap mulut Alena, pisau itu terjatuh, lalu sesuatu menutup kepalanya - kain hitam berbau obat bius. Dunia berputar, kemudian gelap.

---

Ia terbangun dalam keadaan tangan terikat, kepala berdenyut hebat. Udara dingin dan lembap menyelimuti kulitnya. Ia berada di dalam ruangan batu besar dengan dinding tinggi - semacam ruang bawah tanah tua. Suara rantai berderak samar di kejauhan. Bau api dari obor di dinding menusuk hidungnya.

Pintu besi berat terbuka dengan derit panjang. Seorang pria masuk, langkahnya mantap, menyibak kegelapan dengan aura yang membuat jantung Alena membeku.

**Dorian Whitmore.**

Waktu tak banyak mengubahnya. Rambut hitam legamnya disisir rapi ke belakang, rahangnya tajam, matanya tetap sedingin es Arktik. Hanya ada satu hal berbeda - ia tampak lebih kejam, seperti singa yang terlalu lama dikurung.

"Alena," suaranya dalam, dingin, dan menyayat. "Akhirnya aku menemukanku."

Alena menatapnya penuh benci dan takut. "Apa yang kau lakukan padaku?! Di mana anakku?!" teriaknya, berusaha melepaskan ikatan.

Dorian melangkah mendekat, tatapannya menusuk seperti belati. "Anakmu? Maksudmu anak **kita**."

"Bukan! Kau tidak punya hak menyebutnya begitu!" Alena memuntahkan kata-kata itu dengan suara bergetar.

Senyum tipis muncul di bibir Dorian, senyum yang dulu pernah membuat Alena jatuh cinta dan sekarang membuatnya ingin berteriak. Ia mengeluarkan sebuah foto dari jasnya, meletakkannya di atas meja logam di hadapan Alena.

Foto itu memperlihatkan Julian sedang berjalan pulang dari sekolah, menggenggam tangan seorang pria tua tetangga mereka. Wajah anak itu tampak jelas - mata biru yang identik dengan Dorian.

"Jangan sentuh dia..." suara Alena pecah, nyaris memohon.

Dorian menatapnya tajam. "Tujuh tahun, Alena. Kau menyembunyikan pewaris Whitmore dari darahnya sendiri. Kau pikir kau bisa menghapus keberadaannya begitu saja?"

"Dia bukan pewarismu. Dia bukan bagian dari keluarga itu!" Alena membalas, matanya berair tapi penuh tekad. "Dia adalah anakku, dan aku tidak akan membiarkan kalian merusaknya seperti kalian merusak segalanya."

Kata-katanya bergema di ruang batu. Untuk sesaat, Dorian hanya berdiri diam, lalu berbisik, "Aku akan membuktikan dia darahku."

"Dia bukan milikmu," Alena menegaskan. "Aku hanya melahirkan dua bayi. Satu meninggal. Dan satu... satu aku besarkan sendiri. Namanya Julian Ezra Callahan. Bukan Whitmore."

Tatapan Dorian mengeras, seperti baja membeku. "Kau bisa berdusta pada dunia, Alena. Tapi tidak pada darah."

---

Jam terus berdetak di ruang batu itu. Alena duduk terikat, pikirannya berkecamuk. Ia tak tahu apakah Julian aman. Ketakutan menjerat dadanya seperti tangan besi. Ia harus melarikan diri. Ia harus kembali ke Julian. Anak itu tidak tahu apa-apa. Ia tidak tahu bahwa dunia gelap sedang mengintainya.

Suara kunci berputar di pintu membuat Alena tersentak. Seorang pengawal masuk, melepaskan ikatannya tanpa sepatah kata, lalu menariknya keluar. Lorong-lorong batu panjang terbentang, diterangi obor yang berkelip. Udaranya dingin, nyaris menggigit. Kastil Whitmore... Ia mengenali dinding ini. Tempat yang pernah ia sebut rumah, kini terasa seperti penjara.

Mereka membawanya ke aula besar. Marmer hitam mengilap, lampu kristal menggantung tinggi, bayangan api menari di permukaan lantainya. Dorian berdiri di ujung ruangan, menghadap jendela kaca besar yang memandang ke laut hitam pekat.

"Besok pagi," katanya tanpa menoleh, "kita akan melakukan tes DNA."

Alena menggigil. "Kau tidak akan menyentuhnya."

"Kau tidak punya pilihan."

"Aku akan melawanmu," desis Alena, suaranya pecah namun tegas.

Dorian berbalik, matanya tajam seperti pisau. "Kau sudah kalah sejak malam kau melarikan diri."

---

Malam itu Alena dikurung di kamar tua di sayap barat kastil. Ia menatap jendela yang terkunci besi, pikirannya berputar cepat mencari jalan keluar. Ia tahu satu hal: ia tidak bisa menunggu. Jika mereka mendapatkan Julian, anak itu tidak akan pernah kembali menjadi dirinya lagi. Ia akan menjadi Whitmore - dan itu berarti kehilangan segalanya yang pernah Alena perjuangkan.

Ia duduk di tepi ranjang tua, menggigit bibirnya hingga berdarah, menahan isak. Dalam hati ia berjanji: Apa pun yang terjadi, aku akan menyelamatkanmu, Julian. Mommy akan datang. Mommy akan bawa kamu pulang.

Di luar, badai laut mengguncang kastil tua itu, seolah alam pun marah karena rahasia kelam keluarga Whitmore akhirnya bangkit kembali dari kubur.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ikmal Pakaya

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku