Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Jerat Cinta Lelaki Muda

Jerat Cinta Lelaki Muda

Puppypaw

5.0
Komentar
2.6K
Penayangan
123
Bab

Rafka Mahendra, Playboy kampus yang selalu berhasil menaklukan hati wanita, mendapati dirinya berada di dalam tantangan yang sulit. Teman-temannya menantang dirinya untuk menjadikan dosen baru mereka, Sarah Adisty Mahira, sebagai pacarnya dalam waktu satu bulan. Namun, sarah terkenal sebagai dosen yang tegas, misterius dan berhati dingin. Walaupun begitu, Rafka sangat bersemangat untuk menghadapi tantangan ini karena semakin sulit wanita yang ia taklukan, maka semakin membara juga jiwa mudanya. Meskipun Sarah terus mengabaikannya, tetapi Rafka tak akan menyerah dengan mudahnya untuk mendapatkan hati dosennya yang sedingin salju itu. Rafka akan mencoba berbagai cara dari sekadar menggoda, memberikan hadiah, sampai ia rela menyewa mata-mata untuk menyelidiki masa lalu Sarah. Namun, ketika Rafka mengintip pada masa lalu Sarah, ia menemukan sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata untuk mengancam Sarah agar bersedia menjadi pacarnya. Tetapi, apakah ancaman itu cukup untuk membuat Sarah menyerahkan diri kepada Rafka? Lantas, apakah pada akhirnya Sarah mampu menghadapi permainan cinta penuh intrik yang diciptakan oleh Rafka dan teman-temannya tersebut?

Bab 1 Menang Taruhan

Di tengah dentuman musik yang keras, 3 orang lelaki sedang menyesap segelas minuman berwarna hitam dengan rasa yang begitu pekat. Mereka tampak mengobrol sembari sesekali menyulangkan gelas masing-masing.

"Benar-benar hebat lo, Bro. Memang pantas lo dapat julukan sang penakluk wanita andal. Hanya dalam waktu 7 hari saja, lo sudah berhasil mendapatkan Vania, Siska, dan Leoli." Pemuda yang bernama Kevin itu sangat salut dengan kemampuan Rafka.

Padahal, sudah jelas-jelas Rafka terkenal sebagai playboy yang suka memainkan hati wanita, tetapi masih saja ada wanita yang mau dijadikan pacar oleh temannya itu.

"Kayaknya pesona lo memang enggak bisa terbantahkan, Raf. Sejauh ini, gue sama Kevin jadi enggak ada kesempatan untuk menang taruhan yang kita buat sama lo." Tyo mendesah pasrah, ketika ia harus kehilangan jam tangan seharga 1000 dolarnya, yang ia jadikan jaminan jika Rafka menang taruhan yang mereka sepakati bersama.

Sebenarnya, tak masalah jika ia harus memberikan segala hartanya untuk memasang taruhan dengan teman-temannya.

Toh, bagi anak orang kaya seperti Rafka, Kevin, dan Tyo, kehilangan barang-barang berharga milik mereka tak memiliki arti apa-apa.

Namun, bagi mereka yang penting adalah bisa memenangkan pertaruhan ego dan harga diri karena ingin terlihat lebih hebat daripada yang lain.

"Jadi, lo berdua memutuskan menyerah dan enggak mau pasang taruhan lagi sama gue! It's okay, Bro, karena artinya lo berdua mengakui pesona gue sebagai player tangguh yang enggak terkalahkan!" pungkas Rafka menyembulkan senyum kemenangan, tetapi di mata Kevin dan Tyo malah seperti seringai menghinakan.

Tak terima dianggap gampang menyerah seperti itu, membuat Tyo dengan lantang menyanggah, "Siapa bilang kita bakal menyerah begitu saja, Bro. Lagian harta Bokap gue masih banyak, jadi gue enggak akan berhenti kasih taruhan ke lo, sampai gue dan Kevin bisa menang dari lo, Raf."

"Sama kayak Tyo, gue juga enggak bakal menyerah, Raf. Dari banyaknya cewek di kota ini, gue percaya, pasti ada satu atau beberapa cewek yang enggak mempan sama pesona lo. Kalau gue bisa menemukan cewek yang seperti itu, gue yakin 100% kalau lo bakal kalah taruhan dari kita berdua!" timpal Kevin dengan senyum percaya diri.

"Chill, Guys. Lo berdua enggak perlu terlalu memaksakan diri, karena gue yakin enggak akan semuda itu menemukan cewek yang enggak jatuh sama pesona gue. Sekarang, buat membukitnya, lo boleh tunjuk cewek mana pun yang di sini buat jadi bahan taruhan kita kayak biasa!" tantang Rafka.

Ia ingin memperlihatkan kepada kedua teman-temannya itu, bahwa tak semudah itu untuk menjatuhkan daya tarik yang ia miliki sebagai seorang pria yang digandrungi oleh para wanita.

Kevin dan Tyo saling bertatapan sejenak ketika Rafka jelas-jelas menantang mereka untuk memberikan taruhan.

Masak-masak mereka saling berdiskusi. Mata mereka pun tampak sibuk melirik ke sana kemari, demi mencari mangsa yang sekiranya sulit ditaklukkan oleh Rafka.

"Karena besok kita ada kuliah pagi, jadi tantangan kali ini enggak bakal serumit biasanya. Kali ini, lo cukup buat cewek baju hitam di sana mau ciuman sama lo!" tunjuk Tyo ke arah wanita berbaju hitam yang terlihat menghela nafas berkali-kali,, sambil tak berhenti menyesap minuman yang ada di tangan wanita itu.

"So easy, Guys. Tumben tantangan dari lo berdua easy banget. Malam ini, duit lo berdua makin menipis?! Makanya kasih tantangan gue semudah ini, biar lo berdua bisa pasang taruhan sedikit," ledek Rafka dengan senyum miringnya.

Ditaruhnya salah satu kredit dari dompetnya di atas meja."Ini jaminan yang gue pasang kalau seandainya kali ini gue kalah dari kalian. Meskipun, kayaknya kemungkinannya kecil banget," imbuh Rafka yang sangat yakin bahwa kartu kredit ini akan kembali kepadanya.

"Cuma itu doang ternyata jaminan lo, Raf. Nih, gue kasih yang lebih dari lo, supaya lo tahu kalau uang gue masih ada banyak. Lagian, harta Bokap gue masih segunung, jadi gue yakin gak akan jatuh miskin cuma buat pasang taruhan begini!" Tak terima diremehkan oleh Rafka, Tyo mengeluarkan satu kunci motor seharga ratusan juta dari koleksi motor milik keluarganya.

Sementara itu, Kevin langsung menyerahkan jam mahal, sepatu eksklusif, dan jaket kulit keluaran ternama miliknya.

"Gue sama Tyo, kasih tantangan yang enggak seberapa susah buat lo malam ini karena besok ada mata kuliah Bu Sarah. Lo tahu 'kan seberapa sanggarnya bu Sarah?! Gue cuma enggak mau diomeli Bokap Nyokap gue, gara-gara bu Sarah kasih gue nilai kecil, cuma karena bolos atau terlambat di mata kuliahnya besok."

Wajah Rafka terlihat mengerenyot ketika temannya itu ternyata takut pada dosen baru mereka yang terkenal tegas, berhati dingin, dan misterius itu.

Namun, karena yang dibicarakan oleh Kevin ada benarnya juga, maka Rafka tak ingin mendebat apa pun lagi. Ia memilih untuk Iangsung bergegas menjalani tantangannya.

Dengan langkah gesit, Rafka berjalan mendekati meja bar yang tak jauh dari tempatnya duduk. Bagi Rafka, kalau hanya mendapatkan taruhan begini, ia bisa menyelesaikannya dalam hitungan jam. Bahkan, dalam hitungan menit pun sebenarnya ia dapat melakukannya.

"Permisi, boleh aku duduk di sini?" tanya Rafka basa-basi sambil menarik kursi tepat di samping wanita itu.

"Kurasa Bar ini bukan milikku, jadi kau tak perlu meminta izinku. Kau bebas ingin duduk di mana pun kau mau!" sahut wanita yang tampaknya berusia 30 tahunan itu dengan tatapan tajam tanpa minat.

Rafka yang melihat sekilas wajah wanita di sampingnya, bisa tahu kalau wanita itu lebih tua darinya. Oleh karena itu, ia sengaja tak menggunakan bahasa gaul untuk berbicara dengan wanita itu.

Baginya, untuk menghadapi wanita yang umurnya lebih tua, akan lebih mempan jika ia menggunakan bahasa yang jauh lebih formal.

"Melihat dirimu yang tak berhenti minum dan beberapa kali menghela nafas putus asa, sepertinya aku tahu kalau kau sedang memiliki beban pikiran. Mau aku rekomendasikan minuman alkohol yang bisa membuatmu lebih tenang dan sejenak bisa membuatmu lupa akan masalahmu?"

Meskipun, belum mendapatkan jawab atas tawarannya kepada wanita itu, Rafka langsung memesan 2 gelas wine khusus yang sering ia pesan di bar ini ketika pikirannya sedang kacau.

"Dengar! Aku bukanlah tipe wanita yang bisa tergoda oleh minuman alkohol yang diberikan oleh orang asing sepertimu! Kalau kau datang kemari ingin mencoba merayuku agar mau tidur bersamamu, lebih baik kau enyah dari hadapanku!" damprat wanita itu memberikan tatapan menusuk kepada Rafka.

Mendapatkan respons seperti itu, Rafka tampak tak gentar. "Tenanglah. Aku kemari bukan ingin mengajakmu berbuat tak senonoh seperti itu. Hanya saja, aku tak tega membiarkan wanita yang terlihat sedang penuh tekanan sepertimu, duduk termenung sendirian. Aku hanya ingin membantu membuat perasaanmu lebih tenang, Nona. Setelah kau tenang, aku janji akan pergi dan membiarkanmu duduk tanpa ada gangguan lagi."

"Hah?! Anak muda sepertimu ingin mencoba menenangkanku! Lebih baik tak usah, karena aku tak lagi percaya pada siapa pun di dunia ini! Sudahlah, sana pergi dan jangan ganggu aku lagi!" sungut wanita itu mengibas-ngibaskan tangannya di udara, seolah mengisyaratkan ia ingin Rafka pergi dari hadapannya.

Seolah tak bergeming, Rafka tetap duduk di samping sana. Bukannya kesal karena di usir, Rafka malah memasang senyum andalannya kepada wanita di sampingnya ini. Sambil dalam otaknya, ia memikirkan siasat supaya wanita ini pada akhirnya luluh dan mau berbicara baik-baik padanya.

Merasa sebal melihat Rafka yang masih bisa-bisanya tersenyum meski telah ia usir secara terang-terangan, membuat wanita bernama Maya itu langsung beranjak ingin pergi dari Bar.

Ia rasanya ingin segera menjauh dari hadapan lelaki yang tak ia kenal, tetapi mencoba sok dekat dengan dirinya. "Bebal sekali! Sudahlah, Kalau memang kau tak mau pergi, biar aku saja yang pergi!"

Kevin dan Tyo yang sedari tadi terus memperhatikan Rafka, tampak cekikan ketika melihat wanita yang sedang Rafka dekati itu tampak memasang wajah kesal kepada Rafka.

Sepertinya wanita itu berniat meninggalkan Rafka. Melihat betapa sang wanita tak nyaman dengan kehadiran Rafka, membuat mereka yakin Rafka tidak akan berhasil kali ini.

Namun, bukan Rafka namanya, kalau ia tak punya akal untuk bisa memenangkan taruhan. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa menaklukkan wanita yang menjadi target taruhannya.

Sekalipun, ia menggunakan cara-cara yang bisa dibilang licik, buruk, kotor, dan mungkin saja menggandung sebuah dosa di dalamnya, ia sama sekali tak masalah akan hal itu.

Seperti kali ini, Rafka terpaksa mengeluarkan jurus kebohongan miliknya, supaya wanita yang sedang menjadi bahan taruhannya kali ini tak jadi pergi.

"Maaf kalau aku mengganggu! Saat melihatmu, aku seperti melihat Kakakku yang sudah meninggal. Dulu, Dia bunuh diri karena stres akibat perselingkuhan tunangannya. Semenjak itu, setiap kali melihat orang yang terlihat stres, aku akan mencoba membantu meringankan beban pikirannya, agar tidak sampai bunuh diri seperti Kakakku," tutur Rafka sambil menahan tangan Maya agar wanita itu tak pergi dari hadapannya.

Semula, Maya ingin menampar wajah Rafka karena lancang menahan tangannya yang ingin pergi dari hadapan lelaki itu. Namun, ketika mendengar cerita sedih yang dituturkan oleh lelaki itu membuat timbulnya rasa iba dalam hatinya.

Apalagi kisah Kakak lelaki itu, hampir sama dengan dirinya saat ini yang tengah galau karena diselingkuhi oleh sahabat dan pacarnya sendiri.

Maya mengurungkan niatnya yang ingin menampar Rafka dan memutuskan untuk duduk kembali di kursinya semula. "Maaf, karena tadi aku bersikap agak kasar. Tadinya kukira kau hanya ingin menggodaku. Tetapi, aku tak menyangka ternyata kau punya niat setulus itu."

"Kau tidak perlu minta maaf. Kurasa tadi sikapku terlalu lancang, sehingga membuatmu tak nyaman. Kalau memang kau nyaman sendiri, aku akan kembali ke mejaku dan tak akan mengganggumu lagi di sini," kata Rafka sengaja memainkan tarik ulur seperti ini, agar wanita itu merasa bersalah kepadanya. Lagi pula, Rafka yakin 100% kalau wanita itu kali ini akan menahan dirinya untuk tetap duduk si samping wanita itu.

Maya menggigit bibirnya dan merasa tak enak kepada Rafka karena ia telah berprasangka buruk kepada lelaki itu. "Kurasa kau bisa tetap di sini. Bukankah tadi kau sudah memesan 2 gelas minuman. Maaf, aku tadi tak bermaksud untuk bersikap sekasar itu padamu. Aku sungguh tidak tahu kalau ternyata kau memiliki cerita yang begitu sedih di balik sikapmu yang terlihat sangat percaya diri dan agak kurang ajar tadi."

"Terima kasih sudah mengizinkanku tetap duduk di sini. Tetapi, boleh aku tahu namamu? Maaf kalau lancang, hanya saja aku merasa tak enak dari tadi aku duduk di sebelahmu, tetapi tak tahu namamu sama sekali," tanya Rafka sambil memperhatikan wine pesanannya yang sepertinya akan jadi sebentar lagi,

Maya tampak berpikir sejenak sebelum pada akhirnya ia memberitahukan namanya kepada Rafka. "Panggil saja aku Maya," jawab wanita itu seadanya.

Rafka mengulurkan tangannya kepada Maya sambil berkata, "Baiklah Maya, Aku Rafka."

Tak lama setelah mereka berjabatan tangan, minuman keras yang Rafka pesan datang. Maya dan Rafka saling melepaskan tangan mereka masing-masing. Lalu, Rafka segera mengambil 2 gelas wine yang ia pesankan untuk dirinya dan Maya.

"Terima kasih," ucap Maya ketika Rafka menyerahkan segelas Wine kepada dirinya dan ia pun mengambil gelas itu dari tangan Rafka.

"Nikmatilah minumannya. Kalau seandainya kau ingin bercerita padaku mengenai masalahmu, aku bersedia untuk mendengarkannya. Tapi kalau kau enggan, aku hanya akan menemanimu minum saja.

Maya hanya tersenyum singkat menanggapi ucapan Rafka. Sesudahnya, ia memfokuskan diri ke arah minuman pemberian Rafka yang ada di tangannya.

Ketika ia dekatkan minuman itu ke mulutnya, indra penciumannya dapat menghirup aroma anggur yang kental pada minuman berwarna merah pekat tersebut.

Tak lama disesapnya wine merah itu secara perlahan. Seketika rasa getir bercampur manis merambati lidahnya dan meluncur elegan di tenggorokannya.

Helaan nafas panjang dan berat terdengar dari Maya, ketika segelas wine di tangannya telah ia teguk habis. "Aku memiliki pengalaman yang hampir serupa dengan Kakakmu, yang kau ceritakan tadi. Bedanya, aku tak hanya dikhianati oleh pacarku, tetapi juga dikhianati oleh sahabatku sendiri. Mereka tega berselingkuh di belakangku, padahal aku sangat mempercayai mereka."

Kata-kata itu lolos begitu saja dari mulut Maya. Tak ada lagi raut wajah kesedihan di wajah Maya, tetapi tergurat jelas wajah sakit dan amat terluka di air mukanya. Sedangkan Rafka , hanya mendengarkan setiap cerita yang mengalir dari mulut Maya, tanpa berniat untuk menyelanya sedikit pun. Sesekali, ia hanya menawarkan untuk menuangkan wine merah ke gelas Maya. Krena setelah melihat gelas mereka kosong, Rafka memesan sebotol wine.

"Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah sudah lebih lega?" tanya Rafka memberikan jeda 5 menit untuk menanyakan itu, usai Maya selesai menceritakan segala keluh kesah yang selama ini membebani pikiran wanita itu.

"Maaf, aku jadi terlalu banyak bercerita. Tapi, terima kasih, berkat wine yang kau berikan, perasaanku menjadi jauh lebih tenang. Terima kasih juga sudah mau mendengarkan masalahku. Sebagai ucapan terima kasihku, ambillah ini," ucap Maya sambil menyerahkan 5 lembar uang seratus ribu di atas meja.

Melihat Maya memberikan uang kepadanya, Rafka segera mengembalikannya. "Maaf, aku tidak bisa menerima uang ini. Kalau memang kau ingin memberiku sesuatu sebagai ucapan terima kasih, bolehkan aku meminta sesuatu padamu sebagai gantinya?"

"Memangnya kau ingin meminta apa?" tanya Maya memasukkan uang yang tak mau diterima oleh Rafka kembali ke dalam tasnya.

"Mungkin pemintaanku agak lancang. Hmm... bolehkah aku meminta izin untuk menciummu? Kalau kau tidak keberatan, anggap saja sebagai ciuman perpisahan. Tapi, kalau kau ingin menolaknya, aku tak akan memaksa," ujar Rafka berpura-pura menundukkan wajahnya. Seolah dengan melakukan itu, ia merasa tak enak meminta hal itu kepada Maya.

Padahal, hal itu merupakan salah satu trik yang dimainkan oleh Rafka. Ia yakin Maya tak akan enak untuk menolak permintaan dirinya, setelah ia bersedia mendengarkan keluh kesah wanita itu.

Kalaupun Maya menolaknya, ia akan berpura-pura mengambil sesuatu kotoran dari rambut wanita itu dan menciptakan angle seolah-olah ia mencium Maya di hadapan kedua temannya.

Setelah berpikir sejenak, Maya pun memberikan jawaban dengan menganggukkan kepala. Ia sungguh merasa tak enak ingin menolak permintaan Rafka karena Rafka meminta dengan sopan kepadanya. Selain itu, anak muda itu telah membantu meringankan sedikit beban pikirannya malam ini.

Mendapatkan persetujuan Maya, membuat Rafka dengan gerakan cepat mendekatkan diri ke tubuh Maya. Ia tangkup wajah bulat milik Maya dengan tangannya.

Di tempelkan bibirnya di atas bibir Maya yang cukup tebal dan berwarna merah terang. Ia sesap sekali bibir Maya, sebelum pada akhirnya melepaskan tautan bibirnya dengan Maya.

Rafka pun mempersilakan Maya untuk pergi, ketika ia telah mendapatkan ciuman dari wanita itu. Dengan tersenyum miring penuh kemenangan, Rafka berjalan kembali ke tempat ia minum bersama teman-temannya tadi.

"Gue akui kali ini lo menang lagi Raf. Meskipun waktunya agak lama juga buat lo bisa ciuman sama cewek tadi. Biasanya, lo menaklukkan tantangan kayak begini, dalam waktu yang lebih singkat," kata Kevin menyerahkan jaminan taruhan yang ia pasang kepada Rafka karena temannya itu berhasil mencium wanita yang menjadi taruhan mereka tadi.

Dengan berat hati Tyo juga menyerahkan kunci motor milik keluarganya kepada Rafka. "Kali ini lo boleh menang, Raf. Tapi lain kali, gue yakin lo bakal kalah dari taruhan yang kita kasih buat lo."

Rafka hanya menatap sekilas jaminan yang ia menangkan dari taruhan kali ini. Baginya jaminan dari teman-temannya bukanlah sesuatu yang berharga.

Namun, tetap ia ambil pula jaminan dari teman-temannya itu. Karena untuknya, hal itu merupakan simbol kehebatan dan kemenangan dari harga dirinya yang tinggi.

"Gue rasa kita enggak perlu banyak bacot, tapi let's we see, Bro. Meskipun, gue enggak yakin kalau gue bakal kalah dari lo berdua. Soalnya, enggak peduli sesulit apa pun taruhan dan tantangan yang lo berdua kasih buat gue, tapi gue selalu menang. Walaupun begitu, gue bakal selalu kasih kesempatan lo berdua untuk memberikan taruhan yang jauh lebih sulit lagi buat gue," kata Rafka dengan jemawa.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Puppypaw

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku