/0/27913/coverbig.jpg?v=faf2b47c68929ed5a61adc53187cd08a&imageMogr2/format/webp)
Malam di Kota Penuh Dosa selalu membawa dua wajah-gemerlap yang memabukkan dan kegelapan yang menelan hidup banyak orang. Vania, seorang mahasiswi cerdas, harus menjalani kehidupan ganda. Siang hari ia duduk di bangku kuliah dengan mimpi besar, namun malam hari ia menjual diri di klub malam demi melunasi hutang orang tuanya dan menyekolahkan adiknya yang masih kecil. Segalanya berubah ketika ia bertemu Reza, pemuda tampan dari keluarga kaya yang hidupnya kacau karena luka masa lalu. Pertemuan mereka di sebuah hotel mewah menjadi awal dari hubungan berbahaya-pertemuan yang awalnya hanya transaksi, tapi kemudian berubah menjadi keterikatan emosional yang tak mereka duga. Bagi Vania, Reza bukan sekadar klien. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat Vania merasa berbeda-antara benci, takut, tapi juga penasaran. Sementara bagi Reza, Vania adalah pelarian sekaligus candu, sosok yang tanpa sadar menantang hidupnya yang penuh amarah dan kesepian. Namun, jalan yang mereka pilih tidak mudah. Masa lalu kelam, hutang budi, rasa bersalah, serta ancaman dari dunia yang terus menuntut keduanya, membuat hubungan mereka dipenuhi konflik. Antara cinta dan kehancuran, antara pengorbanan dan harga diri-mampukah mereka menemukan arti kebebasan sejati?
Malam di Kota Penuh Dosa selalu memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia menawarkan gemerlap yang memabukkan, panggung mewah bagi mereka yang haus akan kesenangan. Di sisi lain, ia adalah jurang gelap yang memaksa sebagian orang menjual diri demi sesuap nasi. Malam itu, untuk Vania, kota ini adalah surga dan neraka sekaligus.
Vania, nama panggungnya, adalah seorang mahasiswi cerdas di salah satu kampus termahal di kota. Di siang hari, ia mengenakan seragam kampusnya yang rapi, membawa buku-buku tebal, dan berdebat tentang teori ekonomi dengan para profesor. Namun, begitu matahari terbenam, ia harus menanggalkan identitasnya itu. Vania mengenakan gaun mini ketat berbahan tipis, yang membalut lekuk tubuhnya dengan sempurna. Belahan dada rendah pada gaunnya menonjolkan payudaranya yang besar dan penuh, menjadi daya tarik utama baginya untuk menarik perhatian para pria hidung belang.
Pilihan itu bukan keinginannya. Ia terpaksa bekerja malam di diskotik, melayani om-om dan siapa pun yang mampu membayar, demi melunasi hutang orang tuanya yang sudah meninggal dan membiayai sekolah adiknya yang masih duduk di bangku SD. Setiap malam, ia harus mengubur rasa malunya dalam-dalam, menelan ludah dari setiap kata hinaan, dan merelakan tubuhnya menjadi komoditas. Ia hanyalah sebuah boneka porselen di antara para predator.
Malam itu, Vania sedang berada di lobi sebuah hotel mewah yang terhubung dengan diskotik, menunggu kliennya. Tiba-tiba, seorang om-om tua dengan perut buncit dan wajah kemerahan mendekatinya. Wajahnya terlihat berkuasa, dengan cerutu yang mengepulkan asap.
"Kau... Vania, kan?" tanya om-om itu, suaranya serak.
Vania tersenyum paksa. "Benar, Tuan. Anda sudah menunggu saya?"
"Tentu saja. Aku sudah melihatmu dari tadi. Kau sangat menggoda," kata om-om itu, matanya jelalatan menatap tubuh Vania. "Aku ingin menyewamu malam ini. Lebih privat. Di kamar."
Vania mengangguk, hatinya berteriak benci. Ia benci setiap sentuhan menjijikkan dari para pria yang hanya melihatnya sebagai objek. Namun, ia tidak punya pilihan. Uang adalah segalanya. Ia akan melakukan apa pun demi adiknya.
"Baik, Tuan. Kita ke kamar Anda?" Vania bertanya, mencoba mengendalikan nada suaranya.
Tepat saat Vania akan berjalan, tiba-tiba seorang lelaki mabuk muncul dari kerumunan. Pria itu muda, tampan, dan terlihat sangat kaya. Rambutnya acak-acakan, kemejanya sudah tidak rapi, dan matanya memancarkan amarah yang terpendam. Reza, nama pria itu, adalah seorang badboy yang sedang membutuhkan pelampiasan atas masalahnya. Matanya langsung tertuju pada Vania, yang terlihat seperti malaikat di tengah kegelapan.
Reza berjalan sempoyongan mendekati Vania dan om-om tua itu. Tanpa basa-basi, ia menyentuh lengan Vania. "Kau, ikut denganku," kata Reza, suaranya parau karena alkohol.
Om-om tua itu mengerutkan dahi, marah. "Hei, Tuan Muda! Kau siapa?! Aku sudah lebih dulu menyewanya!"
Reza menoleh pada om-om itu dengan tatapan tajam. "Aku tidak peduli. Aku akan menyewanya dengan harga yang lebih mahal. Berapa hargamu, Tuan Tua?"
Om-om itu mendengus. "Aku akan bayar 50 juta rupiah untuk semalam!"
Reza menyeringai. "Aku akan membayarnya seratus juta permalam. Bagaimana?" Reza membalikkan wajahnya ke arah Vania. "Kau mau?"
Mata Vania membelalak. Seratus juta? Jumlah itu bisa membayar seluruh hutang orang tuanya. Jumlah itu bisa membiayai sekolah adiknya sampai kuliah. Vania terdiam, hatinya bergejolak. Rasa malu dan harga dirinya bertarung dengan keinginan untuk menyelamatkan adiknya dari kemiskinan. Vania menatap om-om tua itu, lalu menatap Reza yang terlihat muda dan tampan. Pilihan ini terasa lebih ringan.
"Aku... aku mau," bisik Vania, matanya berkaca-kaca. Ia tergiur lalu menerima tawaran itu.
Om-om tua itu marah besar. "Dasar wanita mata duitan!" teriaknya, lalu pergi dengan amarah yang memuncak.
Reza menarik Vania, menggenggam tangannya erat. Tanpa berkata-kata, lelaki itu membawanya ke kamar privat di lantai teratas hotel.
Layanan Penuh Gairah dan Kekerasan
Sesampainya di kamar, Reza tidak lagi peduli dengan uang atau perasaan Vania. Ia hanya ingin melampiaskan kekesalannya. Pintu kamar tertutup dengan bunyi berdebam, dan Reza langsung menjatuhkan tubuh perempuan itu ke kasur lebih liar. Vania menjerit kecil, tubuhnya terhempas ke atas kasur empuk.
Reza naik ke atas ranjang, menaiki tubuh Vania. Vania kewalahan menghadapi pelayan ini. Ia tidak pernah menghadapi pria sebuas ini. Para kliennya, meskipun menuntut, selalu memperlakukannya dengan sedikit kelembutan. Namun Reza... ia terlihat seperti binatang buas yang dilepas dari kandangnya.
Tanpa basa-basi, Reza membuka pakaiannya, memperlihatkan tubuhnya yang kekar dan atletis. Ia kemudian menunduk, lalu mencium bibir Vania kasar. Vania mencoba melawan, namun tenaga Reza terlalu kuat. Reza melumat bibir Vania, mengisapnya, membuat Vania merasa kesakitan.
"Emmmphh... lepaskan..." desah Vania di sela ciuman yang kasar itu.
Reza tidak peduli. Ia terus menciumnya dengan liar, lalu tangannya bergerak ke gaun Vania. Dengan sekali sentakan, ia merobek dress Vania, membuat Vania telanjang. Vania terkejut dan malu, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Reza kemudian menatap Vania dengan tatapan penuh nafsu. "Kau milikku malam ini," bisik Reza, suaranya serak. Ia kemudian mengelus payudara Vania. "Payudaramu yang besar ini... sangat menggoda..."
Reza mulai melakukan hubungan seksual dengan Vania. Ia mencium Vania lagi, lebih buas, lebih menuntut. Ia menghisap payudara Vania, membuat Vania mendesah kencang.
"Ahh... Reza... enakkk... ahhh..." desah Vania, kepalanya mendongak. Meskipun ia merasa takut dan terintimidasi, sentuhan Reza yang liar membangkitkan gairah yang terpendam di dalam dirinya.
Reza tidak membuang waktu. Ia menelanjangi dirinya sepenuhnya, lalu ia menaikkan kakinya di kedua sisi pinggang Vania. Dengan cepat, ia memasukkan penisnya yang sudah sangat tegang ke dalam vagina Vania.
"Ahh... sakit... Reza... pelan-pelan..." desah Vania.
Reza mendesah puas. "Sialan... kau sangat nikmat, Vania... ahhhh..."
Reza mulai menggerakkan pinggulnya, pelan pada awalnya, lalu semakin cepat dan kuat. Desahan Reza dan Vania memenuhi kamar.
"Ehhh... uhhh... ahhhh... lebih cepat Reza... lebih cepat..." pinta Vania, suaranya serak. Ia mendesah, tangannya merangkul punggung Reza, melengkungkan tubuhnya ke atas.
"Ssss... ahhhhh... Vania... kau... membuatku gila..." desah Reza.
"Ahhhhh... ahhh...." desah Vania. "Enak sekali... ahhhhh... lagi... lagi..."
Reza menggerakkan pinggulnya semakin cepat dan kuat, membuat Vania menjerit tertahan. Gairah liar Reza seolah tak ada habisnya. Ia terus menggerakkan pinggulnya, membuat Vania melayang dalam kenikmatan yang terlarang.
Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Reza mencapai puncaknya. Ia mendesah panjang, lalu merebahkan tubuhnya yang basah oleh keringat di atas tubuh Vania. Napasnya terengah-engah. Vania juga demikian, tubuhnya lemas, kelelahan.
Reza kemudian membaringkan dirinya di samping Vania, memeluknya erat. "Kau sangat luar biasa, Vania," bisik Reza, suaranya parau.
Vania tidak menjawab. Ia hanya bisa terisak dalam diam, air mata mengalir membasahi wajahnya. Ia telah melewati batasnya. Ia telah menyerahkan tubuhnya pada pria yang bahkan tidak ia kenal. Namun, saat ia melihat wajah Reza yang lelap, ia merasa aneh. Pria ini, meskipun kasar dan liar, tidak membuatnya jijik seperti para pria tua itu. Ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuatnya penasaran.
Vania tahu, malam ini ia mendapatkan uang seratus juta. Hutangnya lunas. Adiknya bisa sekolah dengan tenang. Namun, ia juga tahu, ia telah kehilangan sesuatu yang lebih berharga: dirinya sendiri. Apakah ini layak? Vania tidak tahu jawabannya. Ia hanya bisa berharap, malam ini adalah yang terakhir kalinya ia harus melakukan ini.
Bab 1 memabukkan
13/09/2025
Bab 2 menampilkan sisi kelamnya
13/09/2025
Bab 3 Suasana di dalam kelas
13/09/2025
Bab 4 Koridor
13/09/2025
Bab 5 tidak mampu menenangkan
13/09/2025
Bab 6 menerima pesan
13/09/2025
Bab 7 menghindari kontak mata
13/09/2025
Bab 8 tidak ada yang mengenalinya
13/09/2025
Bab 9 setelah dihantam materi
13/09/2025
Bab 10 diberikan Reza
13/09/2025
Bab 11 Vania melanjutkan pekerjaannya
13/09/2025
Bab 12 hari Minggu
13/09/2025
Bab 13 menenangkan Cinta
13/09/2025
Bab 14 tepat di sebelah Reza
13/09/2025
Bab 15 mengendalikan segalanya
13/09/2025
Bab 16 Reza tidak tinggal lama
13/09/2025
Bab 17 sedang berada di kamarnya
13/09/2025
Bab 18 mengisyaratkan Vania untuk menunggu
13/09/2025
Bab 19 Tugas yang diberikan Reza sudah selesai
13/09/2025
Bab 20 menyerah begitu saja
13/09/2025
Bab 21 menunggu pria itu
13/09/2025
Bab 22 Reza masih memeluk Vania erat
13/09/2025
Bab 23 Semua ini terasa seperti mimpi
13/09/2025
Bab 24 menjadi pernikahan terbaik
13/09/2025
Bab 25 Setelah malam lamaran
13/09/2025
Bab 26 Hilang
13/09/2025
Bab 27 Vania berlari
13/09/2025
Bab 28 tidak peduli
13/09/2025
Bab 29 amarahnya
13/09/2025
Buku lain oleh Andika Dwi Saputra
Selebihnya