Lelaki Itu Membeliku Bukan Mencintaiku
ah tangganya. Namun, selera makannya hilang. Pikirannya terus melayang pada Vania, pada senyum tulusnya saat menjemput adiknya, pada kesederhanaan kost-kostan yang ia lihat sore tadi. I
ara pria tua, dan menelan ludah dari setiap hinaan tiba-tiba muncul di benaknya. Ia tidak tahu mengapa, tetapi pikiran itu membuat hatinya terasa tidak nyaman. Ia tahu, Vania cerdas. Ia melihat sendi
sesuatu. Ia harus
harus menawarkan sesuatu yang tidak bisa ditolak oleh Vania. Sesuatu yang bisa membuatnya berhenti dari pekerjaan kotor itu.
k pekerjaan kantor yang menumpuk. Jika Vania menjadi asistennya, ia bisa membantunya. Dan yang p
kebingungan melihatnya pergi begitu saja. Ia tidak membuang waktu. Dengan cepat, ia menekan tombol l
iar. Ia memarkir mobilnya di tempat yang sama, di balik pohon besar. Ia menatap ke arah bangunan itu. Cahaya dari sal
kebingungan. Pintu terbuka. Namun, yang muncul adalah wajah mungil yang menggemaskan. Cinta, adik
?" tanya Cinta,
it, berusaha terlihat ramah. "Om.
akang. "Kakak, ada O
mbutnya diikat asal-asalan. Ia terlihat begitu berbeda dari penampilannya di kampus, lebih se
rgetar. "Dari mana Bapa
atar dan dingin. "Itu tidak penting," katanya. "Ada
g, merusak privasinya, dan berani bersikap seolah-olah ia berkuasa. "Tidak ada hal p
menarik-narik tangan Vania. "Ti
pan Cinta. Ia tidak mau adiknya tahu bahwa ia mengenal pria ini dengan cara yang koto
hanya ada sofa, meja makan kecil, dan sebuah televisi tua
ia tidak seharusnya berada di sana. Ia masuk ke dalam kamar, me
il dua buah gelas, lalu mengisinya dengan air putih dari dispenser. Ia meletakkan sal
eza, mengambil gelas itu
uduk di seberang Reza, menatapnya dengan curiga. "Ja
"Jadwal saya sangat padat. Ada banyak pekerjaan kantor yang har
keningnya. "Dan
tan. Kamu bisa mengendalikan pekerjaan saya. Saya lihat kamu serin
ia langsung. "Saya sudah si
a, suaranya rendah. "Kamu pikir saya tidak tahu apa yang kamu lakukan di ma
pak!" teriaknya. "Bapak tidak berhak menghakimi saya! Saya butuh uang! Saya harus melun
tenang, tetapi penuh kuasa. "Dan
menatap Reza, bing
yai sekolah adikmu sampai ia lulus kuliah. Saya akan memberimu gaji bulanan yang lebih dari cukup, bahkan tanpa kamu harus bekerja di tempat kotor itu. Saya juga akan memberimu tempat ti
ai apa yang ia dengar. Melunasi semua hutangnya? Membiayai sekolah Cinta? Gaji bulana
kan kepalanya. "Bayaran asisten dosen tidak s
ya, lalu meletakkannya di atas meja. "Saya serius, Vania," katanya. "Saya
sebuah dokumen. Dokumen itu adalah sebuah surat perjanjian. Vania mengambilnya, tanna te
rang tua pihak kedua yang sudah meninggal, membiayai sekolah Cinta, adik pihak kedua, sampai ia lulus kuliah, memberikan gaji bulanan sebesar 30 juta rupiah, dan memfasilitasi tempat tinggal yang layak dan sebuah mobil. Sebagai syarat
a rasakan adalah campuran antara kebahagiaan, kebingungan, dan ketakutan. Ia takut ini adalah jebakan. Ia takut ini adalah permainan kotor Reza. Tetapi, ia juga tahu, ini adal
a bisa melihat sedikit ketegangan di dalamnya. Reza juga menunggu. Ia
r. Ia memikirkan semua penderitaan yang ia alami selama ini. Ini adalah jalan keluar. Ini adalah jembatan menuju
lu menyimpannya di dalam jasnya. "Selamat datang di pekerjaan barumu, Vania," katanya datar. "Besok pagi, saya aka
ng berdiri di hadapannya. Ia tidak tahu mengapa pria ini melakukan semua ini. Ia tidak tahu apa yang ada di dalam
annya. Ia menjual hidupnya kepada pria yang ia benci. Pria