Rahim Yang Mengkhianati

Rahim Yang Mengkhianati

Andika Dwi Saputra

5.0
Komentar
507
Penayangan
52
Bab

Rafif tak pernah menyangka hidupnya akan tersandung pada kenyataan pahit itu. Dokter dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak bisa memiliki anak, bahwa impiannya untuk memiliki keluarga sendiri seolah tertutup untuk selamanya. Namun, beberapa minggu kemudian, Lina-istrinya-datang dengan senyum lebar yang sulit dibendung. "Rafif... aku hamil," katanya sambil menahan bahagia. Rafif seketika terpaku. Rasa bahagia seharusnya muncul, tapi hatinya malah hancur berkeping-keping. Bagaimana mungkin? Ia dinyatakan mandul, dan kini Lina mengatakan ia mengandung anaknya? Ketika Rafif masih berusaha menenangkan dirinya, Ibu datang. Mata ibunya menyiratkan sesuatu yang tak menyenangkan. Tanpa berkata banyak, ia menyerahkan sebuah ponsel yang menampilkan foto-foto Lina bersama pria lain. Segala rasa sakit, curiga, dan pengkhianatan menghantam Rafif sekaligus. Di dalam kepalanya, pertanyaan terus berputar tanpa jawaban: apakah Lina benar-benar berselingkuh? Ataukah ada rahasia lain yang selama ini disembunyikan darinya?

Bab 1 dihimpit oleh sesuatu yang tak terlihat

Rafif menatap langit pagi dari balkon rumahnya, tapi pikirannya jauh melayang ke kabar yang baru saja diterimanya. Kata-kata dokter masih terngiang di telinganya, bagai gema yang tak mau hilang: "Maaf, Pak Rafif, kemungkinan besar Anda tidak bisa memiliki anak."

Ia menundukkan kepala, menarik napas panjang. Jantungnya terasa berat, seolah dihimpit oleh sesuatu yang tak terlihat. Semua mimpi tentang keluarga kecil yang bahagia, tawa anak-anak yang memenuhi rumah, kini tampak runtuh begitu saja. Selama bertahun-tahun, ia dan Lina berjuang untuk memiliki anak. Mereka sudah mencoba berbagai cara, konsultasi ke dokter, melakukan prosedur, hingga pengobatan alternatif yang memakan waktu dan biaya. Tapi semua usaha itu kini sia-sia.

Rafif menatap foto pernikahan mereka di meja kecil, senyum Lina yang cerah dalam foto itu seakan menyindirnya. "Maaf, Lina... aku tidak bisa memberimu anak," gumam Rafif lirih. Hatinya perih, tetapi ia menolak untuk menangis. Selama ini, ia selalu berusaha kuat, untuk Lina, untuk dirinya sendiri, untuk citra diri yang selama ini ia bangun.

Pagi itu, Lina datang membawa kabar yang sama sekali tak ia duga. "Rafif... aku hamil," katanya sambil tersenyum, menatap Rafif dengan mata berbinar.

Rafif terpaku. Jantungnya berdebar kencang, tapi bukan karena bahagia. Ada rasa takut, bingung, bahkan sedikit marah yang bercampur menjadi satu. "Apa maksudmu... hamil?" suaranya serak. "Bagaimana bisa... aku... aku tidak bisa..."

Lina menggenggam tangan Rafif, mencoba menenangkan. "Rafif... aku juga kaget. Aku baru tahu beberapa hari yang lalu. Dokter bilang semuanya normal. Kita akan punya anak..."

Tapi Rafif tidak bisa menerima kata-kata itu begitu saja. Otaknya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tak masuk akal. Ia ingat semua tes, semua pemeriksaan, semua kata dokter. Semua itu mengatakan satu hal: ia mandul. Dan kini, Lina berkata ia hamil. Bagaimana mungkin?

Rasa cemas itu perlahan berubah menjadi kecurigaan. Rafif merasa ada yang disembunyikan Lina darinya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, meskipun suara hatinya menjerit agar tetap tenang. "Lina... kau tidak... kau tidak selingkuh, kan?"

Lina tersentak. Matanya membesar, seakan tidak percaya dengan pertanyaan itu. "Rafif... apa maksudmu? Tentu saja tidak! Aku hamil anak kita, Rafif. Percayalah padaku!"

Namun, di saat itu pula, Ibu Rafif muncul di ruang tamu. Matanya menatap tajam, wajahnya penuh ekspresi yang sulit dibaca. Tanpa banyak bicara, ia mengeluarkan ponsel dan menunjukkan foto-foto Lina bersama seorang pria.

Rafif menatap layar ponsel itu, napasnya tersengal. Rasa sakit menusuk dada, seolah sebuah belati menembus hatinya. Foto-foto itu terlihat jelas, Lina sedang tertawa dan bercengkerama dengan seorang pria di sebuah restoran. Ia bahkan terlihat memeluk pria itu dari belakang.

Rasa percaya Rafif hancur berkeping-keping. Ia merasa dikhianati, dibohongi, dan dipermainkan. Suasana di ruangan itu menjadi hening. Lina hanya bisa terdiam, matanya berkaca-kaca, sementara Rafif menunduk, mencoba menahan ledakan amarah dan kesedihan yang menguasainya.

"Ini... ini tidak mungkin," bisik Rafif. "Kau... kau bilang kau hamil anak kita, tapi ini... bagaimana bisa?"

Lina menunduk, suara gemetar. "Rafif... aku bisa jelaskan... aku... aku tidak tahu bagaimana ini terjadi..."

Namun Rafif tidak bisa mendengar penjelasan itu. Segala kecurigaan, rasa sakit, dan ketidakpercayaan menumpuk menjadi bola api di dalam dadanya. Ia memikirkan kemungkinan terburuk: Lina memang selingkuh, dan semua ini hanyalah kebohongan.

Ibu Rafif, yang sejak awal menaruh curiga pada Lina, hanya menatap Rafif dengan mata penuh kepastian. "Nak... ibu sudah bilang. Hati-hati dengan orang luar yang masuk ke hidupmu. Jangan sampai kau tertipu."

Rafif menunduk, air matanya mulai menetes tanpa ia sadari. Semua yang ia impikan tentang kebahagiaan keluarga kini terasa begitu jauh. Ia merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Lina mencoba mendekat, menggenggam tangannya, tetapi Rafif menyingkir. "Jangan sentuh aku," ucapnya dingin. "Aku... aku butuh waktu."

Lina hanya bisa menangis, menatap suaminya yang kini begitu berbeda. Ia ingin menjelaskan semuanya, ingin Rafif percaya, tapi kata-kata tidak cukup. Foto-foto itu terlalu nyata, terlalu menghancurkan.

Hari itu, Rafif menghabiskan waktu dengan dirinya sendiri, berjalan tanpa arah di halaman rumah, mencoba mencerna semua yang terjadi. Rasa sakit, kemarahan, dan kekecewaan bercampur menjadi satu. Ia merasa dikhianati oleh orang yang paling ia cintai, dan sekaligus merasa bersalah karena tidak bisa memberikan anak pada istrinya.

Sementara itu, Lina duduk di ruang tamu, menatap ponsel yang sama, matanya penuh air mata. Ia ingin Rafif percaya, tapi bagaimana bisa ketika bukti-bukti itu ada di depan mata? Ia merasa frustasi, terjebak di antara rasa bersalah dan keinginan untuk mempertahankan cintanya pada Rafif.

Beberapa hari berlalu, tapi ketegangan di rumah itu tidak berkurang. Rafif semakin tertutup, jarang berbicara, dan setiap kali melihat Lina, hatinya terasa perih. Ia mulai menyelidiki, mencoba mencari tahu siapa pria dalam foto itu, dan bagaimana bisa Lina berada di sana. Semua pikirannya dipenuhi rasa curiga dan pertanyaan tanpa jawaban.

Di sisi lain, Lina mulai merasakan tekanan yang berat. Ia merasa hidupnya seperti berada di ujung jurang. Ia tidak pernah menyangka bahwa kehamilannya yang seharusnya membawa kebahagiaan justru menjadi sumber konflik yang begitu besar. Ia mulai mempertanyakan hubungannya sendiri, apakah cinta Rafif untuknya cukup kuat untuk melewati badai ini.

Suasana rumah yang dulu penuh canda dan tawa kini berubah menjadi dingin dan sunyi. Rafif dan Lina hidup berdampingan, tapi seolah terpisah oleh tembok tebal yang dibangun dari rasa curiga, sakit hati, dan ketidakpercayaan. Setiap percakapan mereka selalu berujung pada pertengkaran, atau keheningan yang menusuk hati.

Rafif tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin percaya, tapi hatinya terlalu terluka. Ia ingin menahan Lina, tapi rasa sakit itu terlalu dalam. Ia ingin mencintai istrinya seperti dulu, tapi bayangan foto-foto itu selalu muncul di benaknya, menghancurkan segalanya.

Di malam hari, Rafif duduk di kamar sendirian, menatap langit-langit kamar. Ia merasakan kehampaan yang begitu dalam, seolah dunianya kehilangan warna. Lina, yang kini tidur di kamar yang sama, hanya bisa menahan tangis, berharap keajaiban akan datang, bahwa Rafif suatu saat akan percaya padanya lagi.

Namun, malam itu, tidak ada kata-kata yang terucap. Hanya kesunyian yang menutupi ruang itu, seolah memberitahukan bahwa hidup mereka kini telah berubah selamanya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Andika Dwi Saputra

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Rahim Yang Mengkhianati
1

Bab 1 dihimpit oleh sesuatu yang tak terlihat

11/09/2025

2

Bab 2 Lina bersama pria lain

11/09/2025

3

Bab 3 Beberapa hari setelah malam yang penuh keheningan

11/09/2025

4

Bab 4 rumah Rafif terasa lebih sunyi

11/09/2025

5

Bab 5 Suasana pagi

11/09/2025

6

Bab 6 akan menjadi malam yang menentukan

11/09/2025

7

Bab 7 rumah jauh lebih menyesakkan

11/09/2025

8

Bab 8 hanya gosip murahan

11/09/2025

9

Bab 9 mengundang sekaligus menakutkan

11/09/2025

10

Bab 10 Sorotan kamera

11/09/2025

11

Bab 11 Kebenaran Akan Terungkap

11/09/2025

12

Bab 12 Pesan dari Aditya

11/09/2025

13

Bab 13 Katakan yang sebenarnya

11/09/2025

14

Bab 14 telepon dari media

11/09/2025

15

Bab 15 Hari yang ditakuti akhirnya tiba

11/09/2025

16

Bab 16 menghiasi headline

11/09/2025

17

Bab 17 sekadar ingin menyaksikan

11/09/2025

18

Bab 18 suasana rumah keluarga

11/09/2025

19

Bab 19 Rahasia terbesar

11/09/2025

20

Bab 20 meninggalkan kerumunan

11/09/2025

21

Bab 21 Teruslah gali

11/09/2025

22

Bab 22 membiarkan itu terjadi

11/09/2025

23

Bab 23 Rumah sakit

11/09/2025

24

Bab 24 ulang kasus

11/09/2025

25

Bab 25 Semua sudah siap

11/09/2025

26

Bab 26 Selama kita bersama

11/09/2025

27

Bab 27 perdebatan

11/09/2025

28

Bab 28 Malam menurunkan tirainya

11/09/2025

29

Bab 29 Kasus Lina dan Rafif

11/09/2025

30

Bab 30 Reporter berbicara lantang

11/09/2025

31

Bab 31 hadir melalui panggilan

11/09/2025

32

Bab 32 Suasana kantor hukum

11/09/2025

33

Bab 33 Semua orang tahu

11/09/2025

34

Bab 34 suasana berbeda

11/09/2025

35

Bab 35 menahan amarah

11/09/2025

36

Bab 36 bersahutan

11/09/2025

37

Bab 37 beberapa sudut halaman

11/09/2025

38

Bab 38 menerima ancaman

11/09/2025

39

Bab 39 Kau yakin Jodi aman

11/09/2025

40

Bab 40 pukul sebelas malam

11/09/2025