Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
338
Penayangan
5
Bab

Sri gadis remaja terpaksa menikah saat usia remaja. Perubahan dalam hidupnya, membuat ia terganggu mentalnya, akibat trauma dan juga luka batin yang ia rasakan. Seorang pria brengsek yang tega mencuri kehormatannya sehingga membuahkan hasil seong putri yang tak bisa di cintanya. Apa jadinya jika ternyata pria itu adalah seseorang yang sangat dekat dengannya, bahkan yang seharusnya menjaganya. Perjalanan hidup yang tak sesuai ekspektasinya perlahan mendewasakan gadis itu. Mengantarkan ia menjadi gadis yang tangguh dan juga memiliki alasan kuat untuk bangkit dan bertahan.

Bab 1 Sri yang malas

CERITA INI HANYALAH FIKTIF BELAKA

TOKOH, TEMPAT DAN JALAN CERITA HANYALAH IMAJINASI PENULIS. TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN KISAH DI DUNIA NYATA.

TOLONG AMBIL BAIKNYA DAN BUANG BURUKNYA

SELAMAT MENIKMATI CERITA

DITUNGGU KOMEN

KRITIK DAN JUGA SARANNYA.

******

Sri,kamu itu loh udah punya anak, sifat malasnyadikurangi."

Omelan wanita paruh baya itu menggema di seluruh ruangan.Tangannya sibuk kesana kemari membereskan kamar yang tampak sangat berantakan.

"Suami berangkat kerja, malah masih enak tidur. Anakkamu dari tadi nangis minta susu jangan dibiarin."

Lelah sudah mulutnya berbusa, tampak tak di gubris olehputrinya. Si pemalas itu masih asik bergelung di balik selimut tebalnya.

Wanita paruh baya itu menarik nafas, lantas berjalan menuju dapur. Tak tega membiarkan cucunya menangis sedari tadi, akhirnya ia buatkan susu juga.

"Rani haus" di usapnya rambut cucunya.

Gadis kecil usia belum genap tiga tahun itu mengangguk antusias, lantas dengan lahap meminum susunya.

Sudah pukul sembilan ibunya masih belum bangun. Entah sudah berapa lama anak ini menangis, yang jelas matanya sudah sembab, suara pun ikut serak. Mungkin jika ia tak datang, anak itu akan menangis sampai tertidur lagi.

****

Gadis kecil itu kini tampak lebih rapih, setelah mandi dan dipakaikan bedak oleh neneknya. Bau apek dan pesing yang sedari tadi melekat pada tubuhnya, berganti dengan aroma minyak telon dan juga bedak khas bayi.

"Rani lapar, kita makan ya. Tadi nenek bawakan lauk ayam goreng kesukaan Rani". Sang nenek menyuapi cucunya dengan telaten.

Anak itu lahap sekali. Entah apa dia semalam makan atau tidak. Berkali-kali bertambah nasi barulah ia berhenti makan.

"Nyang ...(kenyang)".

"Rani kenyang?"

"Heem" anak itu mengangguk. Matanya mulai sayu.

"Rani ngantuk kita bobo di kamar, ya"

Rukayah sang nenek segera menggendong cucunya. Di elus-elus sebentar, anak itu langsung tertidur. Sementara di liatnya sekilas sang putri masih memejamkan mata. Tak ada tanda-tanda ia akan bangun. Tak ingin mengomel lagi, wanita itu langsung menyingsingkan lengan bajunya. Di ambilnya air satu gayung penuh, lalu menyiramkannya ke badan anaknya itu.

"Air ... Air ... Banjir" Sri langsung gelagapan, tangannya melambai-lambai ke samping, seperti hendak berenang.

"Ibu ... " Teriaknya kencang

"Kenapa aku disiram" wanita itu bersungut-sungut, marah, di raihnya handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandi.

"Kapan datang, Bu?"

Wanita itu sudah terlihat lebih rapih, dengan home dress selutut yang membalut tubuh jenjangnya.

"Udah sejak tadi, saat Rani menangis kencang. Mungkin kalau ibu tak datang ia akan tertidur dengan perut lapar"

"Salahnya sendiri gak sabaran nunggu aku bangun"

"Kamu itu ya Sri, ibu suruh ngontrak agar kamu mandiri biar gak apa-apa ngandelin ibu. Sudah seminggu pindah rumah, kamu belum ada perubahan." ucap wanita paruh baya itu, sambil tangannya sibuk melipat tumpukan baju yang sudah berhari-hari berada di atas sofa ruang tengah itu.

Tanpa peduli ocehan ibunya, wanita itu langsung mengambil makanan yang tadi di bawa sang ibu. Melahap makanan yang masih berada dirantang sampai tandas, bahkan untuk sekedar mengambil piring saja ia malas.

"Kamu habiskan semua makanannya? Lalu Rani nanti siang makan apa?"

"Nanti kan ibu bisa masak lagi" jawabnya dengan santai. Kini ia tengah sibuk membersihkan jari-jarinya dengan mulut, lalu masuk ke kamar tanpa mencucinya lagi.

Rukayah bergedik geli, melihat kelakuan putrinya.

Terdengar ketukan pintu bertalu-talu, di saat wanita paruhbaya itu melipat pakaian anak menantu beserta cucunya.

"Bu, maaf Sri nya ada?" Wanita paruh baya bergincu semerah darah, berdiri di hadapan ibu Rukayah saat ia membuka pintu.

"Ada apa ya Bu?"

"Oh ini Bu, saya mau nagih cicilan baju ibu Sri"

"Berapa jumlahnya, Bu"

"Totalnya satu juta lima ratus, di cicil sekaliseminggu, tiga ratus ribu selama lima Minggu, Bu"

"Sebentar ya, Bu, saya panggil anaknya dulu"

"Baiklah Bu, tolong jangan lama ya, saya masih maunagih ketempat lain."

Ibu Rukayah berjalan ke arah kamar, saat pintu ia Buka terlihat Sri yang sedang rebahan sambil menatap layar hp di tangannya.

"Sri di depan ada yang nagih hutang, sana kamu bayar dulu"

"Oh ... Itu kemaren aku ambil baju bagus banget loh Bu, seragam sama Mas dan Rani."

Bu Rukayah menghela nafas, satu lagi kebiasaan buruk anaknya ini, senang berbelanja entah perlu atau tidak, yang penting suka langsung ambil saja. Sebenarnya tak masalah kalau mereka berkecukupan. Gaji suaminya sebagai honorer di institusi pemerintah itu, hanya cukup untuk hidup sederhana saja.

"Bayar dulu ya Bu, aku gak pegang uang" nah ini yang Bu Rukayah takutkan, unjung-ujungnya dia yang akan bayar.

"Ini terakhir kalinya ibu bayar hutangmu, lain kali jangan harap lagi" Bu Rukayah pergi dengan gondok setengah mati. Dia memang bukanlah orang berada. Tetapi toko kelontong miliknya sebenarnya cukup untuk mereka hidup layak. Hanya saja dia tak ingin putrinya selalu bergantung padanya, dia ingin putrinya lebih mandiri dan bertanggung jawab.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku