Merenda Cinta

Merenda Cinta

Dhiya Riz

5.0
Komentar
107
Penayangan
12
Bab

Aileen merupakan putri bungsu keluarga Hadiwidjaya--salah satu pengusaha sukses bidang properti di negeri ini. Demi meraih impiannya sejak kecil untuk menjadi designer interior terkenal, ia rela pergi jauh ke San Fransisco untuk meneruskan kuliah di Stanford University. Namun, apa jadinya jika jalan menuju tangga kesuksesan untuk meraih cita-cita telah terbuka, tetapi papanya justru menjodohkannya dengan orang yang telah membuat kesal sejak awal pertemuannya. Hasby Al Azizy nama lengkapnya. Pemuda lulusan S2 Universitas Al Azhar, Mesir. Putra sahabat papa Aileen yang terkenal murah senyum tetapi irit bicara. Apakah Aileen akan tetap menerima perjodohan papanya? Bagimana cara Hasby menghadapi Aileen si gadis manja yang cerdas dan penuh pesona itu? Ikuti kisah perjalanan Aileen dan Hasby dalam menelisik setiap celah demi hadirnya cinta terindah dalam hidupnya.

Bab 1 Pertemuan di Bandara

"A-apa, Ma? Me-menikah?" Gadis yang baru saja pulang dari menyelesaikan studinya di Universitas Stanford, San Fransisco tadi siang itu mencari kepastian jawaban pada mamanya. "A-aku salah dengar, kan, Ma?"

"Enggak, Nduk. Kamu nggak salah dengar. Calon suaminya pun juga sudah ada." Papa menimpali.

"A-apa, Pa?"

Bagai ditimpa palu godam. Gadis itu sontak terdiam. Mulutnya tak bisa berkata-kata lagi. Tubuhnya terasa bak tak bertulang.

Ia menyandarkan punggungnya di kursi. Makan malam yang ia harapkan berlangsung dengan penuh cinta, berganti menjadi suasana yang memberinya rasa kecewa.

Gadis berambut lurus sebahu itu mendesah. Kedua tangannya sibuk memainkan makanan di piringnya. Suasana menjadi hening. Tak satu pun kata terdengar terucap. Hanya sesekali dentingan sendok dan garpu menghiasi suasana yang terasa kaku.

"Papa dan Mama nggak serius, kan?" Sekali lagi gadis berbulu mata lentik itu mengajukan tanya kepada kedua orang tuanya. Masih berharap bahwa mereka hanya bercanda saja.

"Tapi Aileen baru saja pulang, Pa, Ma. Masih ingin mengejar cita-cita yang sudah lama Ai impikan. Meniti karir menjadi seorang designer interior terkenal. Sebelum nanti bergabung dan bekerja di perusahaan Papa. Tapi, kok, malah ...." Kembali ia mensesah. Raut kecewa di wajahnya benar-benar tak bisa ia sembunyikan.

"Kalo gini, ngapain dulu Aileen kuliah jauh-jauh ke San Fransisco. Kalo akhirnya Cuma ingin segera dinikahkan." Ia menjeda kalimatnya sembari meneguk air putih dari gelas di depannya.

"Kenapa nggak Kak Tomy aja, sih." Protesnya yang langsung ditanggapi dengan pandangan memelotot dari sang kakak.

"Sudahlah, Aileen .... Papa dan Mama sudah memikirkan hal ini matang-matang." Laki-laki berumur 58 tahun itu menepuk bahu anak gadisnya sebelum beranjak meninggalkan tempat duduknya.

Usai makan malam, gadis berusia 23 tahun itu mengayunkan langkah menuju kamar tidurnya. Ia menghempaskan tubuh ke spring bed bersprei warna favoritnya, hijau. Ia memukulkan kepala berulangkali ke atas bantal yang berisi bulu angsa kesayangan. "Aku benci! Aku benci!" Tangannya juga tak mau kalah memukuli bantal empuknya.

Drrrt drrrt drrrt.

Bunyi getaran ponsel yang terletak di atas meja kecil samping tidurnya menyita perhatiannya. Gegas ia bangun dan mengambil benda pipih itu.

[Hai.] Sebuah sapaan dari seberang membuatnya terdiam sejenak. Namun, detik berikutnya kedua sudut bibirnya terangkat hingga membentuk lengkungan indah di bibir idealnya.

Namanya Aileen Hadiwidjaya. Anak bungsu dari salah satu pengusaha properti terkenal di negeri ini.

***

Suara ketukan sepatunya terdengar jelas di sepanjang koridor yang dilewati. Seorang gadis mengenakan kerudung pashmina dan masker medis warna biru muda terlihat berjalan dengan tergesa di antara penumpang yang baru saja tiba di terminal penjemputan bandara.

Tangan kanannya menarik koper besar berwarna hitam. Sedangkan tangan kirinya sibuk menekan beberapa tombol di ponsel warna emasnya. Fokus pandangannya terbagi antara pada benda pipih yang dipegangnya dan jalan yang dilaluinya.

Bruk!

Langkah gadis itu segera terhenti. Sejenak ia terlihat gelagapan. Karena melihat buku yang dipegang orang yang ditabraknya berjatuhan.

"Oh, I'm so sorry, Mister." Gegas ia berjongkok mengambil buku-buku tebal yang berceceran di bawah kakinya. Namun, kalah cepat dengan tangan laki-laki sang pemilik buku. Dari tiga buku, hanya satu yang berhasil diambil Aileen. Ia melirik sekilas judul apa yang tertera di atasnya. "Tulisannya arab," batinnya.

"Sorry." Gadis yang mengenakan celana jeans dan outer selutut itu menyerahkan buku yang dipegangnya kepada laki-laki berkaca mata hitam di depannya.

Sebuah senyum dan anggukan sebagai jawaban. Tangan kanannya menerima buku sekaligus menyerahkan ponsel milik gadis di depannya yang terlepas dari genggaman tanpa disadari pemiliknya.

"Owh. Thanks." Tanpa menjawab lagi, laki-laki itu berlalu dari hadapan gadis berparas cantik itu.

"Ck! Sontoloyo." Gadis itu mencebikkan bibir mengiringi langkah panjang laki-laki yang baru saja meninggalkannya. Tanpa disangka, ternyata pada waktu yang sama laki-laki itu berhenti dan menoleh ke arahnya.

Namun, Dewi Fortuna seolah berpihak kepada sang gadis. Orang yang sejak tadi ia nanti, tetiba menghampiri.

"Hai! Dah lama nunggu?" Seorang lelaki merentangkan kedua tangan memeluknya. Dari balik lengan si pemeluk, mata indah gadis ayu itu memandang ke arah laki-laki yang masih berdiri tak jauh darinya. Beberapa detik pandangan mereka saling bersirobok. Setelah itu laki-laki bertubuh tinggi itu membalikkan badan dan melanjutkan langkahnya sambil menarik sebuah koper besar dan tas punggung berwarna hitam.

"Mana Mama sama Papa, Kak?"

"Nggak ikut. Itu siapa?"

"Siapa?" Lelaki yang dipanggil kakak itu mengarahkan dagunya ke laki-laki yang semakin menjauh dari pandangannya.

"Tau! Orang sombong nggak penting. Nyebelin banget!"

"Nyebelin apa-"

"Apa, apa?" Mata gadis itu memelotot ke arah kakaknya. Lalu gegas melangkah lebar menuju pelataran parkiran. Ia meninggalkan koper besar yang dibawanya begitu saja.

***

Bersambung

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku