Merenda Cinta
ya, Le. Pak Arya sakit," ucap A
arna putih itu menengok kanan-kiri. Mencari bengk
a mengambil ponsel hitamnya. Lal
ir hujan tambah deras. Sekalian nyari bengkel untuk m
*
mbuat perjalanan lebih lambat. Apalagi beberapa titik
ke sebuah gedung bertingkat tiga. Bangunan megah dengan banyak lampu
ng mereka tumpangi berh
t inap yang ditempati sahabat Abi Hasby, Arya Hadiwidjaya. Parsel yang mereka persiapkan untuk be
belum dat
ad yang
ng ke rumah kita b
ang menyebalkan i
, Nd
g instan hitam itu merutuki diri. Menyesal atas kalimat
gkah terkejutnya ia, ternyata pintu itu tidak tertutup rapat. Dan lebih kaget lagi, i
rang yang tengah berdiri di bibir pintu. Mukanya t
s berbibibr ideal itu menghentak-hentakkan kedua
amua'a
tri Pak Arya menyambut dua ta
nap kelas VVIP dengan fasilitas yang lengkap dan cukup luas. Perempuan bersanggul t
aya yang minta Tomy untuk menghubungi Pak Ahmad. Karena sejak Mas Arya dibawa ke r
ut Pak Ahmad hanya m
kit apa, Bu?" tany
idak langsung menjawab. Ia menunduk beb
gga kini belum diketemukan obatnya. Kondisinya sekarang semakin mengkhawa
anjang mendengar cerita Bu Hartati.
ka larut dalam pikir
ak Arya meman
menggenngam tangan laki-laki yang terbaring di brankar. Lalu kedua sud
duduk di sofa pojok ruangan. Pak Ahmad dan Hasby mengangguk sembar
asih sudah dijenguk," ucapnya sambil ters
barmu,
engucapkan itu dengan tulus. Hingga menyentuh hati orang yang didoakann
ah ada yang memilikinya, Nak?" Hasby menatap Arya dan abinya berg
ng selang infus itu tersenyum. Lalu mengalih
gin punya mant
t tawa oleh Arya dan istrinya. Namun, tidak dengan Hasby. Ia
by. "Bagaimana anak muda
a. Pikirnya melayang pada sosok indah yang mulai mengganggu ha
ri lamunannya. Akhirnya hanya sebuah sen
terus dijawab dengan senyuman, itu artinya di
muda,
ketika terdengar pintu rua
sam