Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Hari ini merupakan hari terakhir para murid kelas XII berseragam sekolah sebagai siswa-siswi di SMA Penabur Bunga. Kemarin semua siswa dan siswi telah dinyatakan lulus seratus persen. Untuk merayakan kelulusan tersebut, maka pihak sekolah mengadakan pentas seni untuk terakhir kalinya bagi siswa siswi kelas XII tersebut.
Empat orang cewek yang duduk di pojok kiri paling depan dan baris nomor dua terlihat tegang, kontras dengan suasana gaduh isi kelasnya dan lingkungan sekitar.
"Sesuai dengan perjanjian kita waktu kelas dua di awal, hari ini hari penentuan kisah cinta kita," ucap Danisha serius.
"Tapi kalo ditolak gimana?" tanya Grenda.
"Itu sih, risiko kita kali," jawab Gisella enteng.
Ketiga gadis itu melirik salah satu sahabat mereka yang sama sekali tidak berkomentar tentang yang sedang mereka diskusikan. Sontak sang gadis yang merasa dirinya jadi tujuan lirikan, hanya mendelik sebal pada mereka semua.
"Kenapa sih liatin gue segitunya?!" ketus Clarista.
Dan ketiga sahabatnya itu mengedikan bahu tak peduli.
"Pokoknya sebelum pensi dimulai kita jalani misi perjanjian kita. Apa pun hasilnya harus diterima. Janji harus ditepati. Gimana setuju, kan?" ucap Danisha yang diikuti anggukan dari ketiga sahabatnya.
*****
Keempat sahabat ini melangkah menuju koridor XII IPS 4, target pertama mereka yaitu Giovanni Putra. Cowok kalem blasteran Indonesia - Swedia, salah satu anak pengusaha dealer motor dan mobil di kota ini. Banyak yang menyangka kedekatan Gio dan Gisella selama ini adalah kedekatan sepasang kekasih. Namun, kenyataannya sampai detik ini, baik Gio maupun Gisella tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka.
"Tarik napas! Embuskannn ... Tarik napasss .... Embuskannn ..." Danisha memberikan contoh pada Gisella untuk mengurangi ketegangannya.
"Gimana penampilan gue? Udah oke belom sih?" tanya Gisella gugup sambil memelintir rambut panjangnya yang sudah dikeritingnya.
"Lo udah cantik, Gisell. Udah buruan sana. Keburu Gio kabur," ucap Clarista datar.
"Iya. Sana buruan. Keburu nanti target gue ngilang," ucap Grenda mendorong pelan bahu Gisella.
Gadis itu menghela napas panjang sebelum melangkah menuju Gio yang terlihat sedang bercanda gurau di depan kelasnya.
"Good luck, Gisell!" ucap Danisha, Clarista dan Grenda bersamaan.
Dengan langkah percaya diri dan menebar senyum berseri-seri, Gisella menghampiri Gio. Ditepuknya bahu Gio pelan dan Gio terlihat kaget, tapi raut wajahnya berubah seketika menjadi ceria kembali sesaat menatap Gisella.
"Hei, kamu ngapain ke sini?" tanya Gio pada Gisella.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Gi," ucap Gisella.
"Ngomong? Ngomong apa? Ya,udah. Ngomong aja kali," ucap Gio santai.
Terlihat Gisella menarik nafas panjang dan membuat jeda agak lama, lalu kemudian Gisella memulai perkataannya.
"Aku suka sama kamu, Gi. Kamu mau nggak jadi pacar aku?" Seketika situasi yang riuh di sekeliling Gio dan Gisella mendadak hening ketika mendengar ucapan lantang yang diucapkan Gisella.
Gio terlihat kaget, tapi ia dengan cepat lagi mengubah raut wajahnya menjadi serius.
"Gisell, Kamu serius nembak aku? Di sini?" bisik Gio.
Gisella hanya menganggukkan kepala dengan santai dan matanya tetap menatap Gio dengan penuh harap.
"Terimaaa ... Terimaaa ...Terimaaa..." Koridor itu seketika riuh akibat sorak sorai teman-teman mereka yang sedang berada di sekitar kelas Gio dan laki-laki itu terlihat menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal.
"Tapiii ... Kenapa kamu yang nembak aku sih!" gerutu Gio.
"Duh buruan deh, kamu tinggal jawab. Mau apa nggak nih? Nggak usah lama deh!" ucap Gisella kesal.
"Iyalah. Aku mau jadi pacar kamu. Mulai hari ini kita jadian."
Gio menarik Gisella kedalam pelukannya, hingga membuat teman-teman yang berada disekitar sana bertepuk tangan gemuruh tak terkecuali Danisha, Clarista dan Grenda. Mereka bertiga ber-highfive bersama.
"Oke ... Kita ke target kedua," seru Grenda pada kedua sahabatnya.
"Kamu udah siap, Sha?" tanya Clarista pada Danisha.
"Siap nggak siap harus siap, 'kan?" ucap Danisha yang dijawab anggukan dari kedua sahabatnya.
"Ya, udah. Ayo, kita ke kelasnya Dima," ajak Grenda tak sabaran.
Ketiga sahabat ini berjalan menuju kelas Dima Gornova, salah satu siswa berprestasi dibidang olahraga Karate. Dima ini selain tampan, dia juga laki-laki yang supel dan Dima adalah anak tunggal dari pasangan chef terkenal di Indonesia.
"Tuh, Dima. Astagaaa...! Dia makin kece aja kalo diem begitu," goda Clarista yang dihadiahi cubitan pipi dari Danisha.
"Denger ya, Cla. Dima itu cuma punya Danisha. Kita udah bareng-bareng dari dulu. Dima itu soulmate gue banget tau nggak?" jelas Danisha panjang lebar.
Clarista hanya terkekeh saat mendapat respon dari gurauannya pada Danisha.
"Duh, sana deh buruan ke situ. Tembak si Dima, jangan ngomong mulu!" omel Grenda.
"Iya, bawel! Iya," ketus Danisha.
Danisha bergerak menuju Dima dan terlihat Dima sedang mengotak atik ponsel berlogo apel digigit keluaran terbarunya dengan serius. Di luar kelas nampak, Gisella berlari dengan wajah semringah menuju Clarista dan Grenda untuk ikut serta mengintip aksi yang akan dilakukan Danisha.
Gadis itu duduk persis di depan Dima dan sang laki-laki segera mengalihkan tatapannya, karena merasakan kehadiran seseorang. Wajahnya yang tadi terlihat serius kini berubah menjadi tersenyum senang, begitu pun Danisha.
"Kok kamu di sini? Nggak ke aula?" tanya Dima yang kini fokus pada Danisha.
"Nggak, nanti aja. Aku ke sini ada perlu sama kamu, Dim," ucap Danisha.
"Perlu? Kamu perlu apa? Kenapa nggak chat aku aja? Biar nanti aku anterin ke kamu." Danisha menggeleng cepat, membuat Dima sedikit bingung.
"Aku mau ngomong langsung ke kamu kok. Bukan lewat chat dan ini penting banget, Dim." Dima tersenyum simpul mendengar ucapan Danisha.
"So? Kamu udah di sini, kan? terus apa yang penting?" tanya Dima lembut.
Di luar kelas, Clarista, Gisella dan Grenda terlibat percakapan kecil.
"Njirrr ... Dima so sweet banget sih," ucap Grenda.
"Duh, aku kenapa jadi baper ya sama Dima?" Gisella menambahkan.
Clarista hanya tersenyum kecil mendengar ucapan kedua sahabatnya itu dan matanya terus tertuju pada Dima dan Danisha.
"Aku tau kalo kita udah dijodohkan, tapi hari ini aku mau nembak kamu," ucap Danisha yang disambut kekehan Dima, "kamu kenapa ketawa sih? Apanya yang lucu?" lanjut Danisha kesal.
"Abisnya kamu lucu banget deh. Kita 'kan mau tunangan. Jadi ngapain kamu mau nembak aku? Yang ada harusnya aku yang nembak kamu," jelas Dima seraya membelai rambut Danisha.
Tak ayal gadis itu mencebikkan bibirnya, "Udah deh. Kamu tuh lama banget. Kenapa nggak kemarin-kemarin kalo mau nembak aku?" ketus Danisha.
"Maaf Shasa, Sayang," ucap Dima sembari mengelus puncak kepala Danisha.
"Ya, udah. Sekarang kamu mau nggak jadi pacar aku?" tanya Danisha lagi.
"Aku mau jadi tunangan kamu, bukan cuma jadi pacar kamu," jawab Dima dengan senyuman sejuta watt.
"Nggak usah nyebelin deh! Aku serius! Jawab dulu aja. Mau nggak jadi pacar aku sekarang? Masalah tunangan itu besok-besok, urusan kamu yang minta aku buat mau ga jadi tunangan kamu," cerocos Danisha panjang lebar.