Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Nostalgia Cinta

Nostalgia Cinta

Sekarjagat

5.0
Komentar
143
Penayangan
7
Bab

"Sam, please stop it." Perempuan itu bergerak menjauh, mendorong dada bidang Sam yang sejak tadi berusaha mengimpitnya. "Kita tidak seharusnya melakukan hal seperti ini." Nadia berusaha melepaskan diri dari pelukan Sam. Sementara pria tampan bertubuh tegap itu tampak tak terima dengan penolakan Nadia. Dia kembali mendekat. Namun, Nadia segera menahan langkahnya dengan kedua tangan. "Please stay away, Sam. Apa kamu lupa, aku ini calon kakak iparmu."

Bab 1 Samuel Widjaya

'Nad, jangan terlalu banyak minum. Don't get too drunk. Stay sober, okay? Call me when you're finish. Aku akan kirim sopir untuk jemput kamu.'

Nadia menatap pesan dari kekasihnya dengan bibir tersenyum. Kesadarannya sudah mulai berkurang setelah menghabiskan segelas coaktail yang ia pesan, padahal dia sudah berjanji pada dirinya sendiri hanya akan memesan orange jus.

Tapi, apa boleh buat. After birthday party salah satu rekan kerjanya di kantor yang diadakan di sebuah kelab ini terlalu meriah untuknya. Meskipun sejak tadi hanya Nadia yang duduk manis tanpa menghiraukan teman-temannya yang sudah turun ke lantai dansa.

Alih-alih mengikuti teman-temannya yang terlihat begitu menikmati pesta malam itu, Nadia lebih memilih untuk menikmati minumannya sendiri. Alhasil, sekarang keadaannya sudah tipsy. Bahkan Nadia tanpa sadar telah memesan gelas keduanya.

Akhir-akhir ini pekerjaannya di kantor sedang menumpuk. Belum lagi desakan Ray untuk segera membawa hubungan mereka ke jenjang pernikahan.

Berkali-kali Ray membujuk Nadia untuk bertemu dengan orang tuanya, tapi gadis itu merasa belum siap.

Nadia bukannya tidak ingin menikah dengan kekasihnya itu. Hanya saja ... ah, entahlah. Keraguan masih menyelimuti hatinya. Apakah dia benar-benar yakin akan menghabiskan seluruh sisa hidupnya dengan pria seperti Ray? Dia belum menemukan jawabannya hingga sekarang.

Setelah kebersamaan mereka hampir lima bulan belakangan ini, Nadia merasa cinta Ray terlalu menyesakkan. Mengimpitnya hingga sulit bergerak.

Dulu, Nadia merasa menjadi gadis paling istimewa dengan perhatian ekstra dan sikap manis Ray padanya. Namun, lama-lama sikap Ray yang posesif membuat Nadia merasa sangat sesak.

Narayan Sadewa adalah seorang dokter yang tampan dan begitu memujanya. Mereka tak sengaja bertemu karna Ray adalah dokter yang merawat Wisnu, ayah Nadia saat sedang sakit hampir setahun yang lalu.

Jemari lentik Nadia belum sempat mengetik pesan balasan untuk Ray, saat tiba-tiba saja perempuan itu merasa sangat mual dan pusing.

Buru-buru Nadia bangkit dari duduk dan berjalan terhuyung menuju toilet. Matanya memejam sesaat untuk menghalau rasa pening di kepalanya. Sekarang, matanya tak bisa melihat dengan jelas. Jalanan di depannya seolah bergerak-gerak, membuatnya sulit fokus dan bertambah pusing. Hingga Nadia harus berpegangan pada dinding demi mencapai toilet yang jaraknya sudah dekat dengannya.

Begitu dia melihat tulisan 'Rest room' di depannya, Nadia segera masuk tanpa memedulikan apapun lagi. Gadis itu berlari ke salah satu bilik yang terbuka dan memuntahkan semua isi perutnya di sana.

Nadia terduduk lemas usai puas mengeluarkan sesuatu yang sejak tadi mengaduk-aduk lambungnya. Setelah mengatur napas dan merasa sedikit lebih baik, Nadia bangkit kemudian keluar dari dalam bilik.

Namun, gadis itu terkejut saat tatapannya terpaku pada seorang pria yang berdiri tegak di hadapannya. Seorang pria dengan kemeja sedikit kusut, yang bagian lengannya sudah tergulung hingga siku.

Pria itu sedang menatapnya tanpa berkedip.

Nadia mengerjap sesaat untuk memastikan penglihatannya. Apakah seseorang yang sedang berdiri dengan tangan terlipat di depan dada itu benar-benar laki-laki? Atau ... semua ini hanya halusinasinya saja?

Bukankah ini toilet untuk perempuan? Bagaimana bisa seorang laki-laki masuk ke dalam toilet wanita?! Dasar laki-laki mesum!

"Sepertinya kamu terlalu banyak minum," ucap lelaki itu sambil melangkah maju mendekati Nadia.

Refleks Nadia beringsut saat menyadari dirinya berada dalam bahaya. Bisa saja lelaki mesum ini ingin melakukan sesuatu yang tidak-tidak padanya. Namun, posisi Nadia terpojok karna punggungnya sudah menempel pada pintu di belakangnya, membuatnya tak bisa bergerak ke mana pun.

"Jangan mendekat! Dasar pria mesum! Ngapain kamu masuk toilet wanita!" teriak Nadia dengan napas terengah. Penglihatannya masih sedikit kabur, bahkan dia tidak bisa melihat dengan jelas wajah si pria.

Tapi, Nadia masih bisa melihat sudut bibir pria itu menyunggingkan senyum saat ia berjalan semakin mendekatinya.

"Stooop!" teriaknya sambil memejamkan mata, dengan kedua tangan ia silangkan di depan dada. Berusaha melindungi dirinya sendiri dari sesuatu yang mungkin akan pria itu lakukan padanya.

"Nad? Kamu lupa sama aku?"

Perlahan Nadia mendongak saat pria itu menyebutkan namanya. Kedua kelopak matanya terbuka dan menyipit hanya untuk memastikan sesuatu.

Apakah dia mengenal sosok pria di hadapannya ini? Sorot mata dan senyumnya tampak tidak asing. Namun, pandangan Nadia yang buram mengaburkan ingatannya. Aarrgh, kepalanya mendadak terasa sangat pusing.

Semakin keras usaha Nadia untuk mengingat, rasa sakit di kepalanya semakin tajam menusuk. Dan semuanya perlahan menjadi buram, kabur, dan ... gelap.

Dan dalam satu kedipan mata, gadis itu ambruk ke dalam pelukan pria di hadapannya.

"Nad? Nadia!" Pria itu berusaha menepuk-nepuk wajah Nadia yang tak bergerak, namun tak ada hasil. Sepertinya gadis itu benar-benar pingsan. "Okay, i'll keep you for a while," lirihnya dengan senyum seringai di sudut bibir.

**

"Mmhhh ...." Nadia mengeram dengan mata tertutup rapat. Tubuhnya berguling kiri kanan, merasakan hawa dingin yang mulai membuatnya tidak nyaman.

Gadis itu hendak menarik selimut tebal dan melanjutkan mimpi indahnya, saat dia mendengar suara dering ponsel yang membuatnya kesal bukan main.

"Mmhh, jam berapa ini?" gumamnya dengan suara serak. Tenggorokannya terasa sangat kering, dan kepalanya juga masih sedikit pusing.

Tunggu dulu!

Nadia mengusap kedua matanya dan memaksa kesadarannya pulih detik itu juga. Gadis itu mengerjap, mengedarkan pandangan dan kemudian mendesah lega saat ia mengenali tempat tidur itu sebagai kamarnya sendiri. Meskipun dia masih belum tau bagaimana caranya dia sampai di apartemen dengan selamat.

Hm, mungkin Ray mengirim sopir untuk mengantarnya. Tapi ... ah, nggak mungkin. Nadia menggeleng pelan. Sepertinya tidak begitu jalan ceritanya.

Ah, entahlah. Gadis itu sama sekali tak bisa mengingat apapun. Bahkan hingga sekarang kepalanya masih terasa pusing.

Suara dering ponsel milik Nadia kembali membuyarkan semua lamunannya. Buru-buru gadis itu bangkit dan turun dari ranjang untuk mengambil ponsel di dalam tas yang tergeletak begitu saja di atas meja riasnya.

"Halo, Wid? Ada apa, sih? Pagi-pagi nelpon," gerutunya sembari menggaruk rambutnya yang sangat berantakan.

"Di apartemen kamu nggak ada jam, ya? Ini udah jam berapa, Oneng?! Kamu lupa hari ini ada acara greeting CEO kita yang baru?!"

"Astaga!" Panik mendengar teriakan rekan kerjanya, Nadia buru-buru menoleh ke arah jam dinding. Dan gadis itu hampir memekik kaget saat jarum jam hampir menunjuk angka tujuh.

Saking paniknya, Nadia segera menutup sambungan telpon dari Widi saat itu juga dan berlari menuju kamar mandi.

Namun, saat dia menarik handle pintu kamar mandi, benda di hadapannya itu tak mau bergerak. Seperti sedang terkunci dari dalam.

Menyadari sesuatu sedang tidak beres, Nadia bergerak mundur. Kepalanya menoleh kiri kanan mencari sesuatu untuk melindungi diri. Siapa tau ada pencuri yang menyelinap masuk ke kamar mandinya.

Tapi, bagaimana bisa?

Nadia baru saja berbalik hendak keluar dari dalam kamar dan menyelamatkan diri, namun pintu kamar mandi di hadapannya tiba-tiba terbuka.

Bagai adegan slow motion di film-film, seorang laki-laki bertelanjang dada dengan handuk yang membelit sebatas pusar keluar dari dalam kamar mandi Nadia.

Seorang pria bertubuh atletis berdada bidang, dan juga perut yang bisa digunakan untuk membilas baju. Bukan hanya itu, dia juga memiliki wajah dengan garis rahang yang tegas, alis tebal dan bola mata hitam kelam yang kini sedang menatap Nadia tanpa berkedip.

Rambut semi ikalnya yang pendek dan sedikit basah disugar dengan sebelah tangan, membuat Nadia menelan ludah dengan susah payah.

Tanpa sadar, perempuan itu sudah menggigit sudut bibirnya sendiri.

Astaga, apa yang sebenarnya ada di pikiran Nadia saat melihat pria setengah telanjang di hadapannya? Bukannya berteriak dan menendang lelaki itu agar pergi, Nadia justru sedang membayangkan hal-hal di luar kendalinya. Sesaat kemudian Nadia menggeleng kuat-kuat, hanya untuk mengusir segala fantasi gila yang ada di dalam benaknya.

Di detik berikutnya, Nadia baru menyadari sesuatu. Bahwa pria yang sedang berdiri di hadapannya ini adalah pria yang paling dia hindari. Seorang pria dari masa lalu yang pernah meninggalkan luka begitu dalam di hatinya.

Pria itu, Samuel Widjaya.

Nama yang entah kenapa begitu pas di sandang oleh laki-laki tampan bertubuh atletis itu. Seorang lelaki yang pernah menyentuh inti jantungnya, dan meremukkannya detik itu juga tanpa ampun.

"Sam?"

**

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Sekarjagat

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku