Jasmine dan Liam tidak di persatukan oleh takdir di dunianya yang dulu, karena jika mereka bersatu salah satu di antara mereka harus mati. "Berenkarnasilah Jasmine aku akan menemukan mu dimana pun kamu berada," Setelah mengatakan itu Jasmine benar-benar menutup matanya di pelukan William. Lantas apakah mereka akan di pertemuan kembali oleh takdir atau sebaliknya???
---
Aurora membuka matanya perlahan, merasakan sinar matahari pagi yang menembus jendela kamarnya. Kamar itu kecil dan sederhana, namun terasa begitu asing baginya. Dia duduk di tepi tempat tidur, memandang sekeliling dengan bingung.
Aurora berbisik pada dirinya sendiri "Di mana aku...?" dia meraba-raba kepalanya yang terasa berat, mencoba mengingat sesuatu, tetapi tidak ada apa pun yang terlintas. "Apa yang terjadi padaku?"
Dia berdiri dan berjalan menuju cermin di sudut kamar. Tatapannya terpaku pada bayangannya sendiri, tetapi tiba-tiba, seolah-olah dia melihat wajah lain yang tidak dikenalnya, meskipun begitu akrab.
Aurora terkejut, mundur sedikit dari cermin. "Siapa itu? Apakah aku...?" dia menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran aneh itu. "Mungkin hanya imajinasiku saja."
Beberapa hari berlalu. Aurora mencoba menjalani hidupnya seperti biasa, tetapi bayangan dari cermin itu terus menghantui pikirannya. Suatu pagi di sekolah, saat berbicara dengan teman-temannya di kafetaria, aroma kopi yang menyengat tiba-tiba membuatnya tersentak.
Teman Aurora tertawa ringan. "Aurora, kenapa tiba-tiba bengong begitu? Lagi mikirin siapa, nih?"
Aurora tersentak, tersadar dari lamunannya. "Eh, apa? Oh, tidak, aku hanya... Entahlah, aku merasa pernah mengalami ini sebelumnya, tapi... tidak tahu kapan."
Teman Aurora yang lainnya mengangkat alis, penasaran) "Déjà vu, ya? Serem juga. Tapi kamu baik-baik saja, kan?"
Aurorat ersenyum tipis, mencoba menenangkan diri. "Iya, mungkin cuma déjà vu. Nggak ada apa-apa kok."
Mereka kembali berbicara, tetapi Aurora masih terganggu oleh perasaan aneh itu. Dia merasakan dorongan yang kuat untuk mengingat sesuatu, tetapi setiap kali dia mencoba, ingatannya seperti tertutup kabut tebal.
Aurora terbangun di tengah malam dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Dalam mimpinya, dia melihat seorang pria dengan mata yang penuh kerinduan, memanggil namanya, tetapi nama yang ia panggil bukanlah Aurora.
Aurora berbisik dengan napas tersengal-sengal. "Siapa dia? Dan... kenapa aku merasa sangat dekat dengannya?"
Dia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke jendela, memandangi bulan purnama di langit malam. Perasaan hampa dan gelisah mengisi hatinya.
Aurora berbicara pada dirinya sendiri "Kenapa aku terus-terusan mimpi seperti ini? Apa yang salah denganku?"
Dia memejamkan mata, mencoba meresapi perasaan itu. Namun, bayangan pria dalam mimpinya tetap buram, dan perasaan rindu yang ia rasakan semakin kuat.
Esok harinya, Aurora berusaha kembali fokus pada rutinitasnya, tetapi setiap kali dia menatap cermin, dia merasakan ada sesuatu yang salah. Keluarganya mulai khawatir dengan perubahan sikap Aurora.
Ibu dengan nada lembut saat sarapan "Aurora, kamu kelihatan pucat akhir-akhir ini. Apa kamu sakit? Atau mungkin kamu stres dengan sekolah?"
Aurora menggelengkan kepala, tersenyum samar "Nggak, Bu. Aku baik-baik saja. Hanya merasa sedikit aneh belakangan ini."
Ibu menatapnya penuh perhatian. "Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita ke Ibu. Jangan dipendam sendiri."
Aurora mengangguk pelan. "Iya, Bu. Aku akan cerita kalau ada apa-apa."
Namun, di dalam hati, Aurora tahu bahwa ini lebih dari sekadar rasa aneh. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang harus dia temukan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
---
Aurora duduk di perpustakaan sekolah, dikelilingi oleh tumpukan buku yang berkaitan dengan mimpi, reinkarnasi, dan fenomena aneh lainnya. Dia membaca satu per satu halaman dengan tekun, mencoba mencari penjelasan untuk mimpi-mimpi dan kilasan yang terus menghantuinya.
Aurora berbisik pada dirinya sendiri, sambil membaca sebuah paragraf tentang jiwa yang terperangkap.
"Jiwa yang terikat oleh cinta atau trauma dari kehidupan sebelumnya... bisakah ini yang terjadi padaku?"
Dia berhenti sejenak, merenung. Ide ini terdengar tidak masuk akal, tetapi di saat yang sama, dia merasakan koneksi kuat dengan apa yang ia baca.
Aurora dalam hati.
"Tidak mungkin... tapi kenapa ini semua terasa begitu nyata? Mungkin aku harus mencari lebih banyak informasi."
Dia memutuskan untuk mencari lebih lanjut di internet, menggunakan komputer perpustakaan. Ketika dia mengetikkan kata kunci seperti "reinkarnasi" dan "mimpi yang berulang", berbagai artikel, forum, dan cerita pengalaman muncul di layar.
Aurora membaca dengan penuh antusias.
"Beberapa orang mengaku bisa mengingat kehidupan sebelumnya... dan sebagian dari mereka merasakan dorongan kuat untuk menemukan seseorang dari masa lalu mereka."
Pikirannya mulai berputar, menghubungkan titik-titik antara mimpinya dengan pria asing itu. Aurora merasakan detak jantungnya yang meningkat, seolah dia semakin dekat dengan kebenaran.
Aurora dalam hati, dengan tekad.
"Aku harus menemukan jawaban. Jika benar ini semua berhubungan dengan kehidupan sebelumnya, maka ada sesuatu yang belum selesai."
Aurora berjalan pulang sendirian setelah seharian mencari informasi. Matahari sudah mulai terbenam, dan bayangan panjang terbentuk di jalan yang ia lalui. Saat melewati sebuah gang kecil, Aurora merasakan ada seseorang yang mengikutinya. Dia mempercepat langkahnya, tetapi suara langkah kaki di belakangnya ikut mempercepat.
Aurora menoleh dengan gugup, tetapi tidak melihat siapa pun.
"Siapa di sana?"
Suara langkah kaki tiba-tiba berhenti. Dari balik bayangan, seorang pria tua muncul, mengenakan jubah panjang dengan tudung menutupi wajahnya.
Pria Tua dengan suara serak dan penuh misteri.
"Kamu tidak bisa menghindari takdirmu, Aurora."
Aurora terkejut, mundur beberapa langkah.
"Bagaimana... bagaimana Anda tahu nama saya?"
Pria Tua tersenyum tipis, wajahnya masih tersembunyi dalam bayangan.
"Karena ini bukan pertama kalinya kita bertemu."
Aurora semakin bingung dan takut.
"Apa maksud Anda? Saya tidak mengenal Anda."
Pria Tua mendekat perlahan, suaranya semakin lembut namun penuh makna.
"Kamu mungkin tidak mengenaliku, tetapi jiwamu mengenalku. Aku adalah penjaga dari masa lalumu, dan aku ada di sini untuk memberitahumu bahwa perjalananmu baru saja dimulai."
Aurora merasakan sesuatu yang aneh, seolah pria tua itu tahu lebih banyak tentang dirinya daripada dirinya sendiri. Dia merasakan dorongan untuk bertanya lebih banyak, tetapi bibirnya terkatup rapat, terlalu terkejut untuk berbicara.
Pria Tuamemberikan sebuah gulungan kecil kepada Aurora. "Buka ini saat kamu siap. Jawaban dari semua pertanyaanmu ada di dalamnya."
Tanpa menunggu jawaban, pria tua itu menghilang ke dalam bayangan, meninggalkan Aurora yang masih terguncang. Dengan tangan gemetar, Aurora mengambil gulungan itu dan menyimpannya di dalam tasnya, belum berani membukanya.
Malam itu, Aurora kembali bermimpi. Kali ini, mimpinya lebih jelas daripada sebelumnya. Dia berada di sebuah taman indah dengan bunga-bunga bermekaran, dan di kejauhan, pria yang selalu muncul dalam mimpinya berdiri menunggunya.
Pria dalam Mimpi dengan suara lembut yang penuh kasih. "Jasmine... Aku sudah lama menunggumu."
Aurora mendekati pria itu, merasakan air mata mengalir di pipinya, meskipun dia tidak tahu kenapa
"Siapa kamu? Kenapa aku selalu memimpikanmu?"
Pria dalam Mimpi tersenyum, mengulurkan tangan untuk menyentuh wajahnya.
"Aku Liam. Dan kamu adalah Jasmine, cintaku yang hilang. Kita terpisah oleh waktu, tapi aku akan selalu mencarimu... sampai kita bisa bersama lagi."
Aurora terbangun dengan teriakan pelan, terengah-engah dengan jantung berdebar keras. Namanya... Jasmine. Itu nama yang pria itu panggil. Dan nama pria itu... Liam. Nama itu kini terpatri di benaknya, tidak lagi samar.
Aurora dalam hati, dengan perasaan yang campur aduk antara takut dan penasaran.
"Liam... Apakah kamu orang yang aku cari? Dan... apakah aku benar-benar Jasmine?"
---