Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dunia Mimpi Para Jomblo

Dunia Mimpi Para Jomblo

Nhu Sorenda

5.0
Komentar
234
Penayangan
18
Bab

Seorang pria jomblo yang bernama Rino Rahman yang baru saja lulus dari salah satu universitas yang ada di bandung. Pada suatu hari, tiba-tiba saja dia ingin merasakan indahnya jatuh cinta dengan seorang perempuan. Lalu seorang pria pun datang menemuinya untuk membantu mendapatkan keinginannya lewat mimpi. Apakah Rino akan merasakan indahnya jatuh cinta? Atau seorang pria yang datang menemuinya, hanya datang untuk membual saja?

Bab 1 Apa Kamu Ingin Merasakan Jatuh Cinta

"Selamat ya nak. Akhirnya wisuda juga," ungkap Ibu dan Bapak menghampiriku.

Kami berpelukan dengan sumringah, aku terharu dalam pelukan itu. Kemudian kami mengadakan sesi foto bersama di halaman depan universitas. Lelaki berkacamata yang memberikan jasa fotografi pun sudah siap dengan kamera dilengannya.

"Cissss," ujar lelaki berkacamata.

"Cissss," Kami bertiga mengikuti arahannya.

Momen bahagia pada saat itu, sudah aku abadikan didalam potret dan tergantung pada dinding rumah yanng kokoh.

"Hey, malah bengong, ayo bantu ibu sama bapak beres-beres disana," Ibu menepuk pundaku.

Aku kaget. Seketika khayalan yang kunikmati saat itu buyar. Aku tersadar dari khayalan, mataku sedang melihat foto wisuda yang tergantung di dinding.

"Ayo cepat, bapak udah nungguin disana," Ibu menegur kembali.

"Iya bu," Jawabku ketus.

Kemudian aku mengambil wadah berbentuk kotak yang berisi barang-barang yang sudah disiapkan oleh bapak di meja dan kemudian membawanya pergi bersama ibu ke tempat bapak berada.

***

Rino Rahman, sebuah nama yang diberikan oleh Bapak dan ibu kepadaku, saat aku masih kecil. Aku adalah satu-satunya anak yang tuhan titipkan pada mereka berdua. Karena itulah, mereka sangat berharap terhadap kesuksesanku di masa mendatang terjadi. Segala cara telah mereka lakukan untuk membiayaiku sekolah sampai aku lulus sarjana. Keluargaku mengelola restoran kecil yang khusus menyediakan bubur ayam, yang didirikan saat aku berumur 4 tahun. Bubur ayam kita, adalah nama restoran kecil tersebut, bertempat di sisi kanan rumah kami. Pelanggan kami sudah lumayan banyak karena mungkin sudah terkenal dari dulu.

***

Sesampainya kami berdua di restoran kecil keluargaku, aku langsung meletakan barang yang kubawa ke lantai.

"Ini barangnya pak," Kataku setelah meletakan wadah berbentuk kotak itu.

"Oh iya," Balas bapak mengangguk.

"Coba bapak cek dulu," ucap bapak menghampiri wadah berbentuk kotak itu.

Kemudian bapak mengecek dan mengeluarkan barang-barang tersebut dari dalam wadah. Dia merasa ada barang yang belum terbawa.

"Sendok sama garpu mana?" Tanya bapak mencari-cari.

"Mungkin bapak lupa memasukannya kedalam wadah," Jawabku melihat barang-barang yang sudah dikeluarkan oleh bapak.

"Tidak mungkin nak. Bapak ingat, sudah bapak masukan kedalam wadah satu lusin sendok dan garpu," Tegas bapak sambil mencarinya.

"Ini ada sama ibu pa," ucap ibu dengan santainya.

Aku dan bapak langsung melihat ke arah ibu dan terdiam.

"Kenapa? Kok pada diam?" Tanya ibu melihat kami berdua yang terdiam melihatnya.

"Aduh bu, kenapa enggak bilang dari tadi kalau sendok sama garpunya ibu yang bawa," Kataku membalas pertanyaan ibu.

"Ya kan tadi kamu sama bapak enggak nanya ibu no," Jawab ibu.

"Yang seperti itumah langsung aja kasih tau bu, tidak perlu nunggu ada yang nanya sama ibu dulu," Aku membalas perkataan ibu dengan wajah yang sedikit kesal.

"Jadinya kan, waktu kita terbuang cuma-cuma," Sambungku mengeluh.

"Sudah, sudah," ucap bapak sambil membereskan barang-barang.

Setelah kami berdua membereskan barang-barang yang diacak-acak oleh bapak. Kemudian aku dan bapak menata barang-barang yang dibawa tadi pada tempat yang seharusnya dan ibu mengambil bubur dan bahan-bahan lainnya kembali ke rumah.

Restoran kecil bubur ayam kami, kembali di buka setelah 3 hari tutup karena adanya acara wisuda, ibu dan bapak pergi untuk ikut berpartisipasi mengikutinya dengan dibarengi tujuan lainnya yaitu melihat anak tunggalnya memakai toga. Tentu saja bapak dan ibu tidak akan melewatkan acara yang bersejarah itu begitu saja. Anak tunggalnya menjadi yang pertama di keluarganya yang mendapatkan gelar sarjana.

Sekejap, hawa dingin tiba-tiba menyengat, membuat tubuhku sampai berlari kedinginan kedalam rumah. Aku kembali ke restoran kecil dengan mengenakan jaket hoodie berwarna biru. Aku juga membawa jaket untuk bapak.

"Pak, ini pakai dulu," ucapku sambil menyodorkan jaket.

"Haturnuhun," balas bapak berterimakasih.

"Sudah beberapa hari ini cuacanya kok begini terus ya pak?" Tanyaku menyilangkan tangan kedinginan.

"Apa kamu kedinginan?" Bapak bertanya balik.

"Tiii..tidak," Jawabku gugup tersenyum.

"Lalu kenapa kamu menyilangkan tanganmu seperti itu?" Tanya bapak kembali.

Aku hanya terdiam dan membalasnya dengan senyuman.

"Awas, awas, awas, awas," teriak ibu yang berjalan sambil membawa panci yang berisikan bubur didalamnya.

Kemudian ibu meletakan panci itu pada tempatnya dan menyuruhku untuk memgambil bumbu yang sudah disiapkannya di rumah.

"No, ambil bumbunya di rumah," ucap ibu.

"Iya bu," Jawabku mengangguk.

Lalu aku langsung bergegas mengambilnya, meninggalkan ibu dan bapak di tempat itu.

"Sudah beberapa hari ini cuacanya kok begini terus ya pak?" Ibu tiba-tiba bertanya.

"Hah," Bapak kaget mendengar pertanyaan yang diajukan ibu.

"Aku tadi tanya sama bapak, sudah beberapa hari ini cuacanya kok begini terus? Begitu," Ibu menjelaskannya.

"Deja vu," bapak membalasnya dengan pelan dan singkat.

"De..de..de apa?" Ibu kembali menanyakannya dengan penasaran.

Sementara itu aku sudah kembali dengan membawa wadah yang berisikan bumbu.

"Ini bumbunya bu," ungkapku yang membuyarkan rasa penasaran ibu pada perkataan bapak.

"Eh," ucap ibu terkaget.

"Kamu kaya jurig aja, tiba-tiba udah ada di belakang ibu," Sambungnya menatapku.

Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya itu.

"Tuh, letakan disitu," ucapnya menyuruhku.

Dan tiba-tiba setelah aku meletakannya, air hujan mulai berjatuhan sedikit demi sedikit. Dan Pemandangan langit begitu menyeramkan, tidak layak dipandang oleh seseorang yang sedang berbunga-bunga.

"Padahal baru jam setengah 7 pagi tapi langit sudah menurunkan air matanya, aku sedikit kesal," ucapku berbicara sendiri dengan nada kesal.

"Huss ah, hujan itu berkah dari tuhan. Jangan menyesalkan hujan yang turun," kata bapak menimpaliku.

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala sesaat setelahnya.

Kreeeettttttttttt

Pintu masuk terbuka. Seseorang masuk ke dalam restoran kecil keluargaku dengan pakaian yang serba putih.

Dia tersenyum kemudian bertanya.

"Apa restoran ini sudah buka?"

"Selamat datang," Kami bertiga mengucapkannya dengan serempak.

Kemudian aku yang lebih dekat dengan pintu masuk segera menghampirinya.

Seorang pria dengan tinggi sekitar 172 cm, memakai pakaian dan celana putih polos, rambutnya rapih tersisir ke kanan dan tangannya memegang payung yang sedikit terkena cipratan air hujan.

"Simpan saja payungnya di situ," Teriakku menunjuk tempat penyimpanan payung yang berada di dekat pintu masuk.

"Ah, oke, oke," Balasnya sambil meletakan payung.

Setelah itu kami berdua saling melemparkan senyum.

"Silahkan duduk," ucapku tersenyum.

"Terimakasih," Balasnya tersenyum.

Kemudian setelah aku mempersilahkannya duduk, aku mengambil daftar menu makanan yang sedang dipegang oleh ibu.

Restoran kecil milik keluargaku ini hanya memfokuskan pada makanan bubur ayam jadi dalam daftar makanan itu tidak ada menu makanan lain selain bubur ayam. Untuk minuman ada berbagai jenis minuman, mulai dari jus sampai dengan susu.

"Silahkan," Aku menyodorkan daftar menu makanan itu.

"Ah, terimakasih," Balasnya mengangguk-anggukan kepala.

Kemudian dia membuka daftar menu makanan itu.

"Oh, apa disini hanya menyediakan bubur ayam?" Tanyanya dengan wajah yang kaget.

"Iya," jawabku tersenyum.

"Bubur ayam a..aageung?" Tanyanya keheranan.

"Ageung. Ageung itu bahasa sunda?" Dia bertanya kembali.

"Iya," jawabku singkat.

"Oh, apa kamu bisa menjelaskan makanan yang ada dalam daftar ini? aku tidak bisa bahasa sunda," Tanyanya sambil tersenyum.

"Tentu!" Aku kembali menjawabnya dengan singkat.

"Oke. jadi di dalam daftar menu makanan ini, ada tiga hidangan/makanan yang bisa anda nikmati. Tetapi ketiga-tiganya itu adalah bubur ayam. Bumbu untuk bubur ayam kami sedikit berbeda dengan bumbu bubur ayam yang biasanya biasanya, artinya bubur ayam kami sedikit spesial dari yang lain. Pertama ada bubur ayam alit, maksud dari kata alit itu adalah kecil, jadi yang pertama itu bubur ayam dengan porsi kecil. Kedua ada bubur ayam PAS, porsi makanan bubur ayam PAS ini porsinya PAS tidak sedikit tidak banyak. Dan yang terakhir yaitu bubur ayam ageung, porsi bubur ayam ageung ini memiliki porsi makanan yang banyak," ucapku menjelaskannya dengan detail.

"Mmmm.. mmmm," Dia sedang memilih-milih makanan apa yang akan dia pesan.

Tidak lama kemudian dia memesan makanan dan minuman.

"Aku pesan ini," Dia menunjuk gambar bubur ayam alit.

"Untuk minumannya aku pilih yang ini," Sambungnya menunjuk gambar jus jeruk.

Aku menulisnya sambil mengangguk-anggukan kepala.

"1 bubur ayam alit dan 1 jus jeruk," ucapku mengulangi apa yang dia pesan.

"That's right," Balasnya singkat tersenyum.

"Baik. Tunggu sebentar," ucapku tersenyum.

Segera aku menyampaikan pesanan pelanggan kepada ibu untuk segera disiapkan. Ibu langsung membuat bubur ayam alit sementara bapak membantu menyiapkan jus jeruk. Beberapa menit berlalu, pesanan sudah siap untuk dihidangkan pada pelanggan. Kemudian dengan segera aku membawanya kepada pelanggan.

"1 bubur ayam alit," ucapku sambil meletakan bubur ayam alit itu di mejanya.

"Dan 1 jus jeruk," Sambungku meletakannya.

"Oke terimakasih," balasnya tersenyum.

Tiba-tiba saja ibu berteriak memanggil namaku.

"Rino! ibu mau beres-beres rumah dulu. Kamu jangan kemana-mana," Teriaknya.

"Bapak juga mau ke kamar mandi dulu" ungkap bapak berjalan keluar.

"Iya, siap," aku membalasnya.

Setelah itu aku berencana pergi ke tempat kasir untuk menunggu dia menghabiskan makanannya. Kaki kanan kulangkahkan tapi tiba-tiba dia memanggilku.

"Hei!" ucapnya.

Aku kaget dan aku langsung memandang ke arahnya. Kemudian aku mencoba melihat bubur ayam dan jus jeruknya tidak disangka ternyata sudah habis. Mungkin dia ingin membayar makanannya pikirku. Tiba-tiba dia menanyakan hal yang aneh.

"Apa kamu ingin merasakan jatuh cinta?" tanyanya menatapku tajam.

"Hah! apa maksudmu?" Aku kaget dan balik bertanya.

"Aku tahu apa yang sedang kamu inginkan sekarang," Ucapnya sambil menunjuku.

Aku hanya menatap matanya dan terdiam membisu, dengan diselimuti rasa gugup. Kemudian dia melanjutkan perkataannya tentang apa yang sedang aku inginkan sekarang.

"Jatuh cinta bukan?" Tanyanya sambil tersenyum.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku