Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
“Ran, cepat berangkat sebelum ketinggalan bus dan kamu terlambat sekolah lagi!!” teriak seorang wanita paruh baya sembari menggunakan celemek di tubuhnya. Wanita itu sudah berkepala lima, namun sosoknya masih terlihat bugar melihat dari gaya bicaranya yang lantang.
“Iya nek, sebentar... aku melupakan dasiku,” jawab Ran.
Ran memang gadis yang cukup ceroboh. Dia terlalu menyepelekan hal – hal kecil, dan itu sudah beberapa kali merusak harinya seperti kasus dasi pagi ini. Semalam, nenek sudah mengingatkannya untuk segera menyiapkan perlengkapan sekolah agar tidak ada yang kurang ketika pagi hari. Ia mendengarkan saran nenek, lalu menyiapkannya. Namun, ia melewatkan sesuatu, yaitu dasi masih ada di keranjang cucian kotor. Ia baru menyadarinya ketika tengah malam. Alhasil, ia harus mencuci dan menjemur dasi malam itu juga.
Lorraine Estelle adalah nama lengkap yang diberikan oleh ibu Ran dulu ketika ia lahir. Nama yang sangat sulit diucapkan bagi lidah Orang Jawa. Tidak sekali dua kali orang – orang salah menyebutkan namanya. Ia sendiri heran bagaimana bisa ibunya yang seorang gadis desa biasa, yang tidak pernah tau dunia luar, bisa memberikan nama itu.
Ran berumur tujuh belas tahun. Ia duduk di bangku kelas sebelas SMA semester dua, yang sebentar lagi akan ujian untuk kenaikan kelas. Begitu cepat waktu berlalu semenjak Ran diadopsi oleh Nenek Mariyati dari panti asuhan. Kira – kira lima tahun lalu saat dia akan menduduki bangku SMP.
Ran adalah gadis yang memiliki tinggi sekitar 168 cm, dengan berat badan 56 kg. Tubuh yang ideal dan idaman bagi para gadis. Ia memiliki mata bulat berwarna hitam legam yang dihiasi dengan bulu mata lentik. Rambutnya hitam lurus sepanjang bahu. Kulitnya berwarna kuning langsat, bersih, karena sekalipun ia adalah anak yang ceroboh ia suka merawat tubuhnya.
Ran memang tidak memiliki kecantikan yang trendi pada masa sekarang, seperti badan putih dan menggunakan lensa mata. Ia cukup sederhana, namun tetap berpenampilan rapi dan enak dipandang.
Nenek Mariyati adalah seorang janda tua yang kehilangan suami sekaligus anaknya pada kecelakaan maut tahun 2013. Tepat setahun sebelum bertemu dengan Ran. Kecelakaan itu terjadi saat suami dan putri semata wayangnya sedang mengantarkan pesanan ke pembeli yang lokasinya juga tidak terlalu jauh, dari rumah makan mereka.
Sebelum kecelakaan itu terjadi, ternyata ada seorang anak kecil yang menyeberang jalan dengan tiba – tiba, membuat suaminya terkejut. Karena berusaha menghindar agar tidak menabarak anak kecil itu, suami dan putrinya menabrak truk barang yang melintas berlawanan, hingga menewaskan keduanya.
Kejadian tragis tersebut membuat Nenek Mariyati sampai masuk rumah sakit jiwa akibat serangan panik. Dan, pertemuan dengan Ran adalah obat terbaik yang membuat Nenek Mariyati menemukan alasan hidupnya kembali.
Pertemuan mereka cukup unik dan tidak disengaja. Terjadi sekitar enam bulan setelah Nenek Mariyati masuk rumah sakit jiwa. Kala itu Nenek Mariyati sedang jalan – jalan bersama perawatnya ke luar untuk menghirup udara sore. Di sebelah rumah sakit, terdapat sebuah taman yang ramai dikunjungi penduduk sekitar, terutama anak kecil karena ada wahana bermain disana.
Kebetulan Ran sedang mengamen dengan biola tuanya di taman itu. Ia sudah memainkan biola sejak umur enam tahun. Diumurnya yang keempat belas tahun, kini ia sudah menguasai dua puluh lima musik klasik. Padahal sebelumnya, ia tidak pernah mengikuti les biola karena les biola mahal. dan dulu orang tuanya tidak memiliki uang lebih, bahkan untuk makan sehari saja sudah kesulitan. Biola itu juga pemberian dari mendiang kakeknya, dan saat itu sudah berumur lima puluh tahun.
Ran hanya memperhatikan pemusik gereja yang mengiringi panduan suara, setiap ia dan ibunya melakukan ibadah pada hari minggu pagi. Itu terjadi sebelum ia berpisah dengan ibunya, dan akhirnya tinggal di panti asuhan. Setelah di panti asuhan, ia sering berlatih sendirian ketika tidak ada kelas membaca dan menulis. Ia juga membeli beberapa kaset dvd musik klasik di pasar, setiap ia keluar bersama penjaga panti asuhan untuk bebelanja. Untungnya, panti asuhan berbaik hati untuk meminjamkan televisi dan pemutar dvd padanya, dua jam setiap hari. Ia sangat menyukai biola, karena biola yang bisa menghibur kesepiannya saat itu.
Mendengar bunyi biola yang begitu indah, Nenek Mariyati teringat akan putri semata wayangnya yang juga suka memainkan biola. Lantas Nenek Mariyati bangkit dari kursi rodanya, dan berlari keluar dari area rumah sakit jiwa. Perawat yang menjaga Nenek Mariyati sampai kewalahan, sampai meminta tolong satpam untuk membantunya. Meskipun sudah berumur, ternyata Nenek Mariyati masih memiliki tenaga yang tak kalah dari anak muda. Pelatihan saat di kebun bersama orang tuanya ketika kecil, yang mengharuskannya menaiki bukit saat malam hari ternyata sangat berguna.
Di taman itulah Nenek Mariyati menemukan Ran. Gadis kecil yang cantik dengan topi rajut merah dan biola tua. Setelah pertemuan itu, Nenek Mariyati harus mendapatkan terapi yang lebih intens dari sebelumnya untuk menyadarkan diri bahwa Ran bukan putrinya.
Kehadiran Ran cukup membantu selama proses pengobatan berlangsung. Ran tidak keberatan mengunjungi Nenek Mariyati di rumah sakit secara rutin, untuk memainkan beberapa lagu dengan biolanya. Tidak lupa, Ran didampingi salah satu pengurus panti asuhan karena ia masih dibawah umur.