Blurb Elga Alessia Haidee, 20 tahun, gadis cantik dan pintar yang sedang menempuh pendidikan dokter semester dua ini bernasib sial karena harus terjebak dengan Zyan seniornya di kampus. Berawal dari insiden ciuman pertama hingga akhirnya dipertemukan dalam satu tempat tinggal, membuat Elga semakin dekat dengan sang senior sekaligus pentolan di kampusnya. Evano Zyan Sebastian, 24 tahun, sosok sempurna yang mendambakan kedamaian dan ketenangan, bertemu Elga yang merubah keseluruhan warna dalam hidupnya. Rasa saling melengkapi perlahan tumbuh diantara mereka berdua, merubah benci jadi cinta. Hingga saat Elga mantap menerima lamaran Zyan, satu fakta masa lalu milik pria itu terungkap. Zyan telah memiliki seorang putri. Mampukah Elga mempertahankan hubungannya dengan Zyan meski rintangan terus datang? Penolakan demi penolakan yang diterima, ruang kelam yang dimiliki keduanya, akankah mempersatukan mereka ke pelaminan pada akhirnya?
"Pesta?"
Seorang gadis dengan lembut dan manja mengulangi kata yang ia dengar. Berita yang menjadi awal dari segala penolakan yang akan ia berikan.
"Are you seriously, Mom?" tegasnya, memastikan, "Ini ide Mommy?"
Mata gadis itu telah melebar sejak tadi, kaget bukan main. Ia bahkan sampai menutup mulut menggunakan dua tangan, menahan keterkejutannya.
Sementara yang ditanya hanya memberi anggukan singkat, masih sibuk dengan ponsel yang dimainkan, merespon santai.
"Karena itu, bersiaplah. Berdandan sebaik mungkin karena banyak kolega Mommy dan Papimu yang akan datang."
"Dan, satu lagi," Amara menatap lekat, ada binar bahagia yang tak dapat ia jelaskan dari sorot matanya. "Ada anak dari sahabat Papi yang akan dikenalkan padamu. Dia juga sama-sama menempuh pendidikan dokter. Setelah saling mengenal satu sama lain, kalian mungkin cocok."
"Mom!" Berusaha saling kontak mata ketika bicara, gadis itu terus memanggil dengan keras dan mulai menuntut penjelasan, "Apa-apaan ini?"
"Kenapa, sih, El?" pusing mendapatkan rentetan pertanyaan, sang Ibu mulai menanggapi dengan serius.
"Bukankah tanggapanmu ini harusnya senang? Mengapa justru sebaliknya?"
Perdebatan masih berlangsung, Elga sosok berwajah cantik meski nampak ketus hari ini mencoba membantah segala hal yang ia dengar.
"Harusnya aku yang bertanya. Mengapa tidak ada yang berusaha untuk memberitahuku soal pesta perayaan ini?" ujar gadis itu, tak terima. "Aku baru tahu setelah sampai di rumah."
Helaan napas juga ikut terdengar, "Bukankah kalian harusnya meminta persetujuanku lebih dulu? Baru menyepakatinya."
"Ini hanya sebuah pesta perayaan kecil, El. Kamu menanggapinya seolah akan timbul masalah besar!" protes Amara, alisnya bertaut jengah.
Mommy dari gadis yang tak menyukai ide adanya perayaan yang dibuatkan untuknya itu mencoba memberi jawaban, tidak, lebih tepatnya simpulan.
"Apa yang dikatakan oleh Mommymu itu benar, Elga." Suara dari arah belakang Elga, menimpali. "Toh, yang kami diberikan ini untukmu."
Pria paruh baya, berkacamata, rahang tegas dan beralis tebal itu duduk di sebelah sang istri. "Kamu membuat keributan di pagi hari hanya karena berita kecil seperti ini. Yang padahal sebenarnya berita bagus."
Masih tak sepakat, bukan hanya Mommy Elga, Papinya juga memiliki pendapat yang sama tentang pesta yang akan mereka laksanakan.
"Buatku ini bukan hanya sekadar berita kecil. Aku tidak mau jadi olok-olokan karena pesta ini, Papi!" bantah Elga, mengutarakan tentang kegelisahan yang dimiliki.
Kerinyitan di dahi Satya menegaskan tentang kebingungannya mengenai pola pikir dari sang putri. "Apa maksudmu dengan jadi olok-olokan, El?"
Sebelum memberi jawaban, Elga menghela nafas panjang terlebih dahulu. "Itu karena-" kalimatnya menggantung, berusaha memikirkan cara menyampaikan alasannya.
Belum selesai Elga memberi tanggapannya, Satya lebih dulu menimpali. "Kami sangat bangga tentang berita kelulusanmu."
"Putri dari Satya, keturunan keluarga Heidee berhasil menduduki predikat terbaik dan masuk ke Universitas ternama Kedokteran di Negeri ini."
Pria itu memajukan tubuhnya, sedikit mengangkat dagu. "Jika kamu yang berada di posisi kami, maka juga pasti akan memutuskan hal yang sama. Kamu -"
"Aku tidak akan melakukannya," koreksi Elga, memberi sanggahan dengan berani. "Caraku berpikir dengan Papi dua hal yang berbeda!"
Keengganan Elga dianggap sepemikiran dengan Satya bukan tanpa alasan. Sebenarnya, ini karena ia sudah merasa begitu muak. Ia muak dengan sandiwara yang mereka mainkan. Saling bangga, saling bahagia.
Satya dan Amara selalu membuatnya terpojok melakukan apa yang tidak ia inginkan. Mengalah, mengorbankan segala mimpi yang ia punya, demi mewujudkan apa yang sebetulnya tidak ia harapkan.
"Aku memang bahagia dan bangga terhadap kabar baik ini, sebuah pencapaian besar yang bisa aku persembahkan kepada kalian berdua!"
Elga berhenti sejenak, menarik napas, "Tapi, bukan berarti aku akan mengatakannya kepada semua orang," tegas gadis berkulit putih itu.
Ia mengusap wajahnya, kasar. Memikirkan bagaimana orang lain akan bergunjing tentangnya membuat isi kepala Elga seperti hendak meledak.
"Apa yang akan mereka katakan, tentangku?"
"Aku sebetulnya tidak sehebat itu, dan masih ada banyak orang yang menurutku jauh lebih pantas untuk dibanggakan. Kenapa aku harus membuat kehebohan ini?"
Mengundang seluruh angkatan dan mengumumkan pencapaian yang tak seberapa hanya akan mendatangkan gunjingan.
Terlebih lagi, Elga tahu benar bagaimana kenalan dari kedua orang tuanya.
"Apa Mommy dan Papi lupa, yang terjadi dengan Bang Rakha setelah pesta perayaan wisudanya?!"
"Karena mengalami cemooh dari para tamu dan orang-orang yang katanya teman kalian, dia berakhir menyedihkan seperti ini!"
Mata kedua orang tua Elga itu terbuka lebar kala nama Rakha dibawa-bawa pada pembicaraan kali ini.
Baik Satya maupun Amara tidak menyangka bahwa putri mereka akan menyinggung kejadian masa lalu itu, tanpa ragu.
Amara lebih dulu memberikan tanggapannya dengan keringat di dahi, "Berhenti membahas apa yang terjadi di keluarga ini, apalagi yang berkaitan dengan kakakmu, Elga!"
"Kenapa, Mom?" selidik, lebih tepatnya tantang Elga, tersenyum smirk. "Kenapa Mommy selalu keberatan tiap kali aku mengungkit perihal Abang?"
"Elga!" Satya membentak buah hatinya itu, "Jangan kurang ajar pada orang tuamu!"
Bibir Elga langsung terkunci rapat. Mau bagaimanapun, ia tetap takut bila Satya memarahinya.
Menghormati kepala keluarga adalah ajaran yang tak boleh sampai ia langgar. Papinya, Satya, tetap memegang hak penuh terhadap dirinya.
"Jujur saja, padaku. Kalian berdua sengaja untuk membuat pesta ini untuk pamer kepada kolega kalian, 'kan, Pi Mom?"
"Elga!" gertak Satya, "Apa maksud dari perkataanmu?"
"Mau sampai kapan aku harus terus memenuhi ekspektasi kalian?!" hardik gadis itu, frustasi.
"Mau sampai kapan, katakan padaku? Aku harus melakukan apa lagi hingga kalian bisa puas?!" seloroh perempuan yang nampak begitu malang itu, melirihkan kalimatnya pilu.
Elga memutus kontak mata, memandang sudut lain. Berusaha menyembunyikan kesedihan apa yang terpancar dari dalam hatinya.
Gadis itu menghapus jejak air mata yang tertinggal di pipi. "Apa yang aku katakan ini benar. Kalian mungkin sangat terkejut mendengarnya, tapi aku tidak bisa menutupinya lagi!"
"Untuk memenuhi keinginannya kalian yang tidak bisa diwujudkan Bang Rakha, akulah yang harus menjalankan pendidikan dokter dan mengemban beban besar ini!"
Pernyataan Elga membuat sepasang suami istri itu tertegun, diam dalam lamunan panjang.
"Apakah kalian tidak tahu, dan tidak tertarik bertanya tentang apa yang aku inginkan?"
"Mimpi yang sebenarnya kumiliki bukanlah menjadi seorang dokter!"
Masih Elga yang terus bicara, mengutarakan isi hatinya. Ia menguatkan diri untuk akhirnya bisa jujur pada Satya dan Amara.
Orang tua cenderung menjadikan anak-anak sebagai aset dari pencapaian apa yang mereka inginkan di masa depan. Sesuatu yang ironi, namun banyak beredar di zaman ini.
"Ada banyak yang harus aku korbankan demi kalian. Demi memenuhi apa yang kalian harapkan. Karena itu-" Elga tercekat, tenggorokannya terasa kering kerontang, "Karena itu cobalah mengerti aku sekali saja."
"Jangan buat aku terus menyesali keputusan karena berpihak pada kalian! Berhenti mengambil pilihan yang tidak mengikutsertakan aku di dalamnya!"
Bab 1 Keinginan Orang Tua
09/07/2023
Bab 2 First Kiss
09/07/2023
Bab 3 Tempat Tinggal Baru
09/07/2023
Bab 4 Evano Zyan Sebastian
10/07/2023
Bab 5 Kepergok Bercinta
10/07/2023
Bab 6 Perpustakaan Dan Insiden Kecil
10/07/2023
Bab 7 Satu Langkah Lebih Dekat
13/07/2023
Bab 8 Dilarang Masuk Kelas
13/07/2023
Bab 9 Ancaman Helen
13/07/2023
Bab 10 Bekal Tanda Pertemanan
14/07/2023
Bab 11 Penolakan Terkejam
15/07/2023
Bab 12 Zyan Menyesal
15/07/2023
Bab 13 Mendapatkan Hukuman
15/07/2023
Bab 14 Apa Susahnya Minta Maaf
17/07/2023
Bab 15 Diajak Masuk
17/07/2023
Bab 16 The First Love
17/07/2023
Bab 17 Thanks EL
23/07/2023
Bab 18 Rencana Jahat Helen
23/07/2023
Bab 19 Mendadak Difitnah
24/07/2023
Bab 20 Gosip Terhangat
24/07/2023
Bab 21 Siapa Dalangnya
24/07/2023
Bab 22 Diancam Keluar
24/07/2023
Bab 23 Bingkisan Kejutan
24/07/2023
Bab 24 Tiga Permintaan
27/07/2023
Bab 25 Selalu Tepat Waktu!
27/07/2023
Bab 26 Terluka Karena Elga
02/08/2023
Bab 27 Undangan Pesta
02/08/2023
Bab 28 Permintaan Kedua
02/08/2023
Bab 29 Dipuji Zyan
02/08/2023
Bab 30 Hubungan Istimewa
02/08/2023
Bab 31 Tidak Berpacaran
04/08/2023
Bab 32 Insiden di Pesta
04/08/2023
Bab 33 Penyesalan Elga
09/08/2023
Bab 34 Putranya Presdir Andrian
09/08/2023
Bab 35 Dapat Restu
09/08/2023
Bab 36 Penderitaan yang Disembunyikan
20/08/2023
Bab 37 Seruan Panik
20/08/2023
Bab 38 Takut Gagal
20/08/2023
Bab 39 Rumor Yang Tersebar
20/08/2023
Bab 40 Kebenaran Yang Menyakitkan
20/08/2023
Buku lain oleh Ucing Ucay
Selebihnya