Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Malam itu udara sangat dingin karena sedang turun salju. Seorang wanita berjubah merah marun tampak sedang berlarian di tengah kegelapan hutan. Dia tidak sendiri, di belakangnya tampak seorang pria berjubah hitam yang terus mengapit langkahnya.
Sembari mendekap tubuh mungil bayi laki-laki di dadanya, wanita itu terus berlari sebisanya. Napasnya terengah-engah. Dia sudah tak kuat lagi untuk berlari. Sedangkan kejaran para musuh masih mengintai mereka.
Dengan langkah yang sudah sempoyongan, wanita itu pun berhenti di bawah sebatang pohon maple yang daunnya cukup rindang. Cukup untuk menaungi dirinya dari serpihan putih yang terus turun semakin deras.
"Ayo, Yang Mulia. Kita harus segera pergi dari sini," tukas Guru Li, pria jubah hitam yang mengapitnya. Guru Li adalah perdana menteri di istana Dong Taiyang.
"Guru Li, aku sudah tak kuat lagi untuk berlari," lirih Fang Yin, wanita yang sedang kita bicarakan tadi. Rupanya dia adalah permaisuri raja di istana Dong Taiyang, kerajaan terbesar dan termasyur di Timur.
Lantas, apa yang membuat mereka berlari di hutan malam-malam begini?
Baiklah, mari kita mundurkan sedikit waktu, dimana lima jam yang lalu saat Guru Li dan beberapa petinggi istana sedang melakukan rapat penting di ruang rapat istana.
"Yang Mulia, bagaimana jika Anda setuju saja dengan saran Pangeran Delun? Itu tidak terlalu buruk, bukan?" gagas Hong Li-Jun, salah satu petinggi istana. Pria licik itu sedang menghasut sang raja untuk menaikan pajak.
"Tidak bisa. Jika pajak dinaikan lagi, bagaimana nasib rakyat kecil? Mereka hanya bisa menikmati panen dua kali saja dalam satu tahun. Aku tetap tidak setuju," jawab sang raja tegas. Pria bernama Lu Chia-Hao itu memang seorang pria yang sangat murah hati. Rakyat Dong Taiyang sangat makmur di bawah kepemimpinannya selama lima tahun terakhir ini.
Wajahnya yang tampan berkharisma, keahliannya bermain pedang, serta pengetahuannya yang luas, membuat pria berusia 35 tahun itu akhirnya terpilih untuk menggantikan ayahnya menjadi raja selanjutnya. Ternyata hal itu memicu rasa iri dan dengki di hati dua saudara tirinya yaitu; Pangeran Delun dan Pangeran Disung.
Dua saudara tirinya itu pun akhirnya menyusun konspirasi besar untuk menggulingkan sang raja. Mereka mengajak Yang Jingmi, jenderal kepercayaan raja untuk membantu mewujudkan cita-cita mereka.
"Hentikan, Lu Cia-Hao! Turunlah dari tahtamu itu! Kau tak pantas menjadi raja Dong Taiyang!" Suara bariton itu berasal dari mulut Pangeran Delun. Pria itu berdiri menunjuk lancang pada sang raja menggunakan mata pedangnya.
Tentu saja hal itu membuat semua pejabat istana tercengang melihatnya.
"Apa yang Anda lakukan, Pangeran? Anda sudah lancang pada Yang Mulia!" sambut Guru Li yang langsung menghunus pedangnya di depan Pangeran Delun.
"Diam kau, Guru Li! Ini bukan urusanmu! Raja harus turun dari tahtanya hari ini juga!" Kali ini Pangeran Disung yang berkoar. Pria itu juga sudah berdiri dengan pedang di tangannya. Bahkan mengarahkan pedang itu pada leher sang raja.
Sedangkan sang raja sangat terkejut melihat dua saudara tirinya itu yang tiba-tiba menyerangnya. Dia pun bangkit dan segera melawan mereka. Namun Jenderal Yang segera maju dan berhasil menusukkan pedangnya tepat pada jantung sang raja.
"Kalian ...," raung sang raja yang sudah terpulai bersimbah darah di bawah singgasananya.
"Harusnya dari dulu saja aku membunuhmu, Lu Chia-Hao!" Pangeran Disung dan Pangeran Delun tertawa senang melihat sang raja meregang nyawa. Namun tak disangka tiba-tiba Yang Jingmi menyerang mereka juga.
"Kalian juga harus mati!" Yang Jingmi segera menghunus pedangnya.
"Bedebah! Apa yang kau lakukan, Yang Jingmi?" Pangeran Delun yang pertama mendapat sabetan pedang dari Yang Jingmi tak bisa berkutik lagi. Pria arogan itu pun tumbang bersimbah darah.
"Bajingan, rasakan ini!" Pangeran Disung segera maju. Namun Yang Jingmi langsung menyambutnya dengan sabetan pedang yang bertubi-tubi.
Meski Disung dan Delun seorang pangeran, namun tehnik pedang mereka sangatlah payah. Jauh dari rasa serakah mereka yang begitu besar. Ingin menggulingkan raja dengan mengajak Jenderal Yang bekerja sama, tampaknya bukanlah ide yang bagus.
Lihat saja, kedua pangeran bodoh itu akhirnya gugur di tangan Jenderal Yang. Mungkin mereka tak tahu jika Yang Jingmi juga memiliki ambisi yang besar untuk menaiki tahta kerajaan Dong Taiyang.
Bahkan, Yang Jingmi sudah mempersiapkan semuanya. Hampir semua prajurit kerajaan sudah diancamnya untuk bergabung memberontak pada sang raja. Dan kebetulan sekali dua pangeran bodoh itu mengajaknya untuk bekerja sama. Akhirnya hari ini pun tiba.
"Matilah kalian semua, keturunan dinasti Lu!" Yang Jingmi mengangkat pedangnya dengan bangga. Dia pun menoleh pada semua petinggi istana yang tampak ketakutan melihatnya, termasuk Guru Li.
"Kalian pilih sekarang, takluk padaku atau mati?" tukas Yang Jingmi dengan tatapan tajam pada mereka.
Para petinggi istana pun saling pandang antara bingung dan ketakutan.
"Cepat pilih! Aku sudah tak sabar ingin menebas leher kalian!" Yang Jingmi menodongkan pedangnya pada wajah-wajah ketakutan para petinggi istana itu dengan tatapan geram.
"Aa--aku ikut denganmu, Jenderal! Aku setuju kau menggantikan Raja Lu. Ayo, naiklah pada tahtamu, Yang Mulia." Hong Li-Jun yang takut akan kematian segera berbaik hati pada Yang Jingmi. Bahkan ia mengantarkan pria itu untuk menduduki singgasana raja.
"Bagaimana dengan kalian?!" tegas Yang Jingmi pada semua petinggi istana yang lain.
"Aku setuju!"