Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Di gym kampus.
Seorang pemuda berseragam basket biru berjalan masuk melewati gerbang ruang olahraga.
Tangannya mengenakan sepasang sarung tangan lateks sambil membawa kantong sampah berukuran besar. Begitu pemuda itu memasuki ruang olahraga, dia memungut botol-botol kosong dan kaleng-kaleng soda yang ditinggalkan oleh orang-orang yang menyaksikan pertandingan terakhir.
"Alangkah bagusnya jika kampus mengadakan pertandingan basket setiap hari. Aku dapat dengan mudah menghasilkan uang 100 ribu dengan mengumpulkan botol-botol dan kaleng-kaleng ini. Jika aku menghasilkan uang sebanyak itu setiap hari, aku dapat membeli iPhone 11 untuk hadiah ulang tahun Sylvia."
Trevor Januardi mengangkat kepalanya dan dengan bersemangat melihat ke sekeliling ruang olahraga yang berantakan.
Saat Trevor sedang mengumpulkan botol dan kaleng, sekelompok mahasiswa bertubuh tinggi berjalan keluar dari ruang ganti. Masing-masing dari mereka membawa sebuah ember besar berisi seragam basket kotor, lalu mereka berjalan menghampiri Trevor.
"Hei Trevor, kami punya pekerjaan untukmu. Cucilah seragam tim kami. Kami akan membayarmu 20 ribu untuk setiap ember."
Pemuda berambut merah itu berjalan di tengah kelompok dengan sebatang rokok di mulutnya. Pemuda itu lalu melemparkan embernya ke samping kaki Trevor.
"Kita semua adalah anggota tim basket. Tentu saja kami akan menjagamu, ambillah pekerjaan itu."
Setelah mengatakan itu, pemuda berambut merah yang bernama Bernard Guntoro melambaikan tangannya, dan para anggota lain kemudian ikut melemparkan cucian kotor mereka ke arah Trevor.
"Aku meminta para anggota tim untuk menyimpan pakaian kotor mereka selama seminggu sehingga kamu bisa mendapatkan lebih banyak uang. Aromanya harum, 'kan?"
Bernard mengambil kaus kaki kotor dan melemparkannya ke arah Trevor.
Sebelum Trevor sempat mengelak, kaus kaki itu mendarat tepat di wajahnya dan bau asam yang menyengat langsung menghantam lubang hidungnya.
"Aku..."
Trevor langsung menelan kembali kata-kata umpatan yang hampir saja dia lontarkan dari mulutnya. Dia mengibaskan kaus kaki kotor itu dan wajahnya langsung memerah.
Trevor tidak boleh menyinggung Bernard. Karena walaupun Bernard sangat menyebalkan, tapi Bernard memberinya kesempatan untuk dapat menghasilkan uang, dan dia tidak bisa melewatkan sumber pendapatan potensial apa pun.
Lagi pula, Trevor bukan berasal dari keluarga kaya. Trevor hanyalah seorang mahasiswa dari keluarga miskin.
Trevor tidak memiliki koneksi atau keterampilan profesional. Dia hanya bisa bekerja paruh waktu di akhir pekan dan menawarkan jasanya pada teman-teman sekelasnya untuk mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah mereka demi dapat menghasilkan uang.
Itu satu-satunya cara agar Trevor bisa membiayai kuliahnya.